Kegagalan Struktur Bangunan Gedung
A. Tujuan dari analisis kegagalan struktur bangunan gedung :
1. Mengidentifikasi kegagalan struktur
a. Pengamatan visual,dilakukan pada tahap awal dari seluruh
rangkaian kegiatan di lapangan.
b. Gambaran secara umum tentang tingkat kerusakan.
c. Kategori kerusakan ( kerusakan berat,kerusakan sedang,
kerusakan ringan ).
d. Kerusakan beton secara visual dapat berupa retak- retak
halus,retakan besar,meletusnya (spalling) beton di titik- titik
tertentu,perubahan warna elemen,maupun pengelupasan
beton.
2. Pengukuran dimensi
a. Mengukur dan memeriksa dimensi elemen- elemen struktur
yaitu kolom,balok,plat lantai termasuk jarak kolom dan
tinggi lantai.
b. Pengukuran dilakukan pada setiap lantai.
c. Hasil pengukuran beserta sifat bahan merupakan bahan
masukan untuk analisis ulang struktur pasca kegagalan.
B. Penyebab kegagalan dari struktur bangunan gedung :
1. Perencanaan
Pada waktu perencanaan struktur ini harus memperhitungkan mutu beton dan mutu
baja yang digunakan. Agar dikemudian hari tidak terjadi permasalahan struktur karena
dapat berakibat pada keamanan dan fungsi dari bangunan tersebut. Mutu yang rendah akan
mengkibatkan beton tersebut tidak kedap terhadap air. Walaupun beton bertulang sulit
untuk dapat kedap air secara sempurna.
2
Kesalahan perencanaan dapat berupa kesalahan hitung, pendetailan dan kesalahan
lainnya :
a) Kesalahan hitung yang berasal dari :
· Sistem mekanika yang salah
· Pembebanan kombinasi
· Lendutan yang terlalu besar
b) Kesalahan pendetailan :
· Kekurangan tulangan
· Tulangan terlalu rapat
· Persyaratan selimut tidak terpenuhi
· Toleransi pendetailan tidak terpenuhi
· Pendetailan yang tidak jelas, sulit bahkan tidak mungkin
dilaksanakan
c) Kesalahan lainnya,misalnya :
· Serangan fisik/ kimia yang tidak diperkirakan
· Investigasi tanah yang minim
· Akibat deformasi struktur yang tidak diperkirakan.
Dan perencanapun harus memperhatikan daerah beton yang akan terkena air,
sehingga dapat direncanakan untuk memberi pelindung berupa water proofing. Hal ini
dapat memperkecil merembesnya air kedalam struktur beton bertulang.
3
2. Pelaksanaan Konstruksi
Pelaksanaan konstruksi sangat menentukan dalam keberhasilan suatu proyek
pembangunan fisik, walaupun perencanaannya telah sesuai dengan standar dan melalui
proses perhitungan yang tepat.
Kesalahan pelaksanaan dapat berupa :
a) Bahan dan komposisinya
· Semen yang tidak memadai (kurang atau berlebih)
· Agregat yang reaktif, yang peka terhadap alkali
· Bahan yang mengandung sulfat, bahan organic dsb
· Faktor air semen terlalu tinggi
b) Acuan
· Kurang stabil dan deformasi besar
· Kurang pembasahan
· Kebocoran
· Penyambungan yang buruk
c) Pengerjaan
· Kurang pemadatan ( sarang kerikil,gelembung udara )
· Segregasi (tinggi jatuh)
· Bliding,penurunan seting
d) Perawatan pasca
· Kurang perawatan (retak susut)
· Pembongkaran acuan yang terlalu cepat
· Perbaikan yang tidak baik
4
3. Kesalahan Penggunaan
Saat bangunan mulai beroperasi, dapat terjadi kesalahan dalam penggunaan, yang
disebabkan antara lain :
a) Kesalahan penggunaan dapat terjadi karena dibebani pengaruh yang dalam
tahap perencanaan tidak diperhitungkan,misalnya :
· Beban yang lebih tinggi
· Pembuatan lobang / bukaan
· Penambahan struktur
Pada dasarnya suatu bangunan tidak terlepas dari kerusakan- kerusakan yang
terjadi, baik yang disebabkan oleh karena kesalahan- kesalahan perencanaan, pelaksanaan,
penggunaan maupun pengaruh eksternal / lingkungan dan waktu. Kerusakan,baik jenis
maupun penyebabnya perlu diketahui secara dini dan tepat. Banyak jenis dan penyebab
kerusakan yang dapat diketahui secara visual dengan mata langsung maupun dengan
peralatan. Dengan diketahuinya jenis dan penyebab kerusakan akan dapat ditangani
perbaikannya dengan metode yang tepat dan waktu yang tidak terlambat.
Didalam pelaksanaan konstruksi beton bertulang harus ketat dalam pengawasan
material dan metoda pelaksaan yang diterapkan harus sesuai dengan ketentuan teknik sipil
yang telah dituangkan oleh perencana dalam dokumen perencanaan. Material yang jelek
dapat menurunkan kwalitas bangunan sehingga bangunan tidak layak fungsi selama umur
rencana.
5
C. Investigasi
Untuk melakukan pemeriksaan terhadap struktur secara detail perlunya alat
investigasi. Peralatan investigasi terbagi 2 ( dua ) :
1. Non destructive apparatus ( alat uji tidak merusak )
Mekanik, optik, kimia, elektronik, dinamik, termik, suara.
2. Destructive apparatus ( alat uji merusak )
Mekanik, optic, kimia, elektronik, dinamik, termik
Secara umum, semua bangunan sipil dirancang untuk sesuai dengan fungsi/ tujuan
dengan mengindahkan persyaratan- persyaratan kekuatan, kekakuan, kestabilan, daktalitas
dan ketahanan terhadap kondisi lingkungan. Namun setelah bangunan berdiri, terjadi
kerusakan yang berakibat persyaratan- persyaratan tersebut tidak terpenuhi lagi. Jika
bangunan tidak segera ditangani perbaikan atau perkuatannya, kerusakan dapat berlanjut
lebih parah lagi.Agar bangunan yang sudah rusak dapat terus difungsikan, diperlukan
tindakan rehabilitasi yang dapat berupa perbaikan ( retrofit ) atau perkuatan
( strengthening ).
Dengan dilaksanakannya repair pada bangunan tersebut diharapkan bangunan
dapat berfungsi dengan baik selama umur layanan dan dapat bertahan untuk waktu yang
relatif lama, dengan catatan bangunan harus selalu diperhatikan dan dipelihara dengan
baik termasuk pemeliharaan lingkungan disekitarnya.
Rabu, 07 Juli 2010
Kamis, 20 Mei 2010
Korosi Pada Bahan Metal
Korosi Pada Bahan Metal
LAPORAN PANDANGAN MATA TERHADAP OBYEK
Di alam atau pada bumi ini dikenal 105 elemen bahan bangunan yang dapat dipergunakan untuk membangun sarana dan prasarana serta fasilitas lainnya.
Dari 105 elemen bahan bangunan tersebut di atas, 80 diantaranya merupakan bahan metal logam.
Penggunaan bahan bangunan seperti tersebut di atas dibatasi dengan adanya suatau proses alam yaitu pelapukan,pembusukan,perubahan sifat yang terjadi pada 105 elemen bahan bangunan tersebut. Elemen logam/ metal mengalami pelapukan dengan nama ilmiahnya korosi.
Pada makalah ini dititik beratkan pada elemen metal logam dimana agar penggunanaan bahan metal logam ini dapat berfungsi secara optimal, kita harus mengetahui pengetahuan dasar tentang korosi agar pada nantinya diharapakan kita dapat menganilisa bagaimana proses korosi terjadi dan upaya pencegahannya. Upaya ini dilakukan semata-mata agar penggunaan bahan metal logam tidak menyimpang dari fungsi/rencana awalnya yang digunakan untuk memenuhi aktifitas manusia.
Untuk mengetahui sifat korosi dan penyebabnya dilakukan suatu analisa kasus, dalam hal ini fenomena yang diambil adalah korosi yang terjadi pada Pintu Gerbang suatu pagar yang mengelilingi lapangan tenis UGM.
Pada gambar terlihat dengan jelas korosi yang dialami pintu gerbang tersebut.
Secara teori tidak ada metal (khususnya besi) yang bebas dari kotoran didalam materialnya (Impuritis) yang berupa oksida dari metal besi tersebut akan bereaksi dengan zat asam di udara,perbedaan struktur molekuler dari material itu sendiri,serta perbedaan tegangan di dalam bagian- bagian metal besi tersebut.
KONDISI LINGKUNGAN
Pintu gerbang (pagar) yang dijadikan analisa kasus ini berada pada dipinggir jalan dan langsung dipengaruhi oleh suhu yang berbeda antara siang dan malam (tidak ada yang melindungi dari panas,hujan dan embun).
Proses pelapukan atau korosi pada metal erat kaitannya dengan kondisi metal itu sendiri, tempat (lingkugan), perlakuan sewaktu metal dalam proses perubahan fungsi atau bentuk.Proses korosi tersebut akan berhubungan langsung dengan udara terbuka yang mengandung zat asam.Jika udara basah dan dingin,maka akan terbentuk bintik-bintik embun dipermukaan metal besi yang dingin.
Dan apabila hujan,permukaan metal menjadi basah.Di dalam udara terdapat banyak sekali sampah,debu sebagai pencemar dengan partikel- partikel air embun.Sewaktu bintik- bintik embun / air hujan kering, proses ini berhenti dan terjadi lagi jika ada air.
DUGAAN JENIS KOROSI
Dari pengamatan di lapangan dapat dilihat pada sampel besi gerbang pada pagar terjadi korosi hampir di seluruh permukaannya. Dimana pada awalnya korosi terjadi pada satu bagian permukaan yang lama-kelamaan berkembang ke seluruh permukan besi gerbang tersebut.
Pada besi gerbang terbentuk rust (selaput tipis kerak) dan dalam waktu lama akan menjadi kerak tebal yang berlapis- lapis,kemudian akan terjadi perapuhan dan pengeroposan.Semakin lama semakin menipis sehinnga dapat patah / keropos.
Besi gerbang ini terbuka dan tanpa ada pelindung dan langsung dipengaruhi oleh suhu yang berbeda antara siang dan malam.Korosi yang paling dominan adalah korosi atmosfir.Korosi atmosfir terjadi karena proses elektrokmia diantara dua bagian benda padat,khususnya metal besi yang berbeda potensial dan langsung berhubungan dengan udara terbuka.
Pada pintu gerbang tersebut, korosi yang terjadi disebabkan oleh korosi atmosfir, dimana syarat terjadinya korosi atmosfer disebabkan oleh proses elektokimia antara dua logam yang berbeda jenisnya (berbeda potensialnya) dan dipengaruhi langsung oleh udara terbuka.Pada material besi pintu gerbang tersebut terdapat kotoran didalamnya.
Pada dasarnya tidak ada besi yang bebas dari kotoran didalam materialnya (Impuritis). Perbedaan struktur molekuler antara kotoran besi dan besi murni mengikabatkan adanya perbedaan tegangan didalam bagian-bagian metal/logam tersebut. Kotoran besi yang berupa oksida akan bereaksi dengan zat asam di udara. Perbedaan tegangan antara kotoran besi/oksida dan besi murni dapat mengakibatkan munculnya beda potensial.
Dimana beda potensial menyebabkan sebagian dari metal yaitu kotoran/oksida tadi bersifat katoda dan metal/logam besi murni bersifat anoda.
Beda potensial akan bereaksi dengan zat asam di udara ditambah lagi kandungan zat kimia yang banyak macamnya dan cukup tinggi dari asap buang kendaraan yang ada di sekitar obyek. Jika udara dingin dan lembab maka akan terbentuk bintik-bintik embun di permukaan besi gerbang dan ditambah lagi dengan adanya kotoran yang menempel yang berasal dari asap kendaraan. Kondisi lingkungan yang seperti ini dimana kadar PH nya sangat rendah dapat berfungsi sebagai electrolite yang sangat baik sehingga terjadi sel korosi didalam titik embun yang menempel pada permukaan yang memilki beda potensial .
URAIAN PROSES KOROSI
A. Korosi
Korosi adalah proses pembusukan suatu bahan atau proses perubahan sifat suatu bahan akibat pengaruh atau reaksinya dengan lingkungan
Sel korosi adalah suatu proses pengkorosian yang terjadi dalam ukuran kecil namun mandiri. Prinsip-prinsip terjadinya sel korosi ini mewakili untuk korosi yang sejenis dalam ukuran yang jauh lebih besar, apalagi dipacu oleh pengaruh-pengaruh luar (lingkungan) yang terus menerus terbaharui sehingga menjadi stimulan (penggiat) yang berkesinambungan.Setiap jenis logam tidak ada yang kebal terhadap korosi.
B. Jenis Korosi
Jenis korosi yang terjadi pada umumnya disebabkan oleh :
1. Korosi yang terjadi melalui proses elektrokimia.
Contohnya : Korosi Atmosfir, Korosi Galvanis, Korosi Arus Liar, Korosi Air Laut, Korosi Tanah, dan lain-lain.
2. Korosi yang terjadi melalui proses kimia.
Contohnya : Korosi Pelarutan Selektif, Korosi Merkuri, Korosi Asam, Korosi Titik Embun. Korosi Gravitasi, dan lain-lain.
3. Korosi yang terjadi melalui proses kombinasi elektrokimia, kimia dan fisik.
Contohnya : Korosi Tegangan, Korosi erosi, dan lain-lain.
4. Korosi yang terjadi karena kerusakan mekanis.
Contohnya : Fretting (Korosi Gesekan), Fatique Corrosion(Korosi Kelelahan), Impengement Corrosion (Serangan Tumbukan Partikel), Kavitasi, Erosi Abrasi, dan lain-lain.
5. Korosi yang terjadi pada suhu tinggi.
Contohnya : Korosi Oksidasi, Korosi Metal Cair, dan lain-lain.
6. Korosi yang terjadi karena faktor biologis.
Contohnya : Korosi karena bakteri .
7. Korosi yang tejadi karena pencemaran zat kimia sewaktu dioperasikan dalam lingkungan yang kaya dengan zat pencemar tertentu.
Contohnya : Penggetasan Hidrogen, Penggetasan Sulfer, Hydrogen Bliste, Hidrogen Attack, dan lain-lain.
8. Korosi yang terjadi di batas Kristal Metal.
Contohnya : Intergranular dan Transgranular Corrosion.
C. Akibat / Kerusakan karena Korosi
1. Terbentuknya Takik-takik yang merata di permukaan metal/logam.
2. Terbentuknya Rust (Selaput tipis kerak).
3. Terbentuknya kerak tebal yang berlapis-lapis.
4. Terbentuknya penipisan yang merata.
5. Perapuhan atau pelapukan metal.
6. Pengeroposan.
7. Penggetasan.
8. Keretakan dan perforasi.
9. Metal atau logam menjadi hancur berkeping-keping.
Korosi Atmosfir :
Paling dominan, terjadi karena proses elektrokimia antara dua bagian benda padat,khususnya metal besi yang berbeda potensial dan langsung berhubungan dengan udara terbuka.
Mekanisme terjadinya :
1. Tidak ada metal, khususnya besi yang bebas dari kotoran didalam materialnya,yang disebut impuritis yang berupa oksida dari metal besi tersebut akan bereaksi dengan zat asam di udara, perbedaan struktur molekuler dari material itu sendiri,serta perbedaan tegangan dalam bagian bagian metal besi tersebut.
2. Hal-hal tersebut akan mengakibatkan perbedaan potensial antara bagian-bagian.
3. Perbedaan potensial menyebabkan sebagian dari metal bersifat katodis(yakni kotoran,oksida,dan struktur molekuler yang katodis) serta bagian anodis (yakni bagian metal besi yang murni)
4. Jika udara dingin dan basah,maka akan terbentuk bintik-bintik embun di permukaan metal besi yang dingin.Juga apabila hujan,maka permukaan metal menjadi basah.
5. Di dalam udara terdapat banyak sekali sampah,debu sebagai pencemar dgn partikel- partkel air embun.
6. Larutan yang PH-nya sangat rendah inilah yang berfungsi sebagai bahan penghantar (electrolyte) yang sangat baik,sehingga terjadi sel korosi di dalam titk embun yang menempel pada permukaan yang memiliki beda potensil tersebut.
Faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat korosi atmosfir :
1. Jumlah zat pencemar di udara
2. Suhu
3. Kelembaban kritis
4. Arah dan kecepatan angin
5. Radiasi sinar matahari
6. Jumlah curah hujan
PENCEGAHAN
Agar metal-metal tersebut dapat seoptimal mungkin, diperlukan suatu pengetahuan tentang korosi yang terjadi sehingga elemen-elemen bangunan yang dipakai dapat diperkirakan umurnya dan dapat dilakukan usaha pencegahan korosi tersebut sebelum atau setelah dipergunakannya bahan material metal besi tersebut..Setiap jenis logam tidak ada yang kebal terhadap korosi.
Ada beberapa prinsip pencegahan terhadap korosi,tergantung pada alat, tempat serta jenis lingkungan yg korosif :
1. Prinsip perbaikan lingkungan. yang korosif
2. Prinsip netralisasi zat koroden sedemikian sehingga tdk berbahaya lagi
3. Prinsip perlindungan permukaan dengan cara :
a. pelapisan dengan cat (organis coating)
b. pelapisan dengan metal coating, lining, overlay dan cladding
c. pelapisan anorganis
d. pembalutan (wrapping)
4. Prinsip penggunaan bahan yang tahan terhadap jenis korosi tertentu
5. Perlindungan katodik dan perlindungan anodik
6. Penggunaan zat pelambat korosi (corrosion inhibitor)
LAPORAN PANDANGAN MATA TERHADAP OBYEK
Di alam atau pada bumi ini dikenal 105 elemen bahan bangunan yang dapat dipergunakan untuk membangun sarana dan prasarana serta fasilitas lainnya.
Dari 105 elemen bahan bangunan tersebut di atas, 80 diantaranya merupakan bahan metal logam.
Penggunaan bahan bangunan seperti tersebut di atas dibatasi dengan adanya suatau proses alam yaitu pelapukan,pembusukan,perubahan sifat yang terjadi pada 105 elemen bahan bangunan tersebut. Elemen logam/ metal mengalami pelapukan dengan nama ilmiahnya korosi.
Pada makalah ini dititik beratkan pada elemen metal logam dimana agar penggunanaan bahan metal logam ini dapat berfungsi secara optimal, kita harus mengetahui pengetahuan dasar tentang korosi agar pada nantinya diharapakan kita dapat menganilisa bagaimana proses korosi terjadi dan upaya pencegahannya. Upaya ini dilakukan semata-mata agar penggunaan bahan metal logam tidak menyimpang dari fungsi/rencana awalnya yang digunakan untuk memenuhi aktifitas manusia.
Untuk mengetahui sifat korosi dan penyebabnya dilakukan suatu analisa kasus, dalam hal ini fenomena yang diambil adalah korosi yang terjadi pada Pintu Gerbang suatu pagar yang mengelilingi lapangan tenis UGM.
Pada gambar terlihat dengan jelas korosi yang dialami pintu gerbang tersebut.
Secara teori tidak ada metal (khususnya besi) yang bebas dari kotoran didalam materialnya (Impuritis) yang berupa oksida dari metal besi tersebut akan bereaksi dengan zat asam di udara,perbedaan struktur molekuler dari material itu sendiri,serta perbedaan tegangan di dalam bagian- bagian metal besi tersebut.
KONDISI LINGKUNGAN
Pintu gerbang (pagar) yang dijadikan analisa kasus ini berada pada dipinggir jalan dan langsung dipengaruhi oleh suhu yang berbeda antara siang dan malam (tidak ada yang melindungi dari panas,hujan dan embun).
Proses pelapukan atau korosi pada metal erat kaitannya dengan kondisi metal itu sendiri, tempat (lingkugan), perlakuan sewaktu metal dalam proses perubahan fungsi atau bentuk.Proses korosi tersebut akan berhubungan langsung dengan udara terbuka yang mengandung zat asam.Jika udara basah dan dingin,maka akan terbentuk bintik-bintik embun dipermukaan metal besi yang dingin.
Dan apabila hujan,permukaan metal menjadi basah.Di dalam udara terdapat banyak sekali sampah,debu sebagai pencemar dengan partikel- partikel air embun.Sewaktu bintik- bintik embun / air hujan kering, proses ini berhenti dan terjadi lagi jika ada air.
DUGAAN JENIS KOROSI
Dari pengamatan di lapangan dapat dilihat pada sampel besi gerbang pada pagar terjadi korosi hampir di seluruh permukaannya. Dimana pada awalnya korosi terjadi pada satu bagian permukaan yang lama-kelamaan berkembang ke seluruh permukan besi gerbang tersebut.
Pada besi gerbang terbentuk rust (selaput tipis kerak) dan dalam waktu lama akan menjadi kerak tebal yang berlapis- lapis,kemudian akan terjadi perapuhan dan pengeroposan.Semakin lama semakin menipis sehinnga dapat patah / keropos.
Besi gerbang ini terbuka dan tanpa ada pelindung dan langsung dipengaruhi oleh suhu yang berbeda antara siang dan malam.Korosi yang paling dominan adalah korosi atmosfir.Korosi atmosfir terjadi karena proses elektrokmia diantara dua bagian benda padat,khususnya metal besi yang berbeda potensial dan langsung berhubungan dengan udara terbuka.
Pada pintu gerbang tersebut, korosi yang terjadi disebabkan oleh korosi atmosfir, dimana syarat terjadinya korosi atmosfer disebabkan oleh proses elektokimia antara dua logam yang berbeda jenisnya (berbeda potensialnya) dan dipengaruhi langsung oleh udara terbuka.Pada material besi pintu gerbang tersebut terdapat kotoran didalamnya.
Pada dasarnya tidak ada besi yang bebas dari kotoran didalam materialnya (Impuritis). Perbedaan struktur molekuler antara kotoran besi dan besi murni mengikabatkan adanya perbedaan tegangan didalam bagian-bagian metal/logam tersebut. Kotoran besi yang berupa oksida akan bereaksi dengan zat asam di udara. Perbedaan tegangan antara kotoran besi/oksida dan besi murni dapat mengakibatkan munculnya beda potensial.
Dimana beda potensial menyebabkan sebagian dari metal yaitu kotoran/oksida tadi bersifat katoda dan metal/logam besi murni bersifat anoda.
Beda potensial akan bereaksi dengan zat asam di udara ditambah lagi kandungan zat kimia yang banyak macamnya dan cukup tinggi dari asap buang kendaraan yang ada di sekitar obyek. Jika udara dingin dan lembab maka akan terbentuk bintik-bintik embun di permukaan besi gerbang dan ditambah lagi dengan adanya kotoran yang menempel yang berasal dari asap kendaraan. Kondisi lingkungan yang seperti ini dimana kadar PH nya sangat rendah dapat berfungsi sebagai electrolite yang sangat baik sehingga terjadi sel korosi didalam titik embun yang menempel pada permukaan yang memilki beda potensial .
URAIAN PROSES KOROSI
A. Korosi
Korosi adalah proses pembusukan suatu bahan atau proses perubahan sifat suatu bahan akibat pengaruh atau reaksinya dengan lingkungan
Sel korosi adalah suatu proses pengkorosian yang terjadi dalam ukuran kecil namun mandiri. Prinsip-prinsip terjadinya sel korosi ini mewakili untuk korosi yang sejenis dalam ukuran yang jauh lebih besar, apalagi dipacu oleh pengaruh-pengaruh luar (lingkungan) yang terus menerus terbaharui sehingga menjadi stimulan (penggiat) yang berkesinambungan.Setiap jenis logam tidak ada yang kebal terhadap korosi.
B. Jenis Korosi
Jenis korosi yang terjadi pada umumnya disebabkan oleh :
1. Korosi yang terjadi melalui proses elektrokimia.
Contohnya : Korosi Atmosfir, Korosi Galvanis, Korosi Arus Liar, Korosi Air Laut, Korosi Tanah, dan lain-lain.
2. Korosi yang terjadi melalui proses kimia.
Contohnya : Korosi Pelarutan Selektif, Korosi Merkuri, Korosi Asam, Korosi Titik Embun. Korosi Gravitasi, dan lain-lain.
3. Korosi yang terjadi melalui proses kombinasi elektrokimia, kimia dan fisik.
Contohnya : Korosi Tegangan, Korosi erosi, dan lain-lain.
4. Korosi yang terjadi karena kerusakan mekanis.
Contohnya : Fretting (Korosi Gesekan), Fatique Corrosion(Korosi Kelelahan), Impengement Corrosion (Serangan Tumbukan Partikel), Kavitasi, Erosi Abrasi, dan lain-lain.
5. Korosi yang terjadi pada suhu tinggi.
Contohnya : Korosi Oksidasi, Korosi Metal Cair, dan lain-lain.
6. Korosi yang terjadi karena faktor biologis.
Contohnya : Korosi karena bakteri .
7. Korosi yang tejadi karena pencemaran zat kimia sewaktu dioperasikan dalam lingkungan yang kaya dengan zat pencemar tertentu.
Contohnya : Penggetasan Hidrogen, Penggetasan Sulfer, Hydrogen Bliste, Hidrogen Attack, dan lain-lain.
8. Korosi yang terjadi di batas Kristal Metal.
Contohnya : Intergranular dan Transgranular Corrosion.
C. Akibat / Kerusakan karena Korosi
1. Terbentuknya Takik-takik yang merata di permukaan metal/logam.
2. Terbentuknya Rust (Selaput tipis kerak).
3. Terbentuknya kerak tebal yang berlapis-lapis.
4. Terbentuknya penipisan yang merata.
5. Perapuhan atau pelapukan metal.
6. Pengeroposan.
7. Penggetasan.
8. Keretakan dan perforasi.
9. Metal atau logam menjadi hancur berkeping-keping.
Korosi Atmosfir :
Paling dominan, terjadi karena proses elektrokimia antara dua bagian benda padat,khususnya metal besi yang berbeda potensial dan langsung berhubungan dengan udara terbuka.
Mekanisme terjadinya :
1. Tidak ada metal, khususnya besi yang bebas dari kotoran didalam materialnya,yang disebut impuritis yang berupa oksida dari metal besi tersebut akan bereaksi dengan zat asam di udara, perbedaan struktur molekuler dari material itu sendiri,serta perbedaan tegangan dalam bagian bagian metal besi tersebut.
2. Hal-hal tersebut akan mengakibatkan perbedaan potensial antara bagian-bagian.
3. Perbedaan potensial menyebabkan sebagian dari metal bersifat katodis(yakni kotoran,oksida,dan struktur molekuler yang katodis) serta bagian anodis (yakni bagian metal besi yang murni)
4. Jika udara dingin dan basah,maka akan terbentuk bintik-bintik embun di permukaan metal besi yang dingin.Juga apabila hujan,maka permukaan metal menjadi basah.
5. Di dalam udara terdapat banyak sekali sampah,debu sebagai pencemar dgn partikel- partkel air embun.
6. Larutan yang PH-nya sangat rendah inilah yang berfungsi sebagai bahan penghantar (electrolyte) yang sangat baik,sehingga terjadi sel korosi di dalam titk embun yang menempel pada permukaan yang memiliki beda potensil tersebut.
Faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat korosi atmosfir :
1. Jumlah zat pencemar di udara
2. Suhu
3. Kelembaban kritis
4. Arah dan kecepatan angin
5. Radiasi sinar matahari
6. Jumlah curah hujan
PENCEGAHAN
Agar metal-metal tersebut dapat seoptimal mungkin, diperlukan suatu pengetahuan tentang korosi yang terjadi sehingga elemen-elemen bangunan yang dipakai dapat diperkirakan umurnya dan dapat dilakukan usaha pencegahan korosi tersebut sebelum atau setelah dipergunakannya bahan material metal besi tersebut..Setiap jenis logam tidak ada yang kebal terhadap korosi.
Ada beberapa prinsip pencegahan terhadap korosi,tergantung pada alat, tempat serta jenis lingkungan yg korosif :
1. Prinsip perbaikan lingkungan. yang korosif
2. Prinsip netralisasi zat koroden sedemikian sehingga tdk berbahaya lagi
3. Prinsip perlindungan permukaan dengan cara :
a. pelapisan dengan cat (organis coating)
b. pelapisan dengan metal coating, lining, overlay dan cladding
c. pelapisan anorganis
d. pembalutan (wrapping)
4. Prinsip penggunaan bahan yang tahan terhadap jenis korosi tertentu
5. Perlindungan katodik dan perlindungan anodik
6. Penggunaan zat pelambat korosi (corrosion inhibitor)
Selasa, 20 April 2010
Evaluasi Kekuatan Struktur Jembatan
EVALUASI KEKUATAN STRUKTUR JEMBATAN
Referensi :
1. AASTHO Manual for Maintenance Inspection of Bridges
2. Guide Specification for Strength Evaluation of Existing Steel and Concrete Bridges, 1989
3. Standard Specification for Highways Bridges
Tipe Jembatan
Ada beberapa tipe jembatan yang sudah dibangun seperti :
a. Tipe rangka (truss). Tipe ini sudah dikenal sejak saat dipatenkan dengan tipe Howe (batang diagonal tertekan), Pratt (batang diagonal tertarik) dan Warren (batang diagonal bergantian ada yang tertekan dan tertarik). Masih ada jenis lain yaitu tipe K dan tipe Baltimore yang merupakan kombinasi dari tipe Warren. Dari cara pembebannya, maka ada dua istilah yaitu tipe dek (deck type) bila beban melalui titik-titik buhul sisi atas rangka, dan tipe “thru” atau “pony” (thru type atau pony type) bila beban melalui titik-titik buhul sisi bawah.
b. Tipe lengkung (arches). Tipe ini dikenal sejak abad ke 8 karena gaya luarnya menimbulkan gaya tekan pada strukturnya, sehingga dapat digunakan bahan alami seperti batu. Ada beberapa jenis kelengkungan, yaitu lengkung Romawi, lengkung Gothic, lengkung Elliptic, lengkung parabolic, dan lengkung lingkaran. Tipe parabolic memberikan gaya tekan lebih merata sepanjang batang lengkungnya.
c. Tipe balok susun (girder). Jembatan yang ditumpu oleh sebuah/ beberapa plat yang dihubungkan dengan keling atau las sehingga membentuk bagian badan (web dan sayap (flange) yang berfungsi sebagai penahan gaya tekan dan tarik internal disebut jembatan system girder. Termasuk di dalam klasifikasi ini adalah box girder, hollowed girder, tubular girder, concrete box. Umumnya bahan yang digunakan baja tapi kadang beton.
d. Tipe balok tunggal (beams). Jembatan yang ditumpu oleh sebuah / beberapa balok yang di atasnya terdapat dek yang dapat dihubungkan secara monolitik (komposit) atau secara bebas. Bahan yang digunakan dapat terbuat dari kayu, baja atau beton.
e. Tipe plat (slab). Tipe ini banyak digunakan untuk jembatan sederhana, terbuat dari beton atau kayu lapis. Umumnya menggunakan system prategang untuk mengurangi ketebalan plat.
2
f. Tipe gantung (suspension). Termasuk dalam tipe ini adalah jembatan kabel (cable stayed) yang lebih kaku dibandingkan dengan jembatan gantung, yang sangat bergantung pada kabel penggantungnya.
Bagian-bagian Jembatan
Bagian-bagian jembatan adalah : 1) struktur atas (super structure) yaitu semua bagian jembatan di atas tumpuan, yang terdiri dari ; tumpuannya sendiri, balok utama longitudinal atau stringer/girder, system lantai (floor system) dan pengaku (bracing/ stiffener). Bagian-bagian sekunder lain adalah : parapet, dinding railing, anti kembang-susut, bahu, alat sambung dek dsb, 2) struktur bawah (sub structure) yaitu pangkal jembatan (abutments/ piers) dan struktur fondasi di bawahnya
Kerusakan-kerusakan Jembatan
Istilah kegagalan dalam artian keteknikan adalah tidak berfungsinya jembatan seperti yang direncanakan semula (non-complience). Untuk itu harus dibedakan dari istilah ketidak sesuaian (improper functions) jembatan karena perubahan beban kendaraan. Istilah yang pertama dikaitkan dengan kesalahan pelaksanaan, sedang istilah kedua dikaitkan dengan jembatan lama yang sudah tidak sesuai lagi dengan beban kendaraan yang baru.
Super structure.
Permukaan jembatan dilihat kerataannya dengan menggunakan waterpas/ leveling kemudian dibandingkan dengan gambar pelaksanaan (as built drawing) untuk melihat kemungkinan adanya penurunan dari abutments/piers atau kerusakan tumpuan sendi/roll/ bearing pad. Dek baja perlu dilihat ketebalannya menggunakan jangka sorong (caliper), hasil las-lasan/ rivet perlu dilihat kesempurnaannya. Korosi, retakan pada sambungan dek baja perlu dicatat dan diinventarisasikan. Permukaan dek baja sering dibuat bertekstur atau dikasarkan agar memiliki skid resistance yang cukup. Sistem lantai jembatan baja rawan terhadap korosi karena air hujan atau air tumpahan dari kendaraan akan mengalir ke bagian ini. Sisi atas sayap balok utama dan balok pengikat sering korosi. Demikian pula kekencangan baut/ rivet atau las di antara bagian-bagian itu perlu dicatat. Retak sering terjadi di sekitar sambungan/ baut/ rivet karena adanya konsentrasi tegangan oleh beban dinamik/ siklik/ getaran. Lendutan yang besar pada balok utama dapat menimbulkan puntiran dan lekukan (buckle), untuk itu perlu diperhatikan
3
khususnya pada saat beban kendaraan bekerja. Tumpuan sendi dan roll dari balok utama/stringer perlu dilihat apakah masih bekerja dengan baik, tidak berfungsinya roll dapat menjadikan tumpuan itu sebagai sendi yang berakibat adanya gaya horizontal pada abutments/ piers yang mungkin tidak direncanakan. Balok utama di bagian tengah lebih banyak menahan lentur sedang pada sekitar tumpuan menahan geser. Kerusakan lentur terlihat pada sayap sisi bawah berupa retakan/ pelelehan dan di sisi atas berupa lekukan (buckle), sedang kerusakan geser terlihat pada bagian badan (web). Keruskan oleh pelelehan terlihat sebagai remak-remak baja yang mengelupas dan berbentuk garis-garis saling-silang yang lembut (spider net).
Dek beton mungkin mengalami pengelupasan (scaling), pencepolan (spalling), retak (cracking) dan aus (wearing). Kerusakan di sekitar expansion joint atau construction joint sering juga terjadi karena perubahan temperature atau gerakan tanah atau jembatan. Korosi pada baja tulangan mengindikasikan adanya pengurangan kekuatan pada dek beton dan juga hilangnya lekatan baja tulangan dengan betonnya.
Sistem lantai jembatan beton dikaitkan dengan balok utama melalui balok pengikat/ pengaku/ bracing/ diapragma. Retak pada ujung-ujung bracing mungkin saja terjadi, juga retak-retak pada sayap sisi bawah balok utama prategang khususnya yang dikarenakan adanya overstress (overload). Balok utama beton bertulang mungkin akan mengalami retak lentur oleh beban berlebihan yang ditandai oleh retak vertical/ melintang sumbu panjang balok pada jarak-jarak tertentu. Retak-retak itu dapat mengundang uap air masuk lebih dalam sehingga dapat mengakibatkan korosi pada tulangan utama. Retak dengan lebar sampai 0,15mm masih dapat diterima tetapi perlu diwaspadai. Oleh pengaruh air asam atau garam, balok utama dan plat beton, khususnya pada sisi bawah, dapat terkorosi. Warna keputih-putihan merata menunjukkan adanya serangan garam, sedang warna keputih-putihan setempat dengan pola vertical menunjukkan adanya proses pelarutan kalsium karbonat oleh air. Reaksi air (H2O) dengan semen (C2S dan C3S) dalam pembuatan beton mempunyai kelemahan karena menimbulkan kalsium hidroksida, Ca(OH)2, yang dapat berreaksi dengan asam atau garam atau carbon di udara sehingga menimbulkan kalsium karbonat, CaCO3 atau gypsum CaSO4 atau kalsium klorida (CaCl) yang semuanya mempunyai sifat melemahkan beton atau baja tulangan.
Tumpuan jembatan berfungsi meneruskan beban berat jembatan dan kendaraan ke abutments atau piers. Umumnya tumpuan terbuat dari bahan yang sangat kuat misalnya baja keras atau karet keras yang dilapis plat baja. Tumpuan roll hanya berfungsi menahan beban vertical, sedang tumpuan sendi harus pula dapat meneruskan beban horizontal karena rem kendaraan.
4
Rubber bearing / bearing pad mempunyai fungsi ganda yaitu dapat menahan beban vertical dan juga gaya horizontal. Tumpuan karet keras ini kadang menimbulkan masalah karena memiliki kekenyalan sehingga dapat mengurangi kenyamanan pemakai jembatan yang pada gilirannya dapat mengurangi kestabilan.
Oleh adanya gerakan vertical dan horizontal searah sumbu jembatan maka pada sambungan dengan jalan dipasang alat yang memungkinkan gerakan itu dapat diakomodasi (sealant/ steel finger joint/ sliding plate joint/ bumper). Oleh adanya gerakan yang besar (kembang susut/ gaya rem/ gerakan tanah setempat) sering alat ini rusak atau aus.
Untuk mengamankan pejalan kaki dan pemakai kendaraan di jembatan dipasang curb dan railing. Kondisi keduanya harus dirawat dan dicat dengan jelas agar di waktu malam dapat dijadikan sebagai penuntun pemakai jalan (night visibility) .
Sub structure.
Kerusakan kolom dan pangkal jembatan umumnya disebabkan oleh beban air secara langsung berupa banjir atau berupa scouring. Beban air sering menyebabkan kolom penahan balok utama jembatan terdorong sehingga dapat menyebabkan keruntuhan pada jembatan. Sering pula bila air di bawah jembatan mengandung sulfat (missal pada jembatan di pinggir laut) maka serangan sulfat akan merusakkan kolom beton atau pleseteran dari pasangan batu kali.
Scouring terjadi karena butiran tanah lepas terbawa oleh arus air yang umumnya arus kuat terjadi pada saat banjir. Butiran yang lepas di sekitar piers atau abutments akan membahayakan kestabilan jembatan, khususnya bila tidak digunakan tiang pancang yang menumpu di atas tanah keras yang dalam. Dengan bertambahnya tinggi piers oleh scouring dapat mengurangi kekakuan struktur menyebabkan gangguan stabilitas dan kekuatan.
Peristiwa scouring dapat dibedakan menjadi : 1) aggradation dan degradation (menumpuk dan menghilangnya butiran dalam jangka panjang karena lingkungan yang terusik atau peristiwa alami lainnya). Penumpukan dapat menyebabkan berkurangnya kecepatan menaikkan elevasi muka air menambah gaya lateral, 2) general scour, yaitu berkurangnya material suplai dari hulu ke hilir sehingga material di sekitar bangunan tidak tergantikan, 3) local scour, meningkatnya kecepatan air oleh adanya penyempitan di sepanjang aliran sungai (misalnya oleh abutments atau piers jembatan) meningkatnya kecepatan akan membawa serta butiran lepas di sekitar bangunan itu. Kedalaman scouring sulit diprediksi tetapi “rule of thumb” mengatakan
5
bahwa kedalaman itu sama dengan 4 x selisih tinggi antara kondisi banjir dan kondisi paling rendah (low level).
Tata Cara Uji Kelayakan
Tatacara evaluasi kelayakan jembatan berdasarkan kemampuan jembatan menahan beban yang dimunculkan dalam bentuk faktor ketahanan (resistance factor) dibahas dalam tulisan di bawah ini. Faktor ketahanan dibagi dalam dua jenis : a) yang mendasarkan pada beban tertinggi (operating rating, opr) dan b) yang mendasarkan pada pada beban lebih rendah (inventory rating, inv). Beban tertinggi (operating rating) bersifat sementara, tidak terlalu sering dilakukan dan mendasarkan pada tegangan 75% tegangan lelehnya, sedang beban lebih rendah (inventory rating) mendasarkan pada 55% tegangan lelehnya, sering dilakukan dan berjangka panjang. Cara di atas mudah dilakukan pada evaluasi struktur baja atau kayu, namun tidak untuk beton. Untuk beton cara serupa dilakukan melalui rumusan berikut :
1. Tingkatan inventory :
ILLDLuinvMMMRF).3/5.(3,1.3,1
2. Tingkatan operating :
ILLDLuoprMMMRF.3,1.3,1
dengan :
Mu = momen terfaktor dari tampang plat atau gelagar, Mn
MDL = momen oleh beban mati
MLL = momen oleh beban hidup kendaraan
MLL+I = momen oleh beban hidup kendaraan dikalikan faktor kejut
RFinv = faktor ketahanan (rating factor) tingkatan inventory
RFopr = faktor ketahanan (rating factor) tingkatan operating
6
Umumnya momen nominal dihitung berdasarkan tulangan tunggal, berdasarkan tegangan leleh baja dan tegangan beton rencana/temuan lapangan dengan menggunakan konsep perancangan ultimit.
Di dalam Guide Specification for Strength Evaluation of Existing Steel and Concrete Bridges menggunakan persamaan umum seperti berikut :
)1.(...ILDRRFLDn
dengan :
I = faktor kejut oleh beban dinamik
L = pengaruh beban hidup kendaraan
D = pengaruh beban mati D = faktor beban mati D = faktor beban hidup
วพ = faktor reduksi kekuatan
Rn = kekuatan nominal
Faktor reduksi kekuatan biasanya diambil 0,8 sedang AASHTO menggunakan 0,9. Faktor kejut dapat didasarkan pada keadaan permukaan jalan di atas jembatan dan bervariasi antara 0,1 s/d 0,3 (bagus sampai sedang, rusak sedang, rusak berat). Faktor beban mati biasanya diambil 1,2 s/d 1,4 (diukur langsung atau prakiraan) sedang beban hidup 1,3 s/d 1,8 dengan pengawasan beban secara ketat (LHR < 1000 = 1,3 dan LHR > 1000 = 1,45) atau tanpa pengawasan beban secara ketat (LHR < 1000 =1,65 dan LHR > 1000 = 1,8). Faktor beban mati dan hidup ini masih dikalikan dengan faktor yang dikaitkan dengan cara analisis standar AASHTO =1 (baja/ beton), hasil investigasi lapangan = 1,03 (baja) dan 0,9 (beton). Faktor reduksi kekuatan juga bervariasi antara 0,9 s/d 0,55 (kondisi permukaan jembatan bagus sekali atau jelek sekali).
Menggunakan peraturan baru terakhir ini factor-faktor kondisi lapangan sudah diikut sertakan yang terlihat pada fleksibilitas faktor beban dan reduksi kekuatan (kondisi lingkungan, peraturan, perawatan dan cara inspeksi), sedang cara sebelumnya hanya sekedar membalik suatu prosedur perancangan.
Untuk medapatkan RF diperlukan penghitungan kemampuan momen terfaktor (Mu) atau kemampuan nominal (Rn), sedang untuk mengetahui momen rencana (D atau MDL , L atau MLL)
7
diperlukan standar bebean truk. Ada beberapa klasifikasi jenis truk misal tipe HS, tipe H, tipe 3, tipe 3S2 dan tipe 3-3. Pemilihan disesuaikan dengan peraturan yang digunakan atau tujuan yang hendak dicapai.
Mendasarkan pada tipe truk tersebut dapat diperoleh pula beban kotor (berat sendiri dan beban muatan) dari masing-masing tipe truk yang diijinkan melalui jembatan tersebut.
Referensi :
1. AASTHO Manual for Maintenance Inspection of Bridges
2. Guide Specification for Strength Evaluation of Existing Steel and Concrete Bridges, 1989
3. Standard Specification for Highways Bridges
Tipe Jembatan
Ada beberapa tipe jembatan yang sudah dibangun seperti :
a. Tipe rangka (truss). Tipe ini sudah dikenal sejak saat dipatenkan dengan tipe Howe (batang diagonal tertekan), Pratt (batang diagonal tertarik) dan Warren (batang diagonal bergantian ada yang tertekan dan tertarik). Masih ada jenis lain yaitu tipe K dan tipe Baltimore yang merupakan kombinasi dari tipe Warren. Dari cara pembebannya, maka ada dua istilah yaitu tipe dek (deck type) bila beban melalui titik-titik buhul sisi atas rangka, dan tipe “thru” atau “pony” (thru type atau pony type) bila beban melalui titik-titik buhul sisi bawah.
b. Tipe lengkung (arches). Tipe ini dikenal sejak abad ke 8 karena gaya luarnya menimbulkan gaya tekan pada strukturnya, sehingga dapat digunakan bahan alami seperti batu. Ada beberapa jenis kelengkungan, yaitu lengkung Romawi, lengkung Gothic, lengkung Elliptic, lengkung parabolic, dan lengkung lingkaran. Tipe parabolic memberikan gaya tekan lebih merata sepanjang batang lengkungnya.
c. Tipe balok susun (girder). Jembatan yang ditumpu oleh sebuah/ beberapa plat yang dihubungkan dengan keling atau las sehingga membentuk bagian badan (web dan sayap (flange) yang berfungsi sebagai penahan gaya tekan dan tarik internal disebut jembatan system girder. Termasuk di dalam klasifikasi ini adalah box girder, hollowed girder, tubular girder, concrete box. Umumnya bahan yang digunakan baja tapi kadang beton.
d. Tipe balok tunggal (beams). Jembatan yang ditumpu oleh sebuah / beberapa balok yang di atasnya terdapat dek yang dapat dihubungkan secara monolitik (komposit) atau secara bebas. Bahan yang digunakan dapat terbuat dari kayu, baja atau beton.
e. Tipe plat (slab). Tipe ini banyak digunakan untuk jembatan sederhana, terbuat dari beton atau kayu lapis. Umumnya menggunakan system prategang untuk mengurangi ketebalan plat.
2
f. Tipe gantung (suspension). Termasuk dalam tipe ini adalah jembatan kabel (cable stayed) yang lebih kaku dibandingkan dengan jembatan gantung, yang sangat bergantung pada kabel penggantungnya.
Bagian-bagian Jembatan
Bagian-bagian jembatan adalah : 1) struktur atas (super structure) yaitu semua bagian jembatan di atas tumpuan, yang terdiri dari ; tumpuannya sendiri, balok utama longitudinal atau stringer/girder, system lantai (floor system) dan pengaku (bracing/ stiffener). Bagian-bagian sekunder lain adalah : parapet, dinding railing, anti kembang-susut, bahu, alat sambung dek dsb, 2) struktur bawah (sub structure) yaitu pangkal jembatan (abutments/ piers) dan struktur fondasi di bawahnya
Kerusakan-kerusakan Jembatan
Istilah kegagalan dalam artian keteknikan adalah tidak berfungsinya jembatan seperti yang direncanakan semula (non-complience). Untuk itu harus dibedakan dari istilah ketidak sesuaian (improper functions) jembatan karena perubahan beban kendaraan. Istilah yang pertama dikaitkan dengan kesalahan pelaksanaan, sedang istilah kedua dikaitkan dengan jembatan lama yang sudah tidak sesuai lagi dengan beban kendaraan yang baru.
Super structure.
Permukaan jembatan dilihat kerataannya dengan menggunakan waterpas/ leveling kemudian dibandingkan dengan gambar pelaksanaan (as built drawing) untuk melihat kemungkinan adanya penurunan dari abutments/piers atau kerusakan tumpuan sendi/roll/ bearing pad. Dek baja perlu dilihat ketebalannya menggunakan jangka sorong (caliper), hasil las-lasan/ rivet perlu dilihat kesempurnaannya. Korosi, retakan pada sambungan dek baja perlu dicatat dan diinventarisasikan. Permukaan dek baja sering dibuat bertekstur atau dikasarkan agar memiliki skid resistance yang cukup. Sistem lantai jembatan baja rawan terhadap korosi karena air hujan atau air tumpahan dari kendaraan akan mengalir ke bagian ini. Sisi atas sayap balok utama dan balok pengikat sering korosi. Demikian pula kekencangan baut/ rivet atau las di antara bagian-bagian itu perlu dicatat. Retak sering terjadi di sekitar sambungan/ baut/ rivet karena adanya konsentrasi tegangan oleh beban dinamik/ siklik/ getaran. Lendutan yang besar pada balok utama dapat menimbulkan puntiran dan lekukan (buckle), untuk itu perlu diperhatikan
3
khususnya pada saat beban kendaraan bekerja. Tumpuan sendi dan roll dari balok utama/stringer perlu dilihat apakah masih bekerja dengan baik, tidak berfungsinya roll dapat menjadikan tumpuan itu sebagai sendi yang berakibat adanya gaya horizontal pada abutments/ piers yang mungkin tidak direncanakan. Balok utama di bagian tengah lebih banyak menahan lentur sedang pada sekitar tumpuan menahan geser. Kerusakan lentur terlihat pada sayap sisi bawah berupa retakan/ pelelehan dan di sisi atas berupa lekukan (buckle), sedang kerusakan geser terlihat pada bagian badan (web). Keruskan oleh pelelehan terlihat sebagai remak-remak baja yang mengelupas dan berbentuk garis-garis saling-silang yang lembut (spider net).
Dek beton mungkin mengalami pengelupasan (scaling), pencepolan (spalling), retak (cracking) dan aus (wearing). Kerusakan di sekitar expansion joint atau construction joint sering juga terjadi karena perubahan temperature atau gerakan tanah atau jembatan. Korosi pada baja tulangan mengindikasikan adanya pengurangan kekuatan pada dek beton dan juga hilangnya lekatan baja tulangan dengan betonnya.
Sistem lantai jembatan beton dikaitkan dengan balok utama melalui balok pengikat/ pengaku/ bracing/ diapragma. Retak pada ujung-ujung bracing mungkin saja terjadi, juga retak-retak pada sayap sisi bawah balok utama prategang khususnya yang dikarenakan adanya overstress (overload). Balok utama beton bertulang mungkin akan mengalami retak lentur oleh beban berlebihan yang ditandai oleh retak vertical/ melintang sumbu panjang balok pada jarak-jarak tertentu. Retak-retak itu dapat mengundang uap air masuk lebih dalam sehingga dapat mengakibatkan korosi pada tulangan utama. Retak dengan lebar sampai 0,15mm masih dapat diterima tetapi perlu diwaspadai. Oleh pengaruh air asam atau garam, balok utama dan plat beton, khususnya pada sisi bawah, dapat terkorosi. Warna keputih-putihan merata menunjukkan adanya serangan garam, sedang warna keputih-putihan setempat dengan pola vertical menunjukkan adanya proses pelarutan kalsium karbonat oleh air. Reaksi air (H2O) dengan semen (C2S dan C3S) dalam pembuatan beton mempunyai kelemahan karena menimbulkan kalsium hidroksida, Ca(OH)2, yang dapat berreaksi dengan asam atau garam atau carbon di udara sehingga menimbulkan kalsium karbonat, CaCO3 atau gypsum CaSO4 atau kalsium klorida (CaCl) yang semuanya mempunyai sifat melemahkan beton atau baja tulangan.
Tumpuan jembatan berfungsi meneruskan beban berat jembatan dan kendaraan ke abutments atau piers. Umumnya tumpuan terbuat dari bahan yang sangat kuat misalnya baja keras atau karet keras yang dilapis plat baja. Tumpuan roll hanya berfungsi menahan beban vertical, sedang tumpuan sendi harus pula dapat meneruskan beban horizontal karena rem kendaraan.
4
Rubber bearing / bearing pad mempunyai fungsi ganda yaitu dapat menahan beban vertical dan juga gaya horizontal. Tumpuan karet keras ini kadang menimbulkan masalah karena memiliki kekenyalan sehingga dapat mengurangi kenyamanan pemakai jembatan yang pada gilirannya dapat mengurangi kestabilan.
Oleh adanya gerakan vertical dan horizontal searah sumbu jembatan maka pada sambungan dengan jalan dipasang alat yang memungkinkan gerakan itu dapat diakomodasi (sealant/ steel finger joint/ sliding plate joint/ bumper). Oleh adanya gerakan yang besar (kembang susut/ gaya rem/ gerakan tanah setempat) sering alat ini rusak atau aus.
Untuk mengamankan pejalan kaki dan pemakai kendaraan di jembatan dipasang curb dan railing. Kondisi keduanya harus dirawat dan dicat dengan jelas agar di waktu malam dapat dijadikan sebagai penuntun pemakai jalan (night visibility) .
Sub structure.
Kerusakan kolom dan pangkal jembatan umumnya disebabkan oleh beban air secara langsung berupa banjir atau berupa scouring. Beban air sering menyebabkan kolom penahan balok utama jembatan terdorong sehingga dapat menyebabkan keruntuhan pada jembatan. Sering pula bila air di bawah jembatan mengandung sulfat (missal pada jembatan di pinggir laut) maka serangan sulfat akan merusakkan kolom beton atau pleseteran dari pasangan batu kali.
Scouring terjadi karena butiran tanah lepas terbawa oleh arus air yang umumnya arus kuat terjadi pada saat banjir. Butiran yang lepas di sekitar piers atau abutments akan membahayakan kestabilan jembatan, khususnya bila tidak digunakan tiang pancang yang menumpu di atas tanah keras yang dalam. Dengan bertambahnya tinggi piers oleh scouring dapat mengurangi kekakuan struktur menyebabkan gangguan stabilitas dan kekuatan.
Peristiwa scouring dapat dibedakan menjadi : 1) aggradation dan degradation (menumpuk dan menghilangnya butiran dalam jangka panjang karena lingkungan yang terusik atau peristiwa alami lainnya). Penumpukan dapat menyebabkan berkurangnya kecepatan menaikkan elevasi muka air menambah gaya lateral, 2) general scour, yaitu berkurangnya material suplai dari hulu ke hilir sehingga material di sekitar bangunan tidak tergantikan, 3) local scour, meningkatnya kecepatan air oleh adanya penyempitan di sepanjang aliran sungai (misalnya oleh abutments atau piers jembatan) meningkatnya kecepatan akan membawa serta butiran lepas di sekitar bangunan itu. Kedalaman scouring sulit diprediksi tetapi “rule of thumb” mengatakan
5
bahwa kedalaman itu sama dengan 4 x selisih tinggi antara kondisi banjir dan kondisi paling rendah (low level).
Tata Cara Uji Kelayakan
Tatacara evaluasi kelayakan jembatan berdasarkan kemampuan jembatan menahan beban yang dimunculkan dalam bentuk faktor ketahanan (resistance factor) dibahas dalam tulisan di bawah ini. Faktor ketahanan dibagi dalam dua jenis : a) yang mendasarkan pada beban tertinggi (operating rating, opr) dan b) yang mendasarkan pada pada beban lebih rendah (inventory rating, inv). Beban tertinggi (operating rating) bersifat sementara, tidak terlalu sering dilakukan dan mendasarkan pada tegangan 75% tegangan lelehnya, sedang beban lebih rendah (inventory rating) mendasarkan pada 55% tegangan lelehnya, sering dilakukan dan berjangka panjang. Cara di atas mudah dilakukan pada evaluasi struktur baja atau kayu, namun tidak untuk beton. Untuk beton cara serupa dilakukan melalui rumusan berikut :
1. Tingkatan inventory :
ILLDLuinvMMMRF).3/5.(3,1.3,1
2. Tingkatan operating :
ILLDLuoprMMMRF.3,1.3,1
dengan :
Mu = momen terfaktor dari tampang plat atau gelagar, Mn
MDL = momen oleh beban mati
MLL = momen oleh beban hidup kendaraan
MLL+I = momen oleh beban hidup kendaraan dikalikan faktor kejut
RFinv = faktor ketahanan (rating factor) tingkatan inventory
RFopr = faktor ketahanan (rating factor) tingkatan operating
6
Umumnya momen nominal dihitung berdasarkan tulangan tunggal, berdasarkan tegangan leleh baja dan tegangan beton rencana/temuan lapangan dengan menggunakan konsep perancangan ultimit.
Di dalam Guide Specification for Strength Evaluation of Existing Steel and Concrete Bridges menggunakan persamaan umum seperti berikut :
)1.(...ILDRRFLDn
dengan :
I = faktor kejut oleh beban dinamik
L = pengaruh beban hidup kendaraan
D = pengaruh beban mati D = faktor beban mati D = faktor beban hidup
วพ = faktor reduksi kekuatan
Rn = kekuatan nominal
Faktor reduksi kekuatan biasanya diambil 0,8 sedang AASHTO menggunakan 0,9. Faktor kejut dapat didasarkan pada keadaan permukaan jalan di atas jembatan dan bervariasi antara 0,1 s/d 0,3 (bagus sampai sedang, rusak sedang, rusak berat). Faktor beban mati biasanya diambil 1,2 s/d 1,4 (diukur langsung atau prakiraan) sedang beban hidup 1,3 s/d 1,8 dengan pengawasan beban secara ketat (LHR < 1000 = 1,3 dan LHR > 1000 = 1,45) atau tanpa pengawasan beban secara ketat (LHR < 1000 =1,65 dan LHR > 1000 = 1,8). Faktor beban mati dan hidup ini masih dikalikan dengan faktor yang dikaitkan dengan cara analisis standar AASHTO =1 (baja/ beton), hasil investigasi lapangan = 1,03 (baja) dan 0,9 (beton). Faktor reduksi kekuatan juga bervariasi antara 0,9 s/d 0,55 (kondisi permukaan jembatan bagus sekali atau jelek sekali).
Menggunakan peraturan baru terakhir ini factor-faktor kondisi lapangan sudah diikut sertakan yang terlihat pada fleksibilitas faktor beban dan reduksi kekuatan (kondisi lingkungan, peraturan, perawatan dan cara inspeksi), sedang cara sebelumnya hanya sekedar membalik suatu prosedur perancangan.
Untuk medapatkan RF diperlukan penghitungan kemampuan momen terfaktor (Mu) atau kemampuan nominal (Rn), sedang untuk mengetahui momen rencana (D atau MDL , L atau MLL)
7
diperlukan standar bebean truk. Ada beberapa klasifikasi jenis truk misal tipe HS, tipe H, tipe 3, tipe 3S2 dan tipe 3-3. Pemilihan disesuaikan dengan peraturan yang digunakan atau tujuan yang hendak dicapai.
Mendasarkan pada tipe truk tersebut dapat diperoleh pula beban kotor (berat sendiri dan beban muatan) dari masing-masing tipe truk yang diijinkan melalui jembatan tersebut.
Persyaratan Administratif Bangunan Gedung sesuai dengan UU RI No 28 tahun 2002 dan Pembahasannya
Persyaratan Administratif Bangunan Gedung sesuai dengan UURI No 28 tahun 2002 dan Pembahasannya.
Permasalahan yang akan diangkat adalah mengkaji apa sajakah yang menjadi persyaratan dalam penyelenggaraan bangunan gedung termasuk persyaratan administratif bangunan gedung, persyaratan tata bangunan, persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung, persyaratan arsitektur bangunan gedung, persyaratan pengendalian dampak lingkungan, persyaratan keandalan bangunan gedung, persyaratan keselamatan dan persyaratan kesehatan.
Bab IV : PERSYARATAN BANGUNAN GEDUNG, UURI No 28 tahun 2002, tentang Bangunan Gedung
Bangunan gedung sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak, perwujudan produktivitas, dan jati diri manusia. Oleh karena itu, penyelenggaraan bangunan gedung perlu diatur dan dibina demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan serta penghidupan masyarakat, sekaligus untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, andal, berjati diri, serta seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya.
Bangunan gedung merupakan salah satu wujud fisik pemanfaatan ruang. Oleh karena itu dalam pengaturan bangunan gedung tetap mengacu pada pengaturan penataan ruang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung, setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung, serta harus diselenggarakan secara tertib.
Pengaturan persyaratan teknis dimaksudkan agar masyarakat dalam mendirikan bangunan gedung mengetahui secara jelas persyaratan-persyaratan teknis yang harus dipenuhi sehingga bangunan gedungnya dapat menjamin keselamatan pengguna dan lingkungannya, dapat ditempati secara aman, sehat, nyaman, dan aksesibel, sehingga secara keseluruhan dapat memberikan jaminan terwujudnya bangunan gedung yang fungsional, layak huni, berjati diri, dan produktif, serta serasi dan selaras dengan lingkungannya.
2
Dengan dipenuhinya persyaratan teknis bangunan gedung sesuai fungsi dan klasifikasinya, maka diharapkan kegagalan konstruksi maupun kegagalan bangunan gedung dapat dihindari, sehingga pengguna bangunan dapat hidup lebih tenang dan sehat, rohaniah dan jasmaniah yang akhirnya dapat lebih baik dalam berkeluarga, bekerja, bermasyarakat dan bernegara.
A. Persyaratan Bangunan Gedung
1. Syarat-Syarat Arsitektur Bangunan Gedung
a. Syarat penampilan bangunan gedung
1) Penampilan bangunan gedung harus dirancang dengan mempertimbangkan kaidah-kaidah estetika bentuk, karakteristik arsitektur dan lingkungan yang ada disekitarnya untuk lebih menciptakan kualitas lingkungan, seperti melalui harmonisasi nilai dan gaya arsitektur, penggunaan bahan serta warna bangunan gedung.
2) Penampilan bangunan gedung di kawasan cagar budaya harus dirancang dengan mempertimbangkan kaidah pelestarian yang menjadi dasar pertimbangan utama ditetapkannya kawasan tersebut sebagai cagar budaya, misalnya kawasan cagar budaya yang bangunan gedungnya berarsitektur cina, kolonial, atau berarsitektur melayu.
3) Penampilan bangunan gedung yang didirikan berdampingan dengan bangunan gedung yang dilestarikan, harus dirancang dengan mempertimbangkan kaidah estetika bentuk dan karakteristik dari arsitektur bangunan gedung yang dilestarikan misalnya kawasan berarsitektur melayu, atau kawasan berarsitektur modern.
4) Pemerintah daerah dapat menetapkan kaidah-kaidah arsitektur tertentu pada bangunan gedung untuk suatu kawasan setelah mendapat pertimbangan teknis tim ahli bangunan gedung misalnya pakar arsitektur, pemuka adat setempat, budayawan, dan mempertimbangkan pendapat publik khususnya masyarakat yang tinggal pada kawasan yang bersangkutan dan sekitarnya, dimaksudkan agar ikut membahas, menyampaikan pendapat, menyepakati, dan melaksanakan dengan kesadaran serta ikut memiliki. Pendapat publik diperoleh melalui proses dengan pendapat publik, atau forum dialog publik.
3
b. Syarat-syarat tata ruang dalam
Tata ruang dalam bangunan meliputi tata letak ruang dan tata ruang dalam bangunan gedung harus memperhatikan :
1) Fungsi ruang
Pertimbangan fungsi ruang diwujudkan dalam efisiensi dan efektivitas tata ruang dalam. Yang dimaksud dengan efisiensi adalah perbandingan antara ruang efektif dan ruang sirkulasi, tata letak perabot, dimensi ruang terhadap jumlah pengguna, dll. Sedangkan efektivitas tata ruang dalam adalah tata letak ruang yang sesuai dengan fungsinya, kegiatan yang berlangsung di dalamnya, hubungan antar ruang, dll.
2) Arsitektur bangunan gedung
Pertimbangan arsitektur bangunan gedung diwujudkan dalam pemenuhan tata ruang dalam terhadap kaidah-kaidah arsitektur bangunan gedung secara keseluruhan.
3) Keandalan bangunan gedung
Pertimbangan keandalan bangunan gedung diwujudkan dalam pemenuhan persyaratan keselamatan dalam tata ruang dalam dan interior melalui penggunaan bahan bangunan dan sarana jalan keluar, kesehatan dalam tata ruang dalam dan interior melalui tata pencahayaan alami dan/atau buatan, ventilasi udara alami dan/atau buatan, dan penggunaan bahan bangunan, kenyamanan dalam tata ruang dalam melalui besaran ruang, sirkulasi dalam ruang, dan penggunaan bahan bangunan, dan kemudahan dalam tata letak ruang dan interior melalui pemenuhan aksesibilitas antar ruang
c. Syarat keseimbangan, keserasian dan keselarasan bangunan gedung
Keseimbangan, keserasian dan keselarasan bangunan gedung harus memperhatikan :
1) Terciptanya ruang luar bangunan gedung
Ruang luar bangunan gedung diwujudkan untuk sekaligus mendukung pemenuhan persyaratan keselamatan, keehatan, kenyamanan dan kemudahan bangunan gedung, disamping mewadahi kegiatan pendukung fungsi bangunan gedung dan daerah hijau di sekitar bangunan.
2) Ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya
4
Ruang terbuka hijau diwujudkan dengan memperhatikan potensi unsur-unsur alami yang ada dalam tapak seperti danau, sungai, pohon-pohon menahun, tanah serta permukaan tanah dan dapat berfungsi untuk kepentingan ekologis, sosial, ekonomi serta estetika.
3) Pertimbangan terhadap terciptanya ruang luar bangunan gedung dan ruang terbuka hijau diwujudkan dalam pemenuhan persyaratan daerah resapan yang berkaitan dengan pemenuhan persyaratan minimal koefisien daerah hijau yang harus disediakan, akses penyelamatan untuk bangunan umum berkaitan dengan penyediaan akses kendaraan penyelamatan, seperti kendaraan pemadam kebakaran dan ambulan, untuk masuk ke dalam site bangunan gedung yang bersangkutan, sirkulasi kendaraan dan manusia, serta terpenuhinya kebutuhan prasarana dan sarana di luar bangunan gedung.
2. Syarat-Syarat Pengendalian Dampak Lingkungan
a. Syarat-syarat penampilan bangunan gedung
Penerapan persyaratan pengendalian dampak lingkungan hanya berlaku bagi bangunan gedung yang dapat menimbulkan dampak penting yaitu perubahan yang sangat mendasar pada suatu lingkungan yang diakibatkan oleh suatu kegiatan terhadap lingkungan. Bangunan gedung yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan adalah bangunan gedung yang dapat menyebabkan :
1) perubahan pada sifat-sifat fisik dan/atau hayati lingkungan, yang melampaui baku mutu lingkungan menurut peraturan perubdang-undangan;
2) perubahan mendasar pada komponen lingkungan yang melampaui criteria yang diakui berdasarkan pertimbangan ilmiah;
3) terancam dan/atau punahnya spesies-spesies yang langka dan/atau endemic, dan/atau dilindungi menurut peraturan perundang-undangan atau kerusakan habibat alaminya;
4) kerusakan atau gangguan terhadap kawasan lindung (seperti hutan lindung, cagar alam, taman nasional, dan suaka margasatwa) yang ditetapkan menurut peraturan perundang-undangan;
5) kerusakan atau punahnya benda-benda dan bangunan gedung peninggalan sejarah yang bernilai tinggi;
5
6) perubahan areal yang mempunyai nilai keindahan alami yang tinggi;
7) timbulnya konflik atau kontroversi dengan masyarakat dan/atau Pemerintah
b. Persyaratan lingkungan bangunan gedung meliputi :
1) ruang terbuka hijau pekarangan
2) ruang sempadan bangunan
3) tapak basement
4) hijau pada bangunan
5) sirkulasi dan fasilitas parkir
6) pertandaan
7) pencahayaan ruang luar bangunan gedung
c. Persyaratan terhadap dampak lingkungan berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 15.
1) Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup.
2) Analisis mengenai dampak lingkungan hidup di satu sisi merupakan bagian studi kelayakan untuk melaksanakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, di sisi lain merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan. Berdasarkan analisis ini dapat diketahui secara lebih jelas dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, baik dampak negatif maupun dampak positif yang akan timbul dari usaha dan/atau kegiatan sehingga dapat dipersiapkan langkah untuk menanggulangi dampak negatif dan mengembangkan dampak positif.
Untuk mengukur atau menentukan dampak besar dan penting tersebut di antaranya digunakan kriteria mengenai:
a) Besarnya jumlah manusia yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;
b) Luas wilayah penyebaran dampak;
c) Intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d) Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
e) Sifat kumulatif dampak;
6
f) Berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak
3) Persyaratan teknis pengelolaan dampak lingkungan meliputi :
a) Persyaratan teknis bangunan
b) Persyaratan pelaksanaan konstruksi
c) Pembuangan limbah cair dan padat
d) Pengelolaan daerah bencana
3. Syarat-syarat Keandalan Bangunan Gedung
Persyaratan keandalan bangunan gedung adalah keadaaan bangunan gedung yang memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan bangunan gedung sesuai dengan kebutuhan fungsi yang telah ditetapkan berdasarkan fungsi bangunan gedung
4. Syarat-syarat Keselamatan Bangunan Gedung
Persyaratan keselamatan bangunan gedung meliputi :
a. Persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban muatan
Persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban muatannya merupakan kemampuan struktur bangunan gedung yang stabil dan kukuh dalam mendukung beban muatan sampai dengan kondisi pembebanan maksimum, dalam mendukung beban muatan hidup dan beban muatan mati seperti beban berat sendiri, beban manusia, dan beban barang, serta untuk daerah/zona tertentu kemampuan untuk mendukung beban muatan yang timbul akibat perilaku alam, seperti gempa (tektonik/vulkanik) dan angin ribut/badai, menurunnya kekuatan material yang disebabkan oleh penyusutan, relaksasi, kelelahan, dan perbedaan panas, serta kemungkinan tanah longsor, banjir, dan bahaya kerusakan akibat serangga perusak dan jamur.
Besarnya beban muatan dihitung berdasarkan fungsi bangunan gedung pada kondisi pembebanan maksimum dan variasi pembebanan yaitu variasi beban bangunan gedung pada kondisi kosong, atau sebagian kosong dan sebagaian maksimum,agar bila terjadi keruntuhan pengguna bangunan gedung masih dapat menyelamatkan diri.
7
Setiap bangunan gedung, strukturnya harus direncanakan kuat/kokoh, dan stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability) selama umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan gedung, lokasi, keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.
1) Yang dimaksud dengan ”kuat/kokoh” adalah kondisi struktur bangunan gedung yang kemungkinan terjadinya kegagalan struktur bangunan gedung sangat kecil, yang kerusakan strukturnya masih dalam batas-batas persyaratan teknis yang masih dapat diterima selama umur bangunan yang direncanakan
2) Yang dimaksud dengan ”stabil” adalah kondisi struktur bangunan gedung yang tidak mudah terguling, miring, atau tergeser selama umur bangunan yang direncanakan
3) Yang dimaksud dengan ”persyaratan kelayakan” (serviceability) adalah kondisi struktur bangunan gedung yang selain memenuhi persyaratan keselamatan juga memberikan rasa aman, nyaman, dan selamat bagi pengguna
4) Yang dimaksud dengan ”keawetan struktur” adalah umur struktur yang panjang (lifetime) sesuai dengan rencana, tidak mudah rusak, aus, lelah (fatique) dalam memikul beban
5) Dalam hal bangunan gedung menggunakan bahan bangunan prefabrikasi, bahan bangunan prefabrikasi tersebut harus dirancang sehingga memiliki sistem sambungan yang baik dan andal, serta mampu bertahan terhadap gaya anngkat pada saat pemasangan
6) Perencanaan struktur juga harus mempertimbangkan katahanan bahan bangunan terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh cuaca, serangga perusak dan/atau jamur, dan menjamin keandalan bangunan gedung sesuai umur layanan teknis yang direncanakan
b. Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran
Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran merupakan kemampuan bangunan gedung untuk melakukan pengamanan terhadap bahaya kebakaran melalui sistem proteksi pasif yaitu suatu sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung yang berbasis
8
pada disain struktur dan arsitekur sehingga bangunan gedung itu sendiri secara structural stabil dalam waktu tertentu dan dapat menghambat penjalaran api serta panas bila terjadi kebakaran dan/atau proteksi aktif yaitu sistem deteksi dan alarm kebakaran, sedangkan sistem proteksi aktif dalam memadamkan kebakaran adalah sistemhidran, hose-reel, system sprinkler, dan pemadam api ringan.
1) Pengamanan terhadap bahaya kebakaran dilakukan dengan sistem proteksi pasif meliputi kemampuan stabilitas struktur dan elemennya, konstruksi tahan api, kompartemenisasi dan pemisahan, serta proteksi pada bukaan yang ada untuk menahan dan membatasi kecepatan menjalarnya api dan asap kebakaran yang didasarkan pada fungsi/klasifikasi risiko kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam bangunan.
a) Konstruksi tahan api adalah konstruksi yang unsur struktur pembentuknya tahan api dan mampu menahan secara structural terhadap beban mauatannya yang dinyatakan dalam tingkat ketahanan api (TKA) elemen bangunan, yang meliputi ketahanan dalam memikul beban, penjalaran api (integritas), dan penjalaran panas (isolasi)
b) Kompartemenisasi adalah penyekatan ruang dalam luasan maksmum dan/atau volume maksimum ruang sesuai dengan klasifikasi bangunan dan tipe konstruksi tahan api yang diperhitungkan. Dinding penyekat pembentuk kompartemen dimaksudkan untuk melokalisir api dan asap kebakaran, atau mencegah penjalaran panas ke ruang bersebelahan
c) Pemisahan adalah pemisahan vertical pada bukaan dinding luar, pemisahan oleh dinding tahan api, dan pemisahan pada shaft lift.
d) Bukaan adalah lubang pada dinding atau lubang utilitas (ducting AC, plumbing, dsb) yang harus dilindungi atau diberi katup penyetop api/asap untuk mencegah merambatnya api/asap ke ruang lainnya.
e) Untuk mendukung efektivitas system proteksi pasif dipertimbangkan adanya jalan lingkungan yang dapat dilalui oleh mobil pemadam kebakaran dan/atau jalan belakang (brandgang) yang dapat dipakai untuk evakuasi dan/atau pemadaman api.
9
Pengamanan terhadap bahaya kebakaran dilakukan dengan sistem proteksi aktif meliputi kemampuan peralatan dalam mendeteksi dan memadamkan kebakaran, pengendalian asap, dan sarana penyelamatan kebakaran yang didasarkan pada fungsi, klasifikasi, luas, ketinggian, volume bangunan, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam bangunan gedung. Bangunan gedung dengan fungsi, klasifikasi, luas, jumlah lantai, dan/atau dengan jumlah penghuni tertentu, antara lain :
(1) Bangunan umum dengan penghuni minimal 500 orang, atau yang memiliki luas lantai minimal 5.000 m2, dan/atau mempunyai ketinggian lebih dari 8 lantai;
(2) Bangunan industri dengan jumlah penghuni minimal 500 orang, atau yang memiliki luas lantai minimal 5.000 m2, atau luas site/areal lebih dari 5.000 m2 dan/atau terdapat bahan berbahaya yang mudah terbakar;
(3) Bangunan gedung fungsi khusus
c. Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah bahaya petir
Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah bahaya petir merupakan kemampuan bangunan gedung untuk melakukan pengamanan terhadap bahaya petir melalui sistem penangkal petir. Pengamanan terhadap bahaya petir melalui sistem penangkal petir merupakan kemampuan bangunan gedung untuk melindungi semua bagian bangunan gedung, termasuk manusia di dalamnya terhadap bahaya sambaran petir. Sistem penangkal petir merupakan instalasi penangkal petir yang harus dipasang pada setiap bangunan gedung yang karena letak, sifat geografis, bentuk, dan penggunannya mempunyai resiko terkena sambaran petir.
5. Syarat-syarat Kesehatan Bangunan Gedung
Persyaratan kesehatan bangunan gedung meliputi :
a. Persyaratan sistem penghawaan.
Sistem penghawaan merupakan kebutuhan sirkulasi dan pertukaran udara yang harus disediakan pada bangunan gedung, melalui bukaan dan/atau ventilasi alami dan/atau ventilasi buatan juga harus mempertimbangkan prinsip-prinsip
10
penghematan energi dalam bangunan gedung. Bangunan gedung tempat tinggal, bangunan gedung pelayanan kesehatan khususnya ruang perawatan, bangunan gedung pendidikan khususnya ruang kelas, bangunan pelayanan umum lainnya , seperti kantor pos, kantor polisi, kantor kelurahan, dan gedung parkir harus mempunyai bukaan permanen yaitu bagian pada dinding yang terbuka secara tetap untuk memungkinkan sirkulasi udara, kisi-kisi pada pintu dan jendela dan/atau bukaan permanen yang dapat dibuka untuk kepentingan ventilasi alami. Bangunan gedung parkir baik yang berdiri sendiri maupun yang menjadi satu dengan bangunan gedung fungsi utama, setiap lantainya harus mempunyai sistem ventilasi alami permanen yang memadai
b. Persyaratan ventilasi
Ventilasi alami harus memenuhi ketentuan bukaan permanen, kisi-kisi pada pintu dan jendela, sarana lain yang dapat dibuka dan/atau dapat berasal dari ruangan yang bersebelahan untuk memberikan sirkulasi udara yang sehat. Ventilasi mekanik/buatan harus disediakan jika ventilasi alami tidak dapat memenuhi syarat. Persyaratan ventilasi mekanik/buatan, antara lain :
1) Penempatan fan sebagai ventilasi mekanik/buatan harus memungkinkan pelepasan udara keluar dan masuknya udara segar, atau sebaliknya;
2) Bilamana digunakan ventilasi mekanikbuatan, sistem tersebut harus bekerja terus menerus selama ruang tersebut dihuni;
3) Penggunaan ventilasi mekanik/buatan harus memperhitungkan besarnya pertukaran udara yang disarankan untuk berbagai fungsi ruang dalam bangunan gedung;
4) Bangunan atau ruang parkir tertutup harus dilengkapi dengan sistem ventilasi mekanik/buatan untuk pertukaran udara, dan
5) Gas buang mobil pada setiap lantai ruang parkir bawah tanah (basemen) tidak boleh mencemari udara bersih pada lantai lainnya.
c. Persyaratan pencahayaan.
Sistem pencahayaan merupakan kebutuhan pencahayaan yang harus disediakan pada bangunan gedung melalui :
1) Sistem pencahayaan alami
11
Bangunan gedung tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan bangunan pelayanan umum harus mempunyai bukaan untuk pencahayaan alami. Pencahayaan alami dapat berupa bukaan pada bidang dinding, dinding tembus cahaya, dan/atau atap tembus cahaya.
Dinding tembus cahaya misalnya dinding yang menggunakan kaca. Atap tembus cahaya misalnya penggunaan genteng kaca atau skylight. Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan fungsi bangunan gedung dan fungsi masing-masing ruang di dalam bangunan gedung.
2) Sistem pencahayaan buatan dan pencahayaan darurat
a) Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam bangunan gedung dengan mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi yang digunakan, dan penempatannya tidak menimbulkan efek silau atau pantulan. Tingkat iluminasi atau tingkat pencahayaan pada suatu ruangan pada umumnya didefinisikan sebagai tingkat pencahayaan rata-rata pada bidang kerja. Yang dimaksud dengan bidang kerja adalah bidang horizontal imajiner yang terletak 0,75 m di atas lantai pada seluruh ruangan.Silau sebagai akibat penggunaan pencahayaan alami dari sumber sinar matahari langsung, langit yang cerah, objek luar, maupun dari pantulan kaca dan sebagainya, perlu dikendalikan agar tidak mengganggu tingkat iluminasi yang dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam bangunan gedung.
b) Pencahayaan buatan yang digunakan untuk pencahayaan darurat harus dipasang pada bangunan gedung dengan fungsi tertentu, serta dapat bekerja secara otomatis dan mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk evakuasi yang aman.
Pencahayaan darurat yang berupa lampu darurat dipasang pada :
(1) lobby dan koridor;
(2) ruangan yang mempunyai luas lebih dari 300 m2
c) Semua sistem pencahayaan buatan, kecuali yang diperlukan untuk pencahayaan darurat, harus dilengkapi dengan pengendali manual, dan/atau otomatis, serta ditempatkan pada tempat yang mudah dicapai/dibaca oleh pengguna ruang.
12
d. Persyaratan sanitasi.
Untuk memenuhi persyaratan sistem sanitasi, setiap bangunan gedung harus dilengkapi dengan :
1) Sistem air bersih
Sistem air bersih harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan sumber air bersih dan sistem distribusinya. Sumber air bersih dapat diperoleh dari sumber air berlangganan dan/atau sumber air lainnya yang memenuhi persyaratan kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Sumber air lainnya dapat berupa air tanah, air permukaan, air hujan, dll. Perencanaan sistem distribusi air bersih dalam bangunan gedung harus memenuhi debit air dan tekanan minimal yang disyaratkan.
2) Sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah.
Sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya. Sistem pengolahan air limbah dapat berupa sistem pengolahan air limbah yang berdiri sendiri seperti septictank atau sistem pengolahan air limbah terintegrasi dalam suatu lingkungan/kawasan/kota. Pertimbangan jenis air kotor dan/atau air limbah diwujudkan dalam bentuk pemilihan sistem pengaliran/pembuangan dan penggunan peralatan yang dibutuhkan. Pertimbangan tingkat bahaya air kotor dan/atau air limbah diwujudkan dalam bentuk sistem pengolahan dan pembuangannya.
3) Sistem pembuangan kotoran dan sampah.
Sistem pembuangan kotoran dan sampah harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan fasilitas penampungan dan sejenisnya. Fasilitas penampungan dan/atau pengolahan sampah disediakan pada setiap bangunan gedung dan/atau terpadu dalam suatu kawasan. Pertimbangan fasilitas penampungan diwujudkan dalam bentuk penyediaan tempat penampungan kooran dan sampah pada masing-masing bangunan gedung, yang diperhitungkan berdasarkan fungsi bangunan, jumlah penghuni, dan volume kotoran dan sampah. Penyediaan tempat penampungan kotoran dan sampah juga diperhitungkan dengan mempertimbangkan sistem pengelolaan sampah
13
kota. Pertimbangan jenis kotoran dan sampah diwujudkan dalam bentuk penempatan pewadahan dan/atau pengolahannya yang tidak mengganggu kesehatan penghuni, masyarakat dan lingkungannya.
4) Sistem penyaluran air hujan.
Sistem penyaluran air hujan harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan ketinggian, permukaan iar tanah, permeabilitas tanah, dan ketersediaan jaringan drainase lingkungan/kota. Permeabilitas tanah adalah daya serap tanah terhadap air hujan. Setiap bangunan gedung dan pekarangannya harus dilengkapi dengan sistem penyaluran air hujan. Kecuali untuk daerah tertentu, air hujan harus diresapkan ke dalam tanah pekarangan dan/atau dialirkan ke sumur resapan sebelum dialirkan ke jaringan drainase lingkungan/kota sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Yang dimaksud dengan daerah tertentu adalah daerah yang muka air tanah tinggi (diukur sekurang-kurangnya 3 m dari permukaan tanah) atau daerah-daerah lereng/pegunungan yang secara geoteknik mudah longsor. Untuk daerah yang tinggi muka air tanahnya kurang dari 3 m, atau permeabilitas tanahnya kurang dari 2 cm/jam, atau persyaratan jaraknya tidak memenuhi syarat, maka air hujan langsung dialirkan ke sistem penampungan air hujan terpusat seperti waduk, dsb, melalui sistem drainase lingkungan/kota. Bila belum tersedia jaringan drainase kota ataupun sebab lain yang dapat diterima, maka penyaluran air hujan harus dilakukan dengan cara lain yang dibenarkan oleh instansi yang berwenang. Sistem penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah terjadinya endapan dan penyumbatan pada saluran.
e. Persyaratan penggunaan bahan bangunan gedung
Untuk memenuhi persyaratan penggunaan bahan bangunan gedung, setiap bangunan gedung harus menggunakan bahan bangunan yang aman bagi kesehatan pengguna bangunan gedung dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Penggunaan bahan bangunan yang aman bagi kesehatan pengguna bangunan gedunng harus tidak mengandung bahan-bahan berbahaya/beracun bagi kesehatan, dan aman bagi pengguna bangunan gedung. Penggunaan bahan bangunan yang tidak berdampak negatif terhadap lingkungan harus :
14
1) menghindari timbulnya efek silau dan pantulan bagi pengguna bangunan gedung lain, masyarakat, dan lingkungan sekitarnya;
2) menghindari timbulnya efek peningkatan suhu lingkungan di sekitarnya;
3) mempertimbangkan prinsip-prinsip konservasi energi; dan
4) mewujudkan bangunan gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya.
Pemanfaatan dan penggunaan bahan bangunan lokal harus sesuai dengan kebutuhan dan memperhatikan kelestarian lingkungan.
B. Persyaratan Penggunaan Bahan Bangunan Gedung
Penggunaan bahan bangunan yang tidak berdampak negatif terhadap lingkungan harus :
1. Menghindari tibulnya efek silau dan pantulan bagi pengguna bangunan gedung lain, masyarakat dan lingkungan sekitarnya;
2. Menghindari timbulnya efek peningkatan suhu lingkungan di sekitarnya;
3. Mempertimbangkan prinsip-prinsip konservasi energi;
4. Mewujudkan bangunan gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya.
Permasalahan yang akan diangkat adalah mengkaji apa sajakah yang menjadi persyaratan dalam penyelenggaraan bangunan gedung termasuk persyaratan administratif bangunan gedung, persyaratan tata bangunan, persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung, persyaratan arsitektur bangunan gedung, persyaratan pengendalian dampak lingkungan, persyaratan keandalan bangunan gedung, persyaratan keselamatan dan persyaratan kesehatan.
Bab IV : PERSYARATAN BANGUNAN GEDUNG, UURI No 28 tahun 2002, tentang Bangunan Gedung
Bangunan gedung sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak, perwujudan produktivitas, dan jati diri manusia. Oleh karena itu, penyelenggaraan bangunan gedung perlu diatur dan dibina demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan serta penghidupan masyarakat, sekaligus untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, andal, berjati diri, serta seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya.
Bangunan gedung merupakan salah satu wujud fisik pemanfaatan ruang. Oleh karena itu dalam pengaturan bangunan gedung tetap mengacu pada pengaturan penataan ruang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung, setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung, serta harus diselenggarakan secara tertib.
Pengaturan persyaratan teknis dimaksudkan agar masyarakat dalam mendirikan bangunan gedung mengetahui secara jelas persyaratan-persyaratan teknis yang harus dipenuhi sehingga bangunan gedungnya dapat menjamin keselamatan pengguna dan lingkungannya, dapat ditempati secara aman, sehat, nyaman, dan aksesibel, sehingga secara keseluruhan dapat memberikan jaminan terwujudnya bangunan gedung yang fungsional, layak huni, berjati diri, dan produktif, serta serasi dan selaras dengan lingkungannya.
2
Dengan dipenuhinya persyaratan teknis bangunan gedung sesuai fungsi dan klasifikasinya, maka diharapkan kegagalan konstruksi maupun kegagalan bangunan gedung dapat dihindari, sehingga pengguna bangunan dapat hidup lebih tenang dan sehat, rohaniah dan jasmaniah yang akhirnya dapat lebih baik dalam berkeluarga, bekerja, bermasyarakat dan bernegara.
A. Persyaratan Bangunan Gedung
1. Syarat-Syarat Arsitektur Bangunan Gedung
a. Syarat penampilan bangunan gedung
1) Penampilan bangunan gedung harus dirancang dengan mempertimbangkan kaidah-kaidah estetika bentuk, karakteristik arsitektur dan lingkungan yang ada disekitarnya untuk lebih menciptakan kualitas lingkungan, seperti melalui harmonisasi nilai dan gaya arsitektur, penggunaan bahan serta warna bangunan gedung.
2) Penampilan bangunan gedung di kawasan cagar budaya harus dirancang dengan mempertimbangkan kaidah pelestarian yang menjadi dasar pertimbangan utama ditetapkannya kawasan tersebut sebagai cagar budaya, misalnya kawasan cagar budaya yang bangunan gedungnya berarsitektur cina, kolonial, atau berarsitektur melayu.
3) Penampilan bangunan gedung yang didirikan berdampingan dengan bangunan gedung yang dilestarikan, harus dirancang dengan mempertimbangkan kaidah estetika bentuk dan karakteristik dari arsitektur bangunan gedung yang dilestarikan misalnya kawasan berarsitektur melayu, atau kawasan berarsitektur modern.
4) Pemerintah daerah dapat menetapkan kaidah-kaidah arsitektur tertentu pada bangunan gedung untuk suatu kawasan setelah mendapat pertimbangan teknis tim ahli bangunan gedung misalnya pakar arsitektur, pemuka adat setempat, budayawan, dan mempertimbangkan pendapat publik khususnya masyarakat yang tinggal pada kawasan yang bersangkutan dan sekitarnya, dimaksudkan agar ikut membahas, menyampaikan pendapat, menyepakati, dan melaksanakan dengan kesadaran serta ikut memiliki. Pendapat publik diperoleh melalui proses dengan pendapat publik, atau forum dialog publik.
3
b. Syarat-syarat tata ruang dalam
Tata ruang dalam bangunan meliputi tata letak ruang dan tata ruang dalam bangunan gedung harus memperhatikan :
1) Fungsi ruang
Pertimbangan fungsi ruang diwujudkan dalam efisiensi dan efektivitas tata ruang dalam. Yang dimaksud dengan efisiensi adalah perbandingan antara ruang efektif dan ruang sirkulasi, tata letak perabot, dimensi ruang terhadap jumlah pengguna, dll. Sedangkan efektivitas tata ruang dalam adalah tata letak ruang yang sesuai dengan fungsinya, kegiatan yang berlangsung di dalamnya, hubungan antar ruang, dll.
2) Arsitektur bangunan gedung
Pertimbangan arsitektur bangunan gedung diwujudkan dalam pemenuhan tata ruang dalam terhadap kaidah-kaidah arsitektur bangunan gedung secara keseluruhan.
3) Keandalan bangunan gedung
Pertimbangan keandalan bangunan gedung diwujudkan dalam pemenuhan persyaratan keselamatan dalam tata ruang dalam dan interior melalui penggunaan bahan bangunan dan sarana jalan keluar, kesehatan dalam tata ruang dalam dan interior melalui tata pencahayaan alami dan/atau buatan, ventilasi udara alami dan/atau buatan, dan penggunaan bahan bangunan, kenyamanan dalam tata ruang dalam melalui besaran ruang, sirkulasi dalam ruang, dan penggunaan bahan bangunan, dan kemudahan dalam tata letak ruang dan interior melalui pemenuhan aksesibilitas antar ruang
c. Syarat keseimbangan, keserasian dan keselarasan bangunan gedung
Keseimbangan, keserasian dan keselarasan bangunan gedung harus memperhatikan :
1) Terciptanya ruang luar bangunan gedung
Ruang luar bangunan gedung diwujudkan untuk sekaligus mendukung pemenuhan persyaratan keselamatan, keehatan, kenyamanan dan kemudahan bangunan gedung, disamping mewadahi kegiatan pendukung fungsi bangunan gedung dan daerah hijau di sekitar bangunan.
2) Ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya
4
Ruang terbuka hijau diwujudkan dengan memperhatikan potensi unsur-unsur alami yang ada dalam tapak seperti danau, sungai, pohon-pohon menahun, tanah serta permukaan tanah dan dapat berfungsi untuk kepentingan ekologis, sosial, ekonomi serta estetika.
3) Pertimbangan terhadap terciptanya ruang luar bangunan gedung dan ruang terbuka hijau diwujudkan dalam pemenuhan persyaratan daerah resapan yang berkaitan dengan pemenuhan persyaratan minimal koefisien daerah hijau yang harus disediakan, akses penyelamatan untuk bangunan umum berkaitan dengan penyediaan akses kendaraan penyelamatan, seperti kendaraan pemadam kebakaran dan ambulan, untuk masuk ke dalam site bangunan gedung yang bersangkutan, sirkulasi kendaraan dan manusia, serta terpenuhinya kebutuhan prasarana dan sarana di luar bangunan gedung.
2. Syarat-Syarat Pengendalian Dampak Lingkungan
a. Syarat-syarat penampilan bangunan gedung
Penerapan persyaratan pengendalian dampak lingkungan hanya berlaku bagi bangunan gedung yang dapat menimbulkan dampak penting yaitu perubahan yang sangat mendasar pada suatu lingkungan yang diakibatkan oleh suatu kegiatan terhadap lingkungan. Bangunan gedung yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan adalah bangunan gedung yang dapat menyebabkan :
1) perubahan pada sifat-sifat fisik dan/atau hayati lingkungan, yang melampaui baku mutu lingkungan menurut peraturan perubdang-undangan;
2) perubahan mendasar pada komponen lingkungan yang melampaui criteria yang diakui berdasarkan pertimbangan ilmiah;
3) terancam dan/atau punahnya spesies-spesies yang langka dan/atau endemic, dan/atau dilindungi menurut peraturan perundang-undangan atau kerusakan habibat alaminya;
4) kerusakan atau gangguan terhadap kawasan lindung (seperti hutan lindung, cagar alam, taman nasional, dan suaka margasatwa) yang ditetapkan menurut peraturan perundang-undangan;
5) kerusakan atau punahnya benda-benda dan bangunan gedung peninggalan sejarah yang bernilai tinggi;
5
6) perubahan areal yang mempunyai nilai keindahan alami yang tinggi;
7) timbulnya konflik atau kontroversi dengan masyarakat dan/atau Pemerintah
b. Persyaratan lingkungan bangunan gedung meliputi :
1) ruang terbuka hijau pekarangan
2) ruang sempadan bangunan
3) tapak basement
4) hijau pada bangunan
5) sirkulasi dan fasilitas parkir
6) pertandaan
7) pencahayaan ruang luar bangunan gedung
c. Persyaratan terhadap dampak lingkungan berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 15.
1) Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup.
2) Analisis mengenai dampak lingkungan hidup di satu sisi merupakan bagian studi kelayakan untuk melaksanakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, di sisi lain merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan. Berdasarkan analisis ini dapat diketahui secara lebih jelas dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, baik dampak negatif maupun dampak positif yang akan timbul dari usaha dan/atau kegiatan sehingga dapat dipersiapkan langkah untuk menanggulangi dampak negatif dan mengembangkan dampak positif.
Untuk mengukur atau menentukan dampak besar dan penting tersebut di antaranya digunakan kriteria mengenai:
a) Besarnya jumlah manusia yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;
b) Luas wilayah penyebaran dampak;
c) Intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d) Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
e) Sifat kumulatif dampak;
6
f) Berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak
3) Persyaratan teknis pengelolaan dampak lingkungan meliputi :
a) Persyaratan teknis bangunan
b) Persyaratan pelaksanaan konstruksi
c) Pembuangan limbah cair dan padat
d) Pengelolaan daerah bencana
3. Syarat-syarat Keandalan Bangunan Gedung
Persyaratan keandalan bangunan gedung adalah keadaaan bangunan gedung yang memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan bangunan gedung sesuai dengan kebutuhan fungsi yang telah ditetapkan berdasarkan fungsi bangunan gedung
4. Syarat-syarat Keselamatan Bangunan Gedung
Persyaratan keselamatan bangunan gedung meliputi :
a. Persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban muatan
Persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban muatannya merupakan kemampuan struktur bangunan gedung yang stabil dan kukuh dalam mendukung beban muatan sampai dengan kondisi pembebanan maksimum, dalam mendukung beban muatan hidup dan beban muatan mati seperti beban berat sendiri, beban manusia, dan beban barang, serta untuk daerah/zona tertentu kemampuan untuk mendukung beban muatan yang timbul akibat perilaku alam, seperti gempa (tektonik/vulkanik) dan angin ribut/badai, menurunnya kekuatan material yang disebabkan oleh penyusutan, relaksasi, kelelahan, dan perbedaan panas, serta kemungkinan tanah longsor, banjir, dan bahaya kerusakan akibat serangga perusak dan jamur.
Besarnya beban muatan dihitung berdasarkan fungsi bangunan gedung pada kondisi pembebanan maksimum dan variasi pembebanan yaitu variasi beban bangunan gedung pada kondisi kosong, atau sebagian kosong dan sebagaian maksimum,agar bila terjadi keruntuhan pengguna bangunan gedung masih dapat menyelamatkan diri.
7
Setiap bangunan gedung, strukturnya harus direncanakan kuat/kokoh, dan stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability) selama umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan gedung, lokasi, keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.
1) Yang dimaksud dengan ”kuat/kokoh” adalah kondisi struktur bangunan gedung yang kemungkinan terjadinya kegagalan struktur bangunan gedung sangat kecil, yang kerusakan strukturnya masih dalam batas-batas persyaratan teknis yang masih dapat diterima selama umur bangunan yang direncanakan
2) Yang dimaksud dengan ”stabil” adalah kondisi struktur bangunan gedung yang tidak mudah terguling, miring, atau tergeser selama umur bangunan yang direncanakan
3) Yang dimaksud dengan ”persyaratan kelayakan” (serviceability) adalah kondisi struktur bangunan gedung yang selain memenuhi persyaratan keselamatan juga memberikan rasa aman, nyaman, dan selamat bagi pengguna
4) Yang dimaksud dengan ”keawetan struktur” adalah umur struktur yang panjang (lifetime) sesuai dengan rencana, tidak mudah rusak, aus, lelah (fatique) dalam memikul beban
5) Dalam hal bangunan gedung menggunakan bahan bangunan prefabrikasi, bahan bangunan prefabrikasi tersebut harus dirancang sehingga memiliki sistem sambungan yang baik dan andal, serta mampu bertahan terhadap gaya anngkat pada saat pemasangan
6) Perencanaan struktur juga harus mempertimbangkan katahanan bahan bangunan terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh cuaca, serangga perusak dan/atau jamur, dan menjamin keandalan bangunan gedung sesuai umur layanan teknis yang direncanakan
b. Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran
Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran merupakan kemampuan bangunan gedung untuk melakukan pengamanan terhadap bahaya kebakaran melalui sistem proteksi pasif yaitu suatu sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung yang berbasis
8
pada disain struktur dan arsitekur sehingga bangunan gedung itu sendiri secara structural stabil dalam waktu tertentu dan dapat menghambat penjalaran api serta panas bila terjadi kebakaran dan/atau proteksi aktif yaitu sistem deteksi dan alarm kebakaran, sedangkan sistem proteksi aktif dalam memadamkan kebakaran adalah sistemhidran, hose-reel, system sprinkler, dan pemadam api ringan.
1) Pengamanan terhadap bahaya kebakaran dilakukan dengan sistem proteksi pasif meliputi kemampuan stabilitas struktur dan elemennya, konstruksi tahan api, kompartemenisasi dan pemisahan, serta proteksi pada bukaan yang ada untuk menahan dan membatasi kecepatan menjalarnya api dan asap kebakaran yang didasarkan pada fungsi/klasifikasi risiko kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam bangunan.
a) Konstruksi tahan api adalah konstruksi yang unsur struktur pembentuknya tahan api dan mampu menahan secara structural terhadap beban mauatannya yang dinyatakan dalam tingkat ketahanan api (TKA) elemen bangunan, yang meliputi ketahanan dalam memikul beban, penjalaran api (integritas), dan penjalaran panas (isolasi)
b) Kompartemenisasi adalah penyekatan ruang dalam luasan maksmum dan/atau volume maksimum ruang sesuai dengan klasifikasi bangunan dan tipe konstruksi tahan api yang diperhitungkan. Dinding penyekat pembentuk kompartemen dimaksudkan untuk melokalisir api dan asap kebakaran, atau mencegah penjalaran panas ke ruang bersebelahan
c) Pemisahan adalah pemisahan vertical pada bukaan dinding luar, pemisahan oleh dinding tahan api, dan pemisahan pada shaft lift.
d) Bukaan adalah lubang pada dinding atau lubang utilitas (ducting AC, plumbing, dsb) yang harus dilindungi atau diberi katup penyetop api/asap untuk mencegah merambatnya api/asap ke ruang lainnya.
e) Untuk mendukung efektivitas system proteksi pasif dipertimbangkan adanya jalan lingkungan yang dapat dilalui oleh mobil pemadam kebakaran dan/atau jalan belakang (brandgang) yang dapat dipakai untuk evakuasi dan/atau pemadaman api.
9
Pengamanan terhadap bahaya kebakaran dilakukan dengan sistem proteksi aktif meliputi kemampuan peralatan dalam mendeteksi dan memadamkan kebakaran, pengendalian asap, dan sarana penyelamatan kebakaran yang didasarkan pada fungsi, klasifikasi, luas, ketinggian, volume bangunan, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam bangunan gedung. Bangunan gedung dengan fungsi, klasifikasi, luas, jumlah lantai, dan/atau dengan jumlah penghuni tertentu, antara lain :
(1) Bangunan umum dengan penghuni minimal 500 orang, atau yang memiliki luas lantai minimal 5.000 m2, dan/atau mempunyai ketinggian lebih dari 8 lantai;
(2) Bangunan industri dengan jumlah penghuni minimal 500 orang, atau yang memiliki luas lantai minimal 5.000 m2, atau luas site/areal lebih dari 5.000 m2 dan/atau terdapat bahan berbahaya yang mudah terbakar;
(3) Bangunan gedung fungsi khusus
c. Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah bahaya petir
Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah bahaya petir merupakan kemampuan bangunan gedung untuk melakukan pengamanan terhadap bahaya petir melalui sistem penangkal petir. Pengamanan terhadap bahaya petir melalui sistem penangkal petir merupakan kemampuan bangunan gedung untuk melindungi semua bagian bangunan gedung, termasuk manusia di dalamnya terhadap bahaya sambaran petir. Sistem penangkal petir merupakan instalasi penangkal petir yang harus dipasang pada setiap bangunan gedung yang karena letak, sifat geografis, bentuk, dan penggunannya mempunyai resiko terkena sambaran petir.
5. Syarat-syarat Kesehatan Bangunan Gedung
Persyaratan kesehatan bangunan gedung meliputi :
a. Persyaratan sistem penghawaan.
Sistem penghawaan merupakan kebutuhan sirkulasi dan pertukaran udara yang harus disediakan pada bangunan gedung, melalui bukaan dan/atau ventilasi alami dan/atau ventilasi buatan juga harus mempertimbangkan prinsip-prinsip
10
penghematan energi dalam bangunan gedung. Bangunan gedung tempat tinggal, bangunan gedung pelayanan kesehatan khususnya ruang perawatan, bangunan gedung pendidikan khususnya ruang kelas, bangunan pelayanan umum lainnya , seperti kantor pos, kantor polisi, kantor kelurahan, dan gedung parkir harus mempunyai bukaan permanen yaitu bagian pada dinding yang terbuka secara tetap untuk memungkinkan sirkulasi udara, kisi-kisi pada pintu dan jendela dan/atau bukaan permanen yang dapat dibuka untuk kepentingan ventilasi alami. Bangunan gedung parkir baik yang berdiri sendiri maupun yang menjadi satu dengan bangunan gedung fungsi utama, setiap lantainya harus mempunyai sistem ventilasi alami permanen yang memadai
b. Persyaratan ventilasi
Ventilasi alami harus memenuhi ketentuan bukaan permanen, kisi-kisi pada pintu dan jendela, sarana lain yang dapat dibuka dan/atau dapat berasal dari ruangan yang bersebelahan untuk memberikan sirkulasi udara yang sehat. Ventilasi mekanik/buatan harus disediakan jika ventilasi alami tidak dapat memenuhi syarat. Persyaratan ventilasi mekanik/buatan, antara lain :
1) Penempatan fan sebagai ventilasi mekanik/buatan harus memungkinkan pelepasan udara keluar dan masuknya udara segar, atau sebaliknya;
2) Bilamana digunakan ventilasi mekanikbuatan, sistem tersebut harus bekerja terus menerus selama ruang tersebut dihuni;
3) Penggunaan ventilasi mekanik/buatan harus memperhitungkan besarnya pertukaran udara yang disarankan untuk berbagai fungsi ruang dalam bangunan gedung;
4) Bangunan atau ruang parkir tertutup harus dilengkapi dengan sistem ventilasi mekanik/buatan untuk pertukaran udara, dan
5) Gas buang mobil pada setiap lantai ruang parkir bawah tanah (basemen) tidak boleh mencemari udara bersih pada lantai lainnya.
c. Persyaratan pencahayaan.
Sistem pencahayaan merupakan kebutuhan pencahayaan yang harus disediakan pada bangunan gedung melalui :
1) Sistem pencahayaan alami
11
Bangunan gedung tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan bangunan pelayanan umum harus mempunyai bukaan untuk pencahayaan alami. Pencahayaan alami dapat berupa bukaan pada bidang dinding, dinding tembus cahaya, dan/atau atap tembus cahaya.
Dinding tembus cahaya misalnya dinding yang menggunakan kaca. Atap tembus cahaya misalnya penggunaan genteng kaca atau skylight. Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan fungsi bangunan gedung dan fungsi masing-masing ruang di dalam bangunan gedung.
2) Sistem pencahayaan buatan dan pencahayaan darurat
a) Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam bangunan gedung dengan mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi yang digunakan, dan penempatannya tidak menimbulkan efek silau atau pantulan. Tingkat iluminasi atau tingkat pencahayaan pada suatu ruangan pada umumnya didefinisikan sebagai tingkat pencahayaan rata-rata pada bidang kerja. Yang dimaksud dengan bidang kerja adalah bidang horizontal imajiner yang terletak 0,75 m di atas lantai pada seluruh ruangan.Silau sebagai akibat penggunaan pencahayaan alami dari sumber sinar matahari langsung, langit yang cerah, objek luar, maupun dari pantulan kaca dan sebagainya, perlu dikendalikan agar tidak mengganggu tingkat iluminasi yang dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam bangunan gedung.
b) Pencahayaan buatan yang digunakan untuk pencahayaan darurat harus dipasang pada bangunan gedung dengan fungsi tertentu, serta dapat bekerja secara otomatis dan mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk evakuasi yang aman.
Pencahayaan darurat yang berupa lampu darurat dipasang pada :
(1) lobby dan koridor;
(2) ruangan yang mempunyai luas lebih dari 300 m2
c) Semua sistem pencahayaan buatan, kecuali yang diperlukan untuk pencahayaan darurat, harus dilengkapi dengan pengendali manual, dan/atau otomatis, serta ditempatkan pada tempat yang mudah dicapai/dibaca oleh pengguna ruang.
12
d. Persyaratan sanitasi.
Untuk memenuhi persyaratan sistem sanitasi, setiap bangunan gedung harus dilengkapi dengan :
1) Sistem air bersih
Sistem air bersih harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan sumber air bersih dan sistem distribusinya. Sumber air bersih dapat diperoleh dari sumber air berlangganan dan/atau sumber air lainnya yang memenuhi persyaratan kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Sumber air lainnya dapat berupa air tanah, air permukaan, air hujan, dll. Perencanaan sistem distribusi air bersih dalam bangunan gedung harus memenuhi debit air dan tekanan minimal yang disyaratkan.
2) Sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah.
Sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya. Sistem pengolahan air limbah dapat berupa sistem pengolahan air limbah yang berdiri sendiri seperti septictank atau sistem pengolahan air limbah terintegrasi dalam suatu lingkungan/kawasan/kota. Pertimbangan jenis air kotor dan/atau air limbah diwujudkan dalam bentuk pemilihan sistem pengaliran/pembuangan dan penggunan peralatan yang dibutuhkan. Pertimbangan tingkat bahaya air kotor dan/atau air limbah diwujudkan dalam bentuk sistem pengolahan dan pembuangannya.
3) Sistem pembuangan kotoran dan sampah.
Sistem pembuangan kotoran dan sampah harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan fasilitas penampungan dan sejenisnya. Fasilitas penampungan dan/atau pengolahan sampah disediakan pada setiap bangunan gedung dan/atau terpadu dalam suatu kawasan. Pertimbangan fasilitas penampungan diwujudkan dalam bentuk penyediaan tempat penampungan kooran dan sampah pada masing-masing bangunan gedung, yang diperhitungkan berdasarkan fungsi bangunan, jumlah penghuni, dan volume kotoran dan sampah. Penyediaan tempat penampungan kotoran dan sampah juga diperhitungkan dengan mempertimbangkan sistem pengelolaan sampah
13
kota. Pertimbangan jenis kotoran dan sampah diwujudkan dalam bentuk penempatan pewadahan dan/atau pengolahannya yang tidak mengganggu kesehatan penghuni, masyarakat dan lingkungannya.
4) Sistem penyaluran air hujan.
Sistem penyaluran air hujan harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan ketinggian, permukaan iar tanah, permeabilitas tanah, dan ketersediaan jaringan drainase lingkungan/kota. Permeabilitas tanah adalah daya serap tanah terhadap air hujan. Setiap bangunan gedung dan pekarangannya harus dilengkapi dengan sistem penyaluran air hujan. Kecuali untuk daerah tertentu, air hujan harus diresapkan ke dalam tanah pekarangan dan/atau dialirkan ke sumur resapan sebelum dialirkan ke jaringan drainase lingkungan/kota sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Yang dimaksud dengan daerah tertentu adalah daerah yang muka air tanah tinggi (diukur sekurang-kurangnya 3 m dari permukaan tanah) atau daerah-daerah lereng/pegunungan yang secara geoteknik mudah longsor. Untuk daerah yang tinggi muka air tanahnya kurang dari 3 m, atau permeabilitas tanahnya kurang dari 2 cm/jam, atau persyaratan jaraknya tidak memenuhi syarat, maka air hujan langsung dialirkan ke sistem penampungan air hujan terpusat seperti waduk, dsb, melalui sistem drainase lingkungan/kota. Bila belum tersedia jaringan drainase kota ataupun sebab lain yang dapat diterima, maka penyaluran air hujan harus dilakukan dengan cara lain yang dibenarkan oleh instansi yang berwenang. Sistem penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah terjadinya endapan dan penyumbatan pada saluran.
e. Persyaratan penggunaan bahan bangunan gedung
Untuk memenuhi persyaratan penggunaan bahan bangunan gedung, setiap bangunan gedung harus menggunakan bahan bangunan yang aman bagi kesehatan pengguna bangunan gedung dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Penggunaan bahan bangunan yang aman bagi kesehatan pengguna bangunan gedunng harus tidak mengandung bahan-bahan berbahaya/beracun bagi kesehatan, dan aman bagi pengguna bangunan gedung. Penggunaan bahan bangunan yang tidak berdampak negatif terhadap lingkungan harus :
14
1) menghindari timbulnya efek silau dan pantulan bagi pengguna bangunan gedung lain, masyarakat, dan lingkungan sekitarnya;
2) menghindari timbulnya efek peningkatan suhu lingkungan di sekitarnya;
3) mempertimbangkan prinsip-prinsip konservasi energi; dan
4) mewujudkan bangunan gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya.
Pemanfaatan dan penggunaan bahan bangunan lokal harus sesuai dengan kebutuhan dan memperhatikan kelestarian lingkungan.
B. Persyaratan Penggunaan Bahan Bangunan Gedung
Penggunaan bahan bangunan yang tidak berdampak negatif terhadap lingkungan harus :
1. Menghindari tibulnya efek silau dan pantulan bagi pengguna bangunan gedung lain, masyarakat dan lingkungan sekitarnya;
2. Menghindari timbulnya efek peningkatan suhu lingkungan di sekitarnya;
3. Mempertimbangkan prinsip-prinsip konservasi energi;
4. Mewujudkan bangunan gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya.
Proses Pembuatan Baja dan Paduannya
A. PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari, kita pasti sering melihat benda-benda yang terbuat dari baja, misalnya kawat, sekrup, baut, pisau, tulangan beton, jembatan rangka dan lain-lain. Baja adalah merupakan logam paduan yang terdiri dari besi, karbon dan unsur lainnya. Dan pada umumnya baja diklasifikasikan lagi berdasarkan banyaknya kadar karbon yang dikandung dan juga berdasarkan banyaknya paduan yang dikandung. Karbon merupakan salah satu unsur yang sangat penting karena dapat meningkatkan kekerasan dan kekuatan baja.
Besi berasal dari biji besi yang dilebur dalam suatu tempat pembakaran yang dinamakan tanur tinggi. Biji besi ini dicampur dengan kokas dan batu kapur yang kemudian dilebur dalam tanur tinggi. Jenis biji besi yang lazim digunakan adalah hematite, magnetik, siderit, himosit, dll. Hematite (Fe2O3) adalah biji besi yang paling banyak digunakan karena kadar besinya tinggi, sedang kadar kotorannya relatif rendah.
Diperkirakan besi telah dikenal manusia sekitar tahun 1200 SM. Pada zaman tersebut manusia berpikir ingin memiliki sebuah benda yang kokoh, bertahan lama dan ekonomis sebagai pengganti benda-benda yang selama ini dimanfaatkan dari alam sekitar seperti kayu dan bebatuan. Kemudian penemuan ini dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan manusia yang semakin meningkat terhadap benda yang lebih kuat dan kokoh. Kemudian timbulah pemikiran untuk membuat benda yang dinamakan baja sebagai hasil pengembangan dari pembuatan besi.
Kandungan karbon di dalam baja sekitar 0,1 - 1,7%, sedangkan unsur lainnya dibatasi persentasenya. Unsur paduan yang bercampur di dalam lapisan baja, untuk membuat baja bereaksi terhadap pengerjaan panas atau menghasilkan sifat-sifat yang khusus.
1. Unsur Campuran Dasar (Karbon)
Unsur karbon adalah unsur campuran yang amat penting dalam pembentukan baja, jumlah persentase dan bentuknya membawa pengaruh yang amat besar terhadap sifatnya. Unsur karbon dapat bercampur dalam besi dan baja setelah didinginkan secara perlahan-lahan pada temperatur kamar dalam bentuk sebagai berikut:
a. Larut dalam besi untuk membentuk larutan padat ferit yang mengandung
karbon di atas 0,006% pada temperatur kamar. Unsur karbon akan naik lagi
sampai 0,03% pada temperatur sekitar 725°C. Ferit bersifat lunak, tidak kuat, dan kenyal.
b. Sebagai campuran kimia dalam besi, campuran ini disebut sementit (Fe3C) yang mengandung 6,67% karbon. Sementit bersifat keras dan rapuh.
Sementit dapat larut dalam besi berupa sementit yang bebas atau tersusun lapisan-lapisan dengan fern yang menghasilkan struktur "perlit", dinamakan perlit karena ketika di dites dengan jalan goresan dan dilihat dengan mata secara bebas, perlit kelihatannya seperti karang mutiara. Perlit adalah gabungan sifat yang baik dari fern dan sementit.
Apabila baja dipanaskan kemudian didinginkan secara cepat maka keseimbangannya akan rusak dan unsur karbon akan larut dalam bentuk yang lain.
2. Unsur-Unsur Campuran Lainnya
a. Fosfor
Unsur fosfor membentuk larutan besi fosfida. Baja yang mempunyai titik cair rendah juga tetap menghasilkan sifat yang keras dap rapuh. Fosfor dianggap sebagai unsur yang tidak murni dan jumlah kehadirannya di dalam baja dikontrol dengan cepat sehingga persentase maksimum unsur fosfor di dalam baja sekitar 0,05%. Kualitas bijih besi tergantung dari kandungan fosfornya.
b. Unsur Sulfur
Unsur sulfur membahayakan larutan besi sulfida (besi belerang) yang mempunyai titik cair rendah dan rapuh. Besi sulfida terkumpul pada Batas butir-butirannya yang membuat baja hanya didinginkan secara singkat (tidak sesuai untuk pengerjaan dingin) karena kerapuhannya. Hal itu juga membuat baja dipanaskan secara singkat (tidak sesuai untuk pengerjaan panas) karena menjadi cair pada temperatur pengerjaan panas dan juga
menyebabkan baja menjadi retak-retak. Kandungan sulfur harus dijaga serendah mungkin di bawah 0,05%.
c. Unsur Silikon
Silikon membuat baja tidak stabil, tetapi unsur ini tetap menghasilkan lapisan grafit (pemecahan sernentit yang menghasilkan grafit) dan menyebabkan baja menjadi tidak kuat. Baja mengandung silikon sekitar 0,1 - 0,3%.
d. Unsur Mangan
Unsur mangan yang bercampur dengan sulfur akan membentuk mangan sulfida dan diikuti dengan pembentukan besi sulfida. Mangan sulfida tidak membahayakan baja dan mengimbangi sifat jelek dari sulfur. Kandungan mangan di dalam baja hares dikontrol untuk menjaga ketidakseragaman sifatnya dari sekumpulan baja yang lain. Baja karbon mengandung mangan lebih dari I%.
B. PROSES DASAR PEMBUATAN BAJA
1. Proses Pembuatan Baja Secara Tradisional
Pembuatan baja telah dilakukan di Asia sekitar awal abad ke-14 yang berdasarkan atas penyerapan karbon sewaktu besi dipanaskan dalam atmosfer yang kaya dengan karbon. Pada proses ini bijih besi dibakar dengan charcoal, dimana banyak mengandung carbon sehingga terjadi pengikatan oksigen, pembakaran tersebut menghasilkan karbondiokasida dan karbon monoksida yang terlepas ke udara, sehingga besi murni didapat dan dikeluarkan dari dapur, kekurangnya tidak semua besi dapat melebur sehingga terbentuk spoge, spoge berisi besi dan silica.
2. Proses Pembuatan Baja secara Modern
a. Proses Menggunakan Konvertor
Konvertor terbuat dari pelat baja dengan mulut terbuka (untuk memasukkan bahan baku dan mengeluarkan cairan logam) serta dilapisi bate tahan api. Konvertor diikatkan pada suatu tap yang dapat berputar sehingga konvertor dapat digerakkan pada posisi horizontal untuk memasukkan dan mengeluarkan bahan yang diproses dan pada posisi vertikal untuk pengembusan selama proses berlangsung. Konvertor ini dilengkapi dengan pipa yang berlubang kecil (diameterya sekitar 15 - 17 mm) dalam jumlah yang banyak (sekitar 120 - 150 buah pipa) yang terletak pada bagian bawah konvertor. Sewaktu proses berlangsung udara diembuskan ke dalam konvertor melalui pipa saluran dengan tekanan sekitar 1,4 kg/cm2 dan langsung diembuskan ke cairan untuk mengoksidasikan unsur yang tidak murni dan karbon. Kandungan karbon terakhir dioksidasi dengan penambahan besi kasar
yang kaya akan mangan, seterusnya baja cair dituangkan ke dalam panci-panci dan dipadatkan menjadi batang-batang cetakan. Kapasitas konvertor sekitar 25 - 60 ton dan setiap proses memerlukan waktu 25 menit. Proses pembuatan baja yang menggunakan konvertor adalah sebagai berikut;
1) Proses Bessemer
Proses Bessemer adalah suatu proses pembuatan baja yang dilakukan di dalam konvertor yang mempunyai lapisan batu tahan api dari kuarsa asam atau oksida asam (SiO2), sehingga proses ini disebut "Proses Asam". Besi kasar yang diolah dalam konvertor ini adalah besi kasar kelabu yang kaya akan unsur silikon dan rendah fosfor (kandungan fosfor maksimal adalah 0,1%). Besi kasar yang mengandung fosfor rendah diambil karena unsur fosfor tidak dapat direduksi dari dalanl besi kasar apabila tidak diikat dengan batu kapur. Di samping it«, fosfor dapat bereaksi dengan lapisan dapur yang terbuat dari kuarsa asam, reaksi ini membahayakan atau menghabiskan lapisan konvertor. Oleh karena itu, sangat menguntungkan apabila besi kasar yang diolah dalam proses ini adalah besi kasar kelabu yang mengandung silikon sekitar 1,5% - 2%.
Dalam proses ini bahan baku dimasukkan dan dikeluarkan sewaktu konvertor dalam posisi horizontal (kemiringannya sekitar 30°). Sementara itu, udara diembuskan dalam posisi vertikal atau disebut juga kedudukan proses.
Dalam konvertor, yang pertama terjadi adalah prows oksidasi unsur silikon yang menghasilkan oksida silikon. Kemudian diikuti oleh proses oksidasi unsur fosfor dan mangan yang menghasilkan oksida fosfor dan oksida mangan, ditandai dengan adanya bunga api yang berwarna kehijau-hijauan.
Proses oksidasi yang terakhir adalah mengoksidasi karbon. Proses ini berlangsung disertai dengan suara gemuruh dan nyala api berwarna putih dengan panjang sekitar 2 meter, kemudian nyala api mengecil. Sebelum nyala api padam, ditambahkan besi kasar yang banyak mengandung mangan, kemudian baja cair dituangkan ke dalam pancipanci tuangan dan dipadatkan dalam bentuk batang-batang baja.
2) Proses Thomas
Proses Thomas adalah suatu proses pembuatan baja yang dilakukan di dalam konvertor yang bagian dalamnya dilapisi dengan batu tahan api dari bahan karbonat kalsium dan magnesium karbonat (CaCO3 + MgC03) yang disebut "dolomit". Proses ini disebut juga proses basa karena lapisan konvertor terbuat dari dolomit dan hanya mengolah besi kasar putih yang kaya dengan fosfor (sekitar 1,7 - 2%) dan mengandung unsur silikon rendah (sekitar 0,6 - 0,8%). Proses ini makin baik hasilnya apabila besi kasar yang diolah mengandung unsur silikon yang sangat rendah.
Dalam proses ini udara diembuskan ke cairan besi kasar di dalam konvertor melalui pipa saluran udara, sehingga terjadi proses oksidasi di dalam cairan terhadap unsur-unsur campuran. Pertama kali unsur yang dioksidasi adalah silikon (Si), kemudian mangan (Mn), dan fosfor (P). Oksidasi unsur fosfor terjadi cepat sekali, sekitar 3 - 5 menit dan proses oksidasi yang terakhir adalah unsur karbon disertai suara gemuruh dan nyala api yang tinggi. Apabila nyala api sudah mengecil dan kemudian padam berarti proses oksidasi telah selesai.
Proses oksidasi yang terjadi pada unsur-unsur di dalam besi kasar menghasilkan oksida yang akan dijadikan terak dengan jalan menambahkan batu kapur ke dalam konvertor. Selanjutnya terak cair dikeluarkan dari dalam konvertor,
diikuti dengan penuangan baja cair ke dalam panci-panci tuangan kemudian dipadatkan menjadi batangan baja.
3) Proses Siemens Martin
Proses tungku terbuka disebut juga proses Siemens Martin, yang disesuaikan dengan nama ahli penemu proses tersebut. Proses ini digunakan untuk menghasilkan baja yang mengandung karbon sedang dan rendah dengan cara proses asam atau basa, sesuai dengan sitar lapisan dapurnya. Proses ini berlangsung di dalam dapur tungku terbuka atau dapur Siemen Martin yang mempunyai kapasitas 150 - 300 ton, bahan bakarnya gas yang dihasilkan dengan pembakaran kokas di ntas tungku atau bahan bakar minyak. Dapur ini menggunakan prinsip regenerator (hubungan batik) dan tungku pemanas dapat mencapai temperatur sekitar 900 -1.200°C, tungku pemanas ini bisa mencapai temperatur tinggi apabila diperlukan, dan pada waktu yang sama menghemat bahan bakar. Dalam proses ini dapur diisi dengan besi kasar dan baja bekas, kemudian dicairkan sehingga beberapa unsur campuran terbentuk menjadi terak di atas permukaan cairan besi, tambahkan bijih besi atau serbuk besi yang berguna untuk mereduksi karbon, maka lubang pengeluaran dapur dibuka dan cairan dituangkan ke dalam panci-panci tuangan. Baja cair meninggalkan dapur sebelum terak cair dan beberapa terak dapat dicegah meninggalkan dapur sampai seluruh baja cair dikeluarkan, kemungkinan terak ikut tertuang ke dalam panci yang akan mengapung di atas baja cair sehingga perlu dikeluarkan dan dituangkan ke dalam panci yang berukuran kecil.
Baja cair yang telah penuh di dalam panci dituangkan ke dalam cetakan melalui bagian bawah cetakan, sehingga terak tetap di dalam panci dan terakhir dikeluarkan. Selain itu, dapat pula dipisahkan dengan cara menuangnya ke dalam cetakan yang lebih kecil. Setiap melakukan proses pemurnian besi kasar dan bahan tambahan lainnya berlangsung selama 12 jam, kemudian diambil sejumlah baja cair sebagai contoh untuk dianalisis komposisinya. Sementara itu, terak yang dihasilkan dari proses basa digunakan sebagai pupuk buatan.
b. Proses Dapur Listrik
1) Dapur listrik busur nyala
Dapur ini mempunyai kapasitas 25 - 100 ton dan dilengkapi dengan tiga buah elektroda karbon yang dipasang pada bagian atas atau atap dapur, disetel secara otomatis untuk menghasilkan busur nyala yang secara langsung memanaskan dan mencairkan logam.
Dapur ini dapat mengolah logam dengan proses asam atau basa sesuai dengan lapisan batu tahan apinya dan bahan yang dimasukkan ke dalam dapur (besi kasar), termasuk logam bekas (baja atau besi) yang terlebih dahulu diketahui komposisinya. Apabila dilakukan proses basa maka terjadi oksidasi terak dari batu kapur atau bubuk kapur untuk mereduksi unsur-unsur campuran. Selanjutnya diperoleh pemisahan terak (mengandung bate kapur) dari baja cair. Juga dapat ditambahkan dengan logam campur sebelum cairan dikeluarkan dari dalam dapur untuk mencegah oksidasi.
2) Dapur induksi frekuensi tinggi
Dapur ini terdiri dari kumparan yang dililiti kawat mengelilingi cawan batu tahan api, ketika tenaga yang dialirkan dari listrik, akan menghasilkan arus listrik yang bersirkulasi di dalam logam yang menyebabkan terjadinya pencairan. Apabila bahan logam telah cair maka arus listrik membuat gerak mengaduk (berputar). Kapasitas dari dapur jenis ini adalah 350 kg - 6 ton pada umumnya dapur ini digunakan untuk memproduksi baja paduan yang khusus.
C. KLASIFIKASI BAJA
1. Jenis Baja Karbon
a. Baja karbon rendah ( < 0,3% C )
Sifatnya mudah ditempa dan mudah di mesin. Baja karbon rendah yang sering kita lihat pemakaiannya dalam kehidupan sehari-hari adalah seperti kawat, sekrup, ulir dan baut.
b. Baja karbon sedang (0,3%<0,7% )
Kekuatan lebih tinggi daripada baja karbon rendah. Sifatnya sulit untuk dibengkokkan, dilas, dipotong. Baja karbon sedang sering digunakan untuk rel kereta api, as, roda gigi dan suku cadang yang berkekuatan tinggi atau dengan kekerasan sedang sampai tinggi.
c. Baja karbon tinggi ( 0,7% < C < 1,4% )
Sifatnya sulit dibengkokkan, dilas dan dipotong. Baja karbon tinggi digunakan untuk perkakas potong seperti pisau, gergaji, gunting dan bagian-bagian yang harus tahan gesekan.
2. Baja Paduan
Baja paduan dihasilkan dengan biaya yang lebih mahal dari baja karbon karena bertambahnya biaya untuk penambahan pengerjaan yang khusus yang dilakukan di dalam industri atau pabrik.
Tujuan dilakukan penambahan unsur yaitu:
1. Untuk menaikkan sifat mekanik baja (kekerasan, keliatan, kekuatan tarik dan sebagainya)
2. Untuk menaikkan sifat mekanik pada temperatur rendah
3. Untuk meningkatkan daya tahan terhadap reaksi kimia (oksidasi dan reduksi)
4. Untuk membuat sifat-sifat spesial
Berdasarkan unsur-unsur campuran dan sifat-sifat dari baja maka baja paduan dapat digolongkan menjadi baja dengan kekuatan tarik yang tinggi, tahan pakai. tahan karat, dan baja tahan panas.
a. Baja dengan Kekuatan Tarik yang Tinggi
Baja ini mengandung mangan, nikel, kromium dan sering jugs mengandung, vanadium dan dapat digolongkan sebagai berikut.
1. Baja dengan Mangan Rendah
Baja ini mengandung 0,35% C dan 1,5% Mn dan baja ini termasuk baja murah tetapi kekuatannya baik. Baja ini dapat didinginkan dengan minyak karena
mengandung unsur mangan sehingga temperatur pengerasannya rendah dan menambah kekuatan struktur feritnya.
2. Baja Nikel
Baja ini mengandung 0,3% C, 3% Ni, dan 0,6% Mn serta mempunyai kekuatan dan kekerasan yang baik, dapat didinginkan dengan minyak karena mengandung unsur nikel yang membuat temperatur pengerasannya rendah. Baja ini digunakan untuk poros engkol, batang penggerak dan penggunaan lain yang hampir sama.
3. Baja Nikel Kromium
Baja ini mempunyai sifat yang keras berhubungan dengan campuran unsur kromium dan sifat yang fiat berhubungan dengan campuran unsur nikel. Baja yang mengandung 0,3% C, 3% Ni, 0,8% Cr, dan 0,6 Mn dapat didinginkan dengan minyak, hasilnya mempunyai kekuatan dan keliatan yang baik dan baja ini digunakan untuk batang penggerak dan pemakaian yang hampir sama.
Baja yang mengandung 0,3% C, 4,35% Ni, 1,25% Cr, dan 0,5% Mn (mengandung nikel dan kromium yang tinggi), mempunyai kecepatan pendinginan yang rendah sehingga pendinginan dapat dilakukan dalam embusan udara dan distorsi diperkecil. Apabila unsur krom dic;ampar scndiri ke dalam baja akan menyebabkan kecepatan pendinginan kritis yang amat rendah, tetapi bila dicampur bersama nikel akan diperoleh baja yang bersifat liat. Jenis baja tersebut digunakan untuk poros engkol dan batang penggerak. Baja nikel kromium menjadi rapuh apabila ditemper atau disepuh pads temperatur 250 - 400°C, jugs kerapuhannya tergantung pada komposisinya, proses ini dikenal dengan nama "menemper kerapuhan" dan baja ini dapat diperiksa dengan penyelidikan pukul takik. Penambahan sekitar 0,3% molibden akan mencegah kerapuhan karena ditemper, juga akan mengurangi pengaruh yang menyeluruh terhadap baja karena molibden adalah unsur berbentuk karbid.
4. Baja Kromium Vanadium
Jika baja ini ditambahkan sekitar 0,5% vanadium sehingga dapat memperbaiki ketahanan baja kromium terhadap guncangan atau getaran dan membuatnya dapat ditempa dan ditumbuk dengan mudah, apabila vanadium menggantikan nikel maka baja lebih cenderung mempengaruhi sifatsifatnya secara menyeluruh.
b. Baja Tahan Pakai
Berdasarkan unsur-unsur campuran yang larut di dalamnya, baja terdiri dari dua macam, yaitu baja mangan berlapis austenit dan baja kromium.
1. Baja Mangan Berlapis Austenit
Baja ini pada dasarnya mengandung 1,2% C, 12,5% Mn, dan 0,75% Si. Selain itu, juga mengandung unsur-unsur berbentuk karbid seperti kromium atau vanadium yang kekuatannya lebih baik. Temperatur transformasi menjadi rendah dengan menambahkan unsur mangan dan baja ini berlapis austenit apabila didinginkan dengan air pada temperatur 1.050°C. Dalam kondisi ini baja hanya mempunyai kekerasan sekitar 200 HB (kekerasan Brinel), tetapi mempunyai kekenyalan yang sangat baik. Baja ini tidak dapat dikeraskan dengan perlakuan panas, tetapi apabila dikerjakan dingin maka kekerasan permukaannya akan naik menjadi 550 HB tanpa mengalami kerugian terhadap kekenyalan intinya. Baja ini tidak dapat dipanaskan kembali pada temperatur yang lebih tinggi dari 250°C, kecuali kalau setelah dipanaskan baja didinginkan dalam air. Pemanasan baja pada temperatur sedang akan menyebabkan kerapuhan pada pengendapan karbid. Baja mangan berlapis austenit dapat diperoleh dengan jalan dituang, ditempa, dan digiling. Baja ini digunakan secara luas untuk peralatan pemecah bate, ember keruk, lintasan, dan penyeberangan jalan kereta api.
2. Baja Kromium
Jenis ini mengandung 1 % C, 1,4% Cr, dan 0,45% Mn. Apabila baja ini mengandung unsur karbon tinggi yang bercampur bersama-sama dengan kromium akan menghasilkan kekerasan yang tinggi sebagai basil dan pendinginan dengan minyak. Baja ini digunakan untuk peluru-peluru bulat dan peralatan penggiling padi
c. Baja Tahan Karat
Baja tahan karat (stainless steel) mempunyai seratus lebih jenis yang berbedabeda. Akan tetapi, seluruh baja itu mempunyai satu sifat karena kandungan kromium yang membuatnya tahan terhadap karat. Baja tahan karat dapat dibagi ke dalam tiga kelompok dasar, yakni baja tahan karat berlapis ferit, berlapis austenit, dan berlapis martensit.
1. Baja Tahan Karat Ferit
Baja ini mengandung unsur karbon yang rendah (sekitar 0,04% C) dan sebagian besar dilarutkan di dalam besi. Sementara itu, unsur lainnya yaitu kromium sekitar 13% - 20% dan tambahan kromium tergantung pada tingk<
2. Baja Tahan Karat Austenit
Baja tahan karat austenit mengandung nikel dan kromium yang amat tinggi, nikel akan membuat temperatur transformasinya rendah, sedangkan kromium akan membuat kecepatan pendinginan kritisnya rendah. Campuran kedua unsur itu menghasilkan struktur lapisan austenit pada temperatur kamar. Baja ini tidak dapat dikeraskan melalui perlakuan papas, tetapi dapat disepuh keras. Pengerjaan dan penyepuhan tersebut membuat baja sukar dikerjakan dengan mesin perkakas. Seperti baja austenit yang lain, baja tahan karat austenit tidak magnetis.
Baja tahan karat yang mengandung 0,15% C, 18% Cr, 8,5% Ni, dap 0,8% Mn sesuai untuk digunakan sebagai alat-alat rumah tangga dap dekoratif. Baja tahan karat yang mengandung 0,05% C, 18,5% Cr, 10% Ni, dap 0,8% Mn, baik untuk dikerjakan dengan cara penarikan dalam karena kandungan karbonnya rendah. Baja tahan karat yang mengandung 0,3% C, 21% Cr, 9% Ni, dap 0,7% Mn sesuai untuk dituang. Kebanyakan baja tahan karat austenit mengandung sekitar 18% kromium dan 8% nikel. Proporsi unsur kromium dan nikel sedikit berbeda dengan 'penambahan dalam proporsi yang kecil dari unsur molibdenum, titanium, dan tembaga untuk menghasilkan sifat-sifat yang spesial. Baja dalam kelompok ini digunakan apabila diperlukan ketahanannya terhadap panas.
3. Baja Tahan Karat Martensit
Baja tahan karat martensit mengandung sejumlah besar unsur karbon dan dapat dikeraskan melalui perlakuan panas, juga mempengaruhi sifat-sifatnya melalui pengerasan dan penyepuhan. Baja yang mengandung 0,1% C, 13% Cr, dan 0,5% Mn ini dapat didinginkan untuk memperbaiki kekuatannya, tetapi tidak menambah
kekerasan. Baja ini seringkali disebut besi tahan karat dan digunakan khususnya untuk peralatan gas turbin dan pekerjaan dekoratif. Apabila baja ini digunakan untuk alat-alat pemotong maka terlebih dahulu ditemper atau disepuh pada temperatur sekitar 180°C, dan jika digunakan untuk pegas terlebih dahulu ditemper pada temperatur sekitar 450°C.
d. Baja Tahan Panas
Problem utama yang berhubungan dengan penggunaan temperatur tinggi adalah kehilangan kekuatan, beban rangkak, serangan oksidasi, dan unsur kimia. Kekuatannya pada temperatur tinggi dapat diperbaiki dengan menaikkan temperatur transformasi dan penambahan unsur kromium atau dengan merendahkan temperatur transformasi dan penambahan unsur nikel. Kedua pengerjaan itu akan menghasilkan struktur austenit.
Sejumlah kecil tambahan unsur titanium, aluminium, dan molibdenum dengan karbon akan menaikkan kekuatan dan memperbaiki ketahanannya terhadap beban rangkak. Unsur nikel akan membantu penahanan kekuatan pada temperatur tinggi dengan memperlambat atau menahan pertumbuhan butir-butiran yang baru. Ketahanannya terhadap oksidasi dan serangan kimia dapat diperbaiki dengan menambahkan silikon atau kromium.
Baja tahan panas dapat dikelompokkan sebagai berikut.
1. Baja Tahan Panas Ferit
Baja tahan panas ferit mengandung karbon yang rendah dan hampir seluruhnya dilarutkan di dalam besi. Baja ini tidak dapat dikeraskan melalui perlakuan panas.
2. Tahan Panas Austenit
Baja tahan panas austenit mengandung kromium dan nikel yang tinggi. Struktur austenit tetap terpelihara sewaktu pendinginan, sehingga baja ini tidak dapat dikeraskan melalui perlakuan panas.
3. Baja Tahan Panas Martensit
Baja tahan panas martensit mempunyai kandungan karbon yang tinggi, sehingga dapat dikeraskan melalui perlakuan panas.
D. PENGARUH UNSUR CAMPURAN TERHADAP SIFAT-SIFAT BAJA
Sifat baja sewaktu digunakan tergantung pada besamya reaksi terhadap perlakuan panas dan pengaruh yang akan diuraikan, yaitu syarat-syarat yang berhubungan langsung dengan kondisi pemakaiannya. Pengaruhnya akan diperoleh sebagai basil dari pengerjaan panas yang sesuai. Adapun pengaruh unsur-unsur campuran terhadap sifat-sifat baja adalah sebagai berikut.
1) Baja karbon mempunyai kekuatan yang terbatas dan tegangan pada baja yang berpenampang besar harus dikurangi, apabila beratnya penting untuk dipertimbangkan maka perlu digunakan baja dengan kekuatan yang tinggi. Kekuatan baja dapat dinaikkan dengan menambahkan unsur campuran seperti nikel dan mangan dalam jumlah yang kecil ke dalam besi dan menguatkannya.
2) Kekenyalan baja dapat diperoleh dengan menambahkan sedikit nikel yang menyebabkan butiran-butirannya menjadi halus.
3) Ketahanan pemakaian baja dapat diperoleh dengan menambahkan unsur penstabil karbid, misalnya kromium dan nikel sehingga terjadi penguraian karbid, apabila penambahan unsur campuran tanpa unsur krom dengan kandungan unsur karbon di bawah 0,4% maka akan terjadi peniadaan karbid. Cara lain untuk menghasilkan ketahanan pakai adalah dengan menambahkan nikel atau mangan agar transformasii temperatur rendah, dan akan menyebabkan pembentukan austenit dengan jalan pendinginan. Baja paduan ini dilakukan pengerjaan pengerasan untuk menaikkan kekerasan dan ketahanan pakainya.
4) Kekerasan dan kekuatan baja karbon akan mulai turun apabila temperaturnya mencapai 250°C. Ketahanan panas dapat diperoleh dengan menaikkan temperatur transformasi dengan cara menambahkan krom dan wolfram atau dengan merendahkan temperatur transformasi dengan menambahkan nikel yang menghasilkan suatu struktur austenit setelah dilakukan pendinginan. Pertumbuhan butiran berhubungan dengan pemanasan pada temperatur tinggi tetapi dapat diirrXbangi dengan penambahan unsur nikel. Unsur kromium cenderung menaikkan pertumbuhan butiran dan penambahan nikel akan menyebabkan baja kromium tahan terhadap panas. Baja karbon tidak tahan menerima beban rangkak apabila dipanaskan pada temperatur tinggi, agar dapat memperbaiki ketahanan baja terhadap beban rangkak maka ditambahkan sejumlah kecil molibden.
5) Ketahanan baja terhadap karatan diperoleh dengan menambahkan unsur krom sampai 12%, sehingga membentuk lapisan tipis berupa oksida pada permukaan baja untuk mengisolasi
antara besi dengan unsur-unsur yang menyebabkan karatan. Baja tahan karat yang paling baik terutama pada temperatur tinggi, diperoleh dengan cara menggunakan nikel dan kromium bersama-sama untuk menghasilkan suatu struktur yang berlapis austenit.
E. PENGERJAAN PANAS BAJA PADUAN
Pengerjaan panas baja karbon untuk memperoleh baja paduan yang baik dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut.
1. Penyepuhan Baja
Baja karbon yang disepuh menimbulkan butir-butiran sebagai hasil pemanasan yang lama selama proses karburasi. Apabila dalam pemakaian rnendapat tekanan atau beban yang tinggi pada permukaannya maka intinya harusdimurnikan untuk mencegah lapisan pembungkus terkelupas dan memberikan kekuatan yang baik pada penampang melintang.
Penambahan nikel ternyata diperlukan untuk pemurnian dengan cara perlakuan panas dap perubahan bentuk diperkecil, apabila jumlah nikel sedikit lebih tinggi dapat dilakukan pendinginan dengan minyak.
Jika komponen yang tebal harus mempunyai inti yang kekuatannya seragam maka perlu ditambahkan kromium untuk menghilangkan pengaruh yang menyeluruh, tetapi unsur kromium tidak digunakan sendiri harus digunakan berrsama nikel untuk mencegah terjadinya pertumbuhan butir-butir baru.
2. Penyepuhan Baja Nikel
Baja nikel yang disepuh mengandung. 0,12% C, 3% Ni, dap 0,45% Mn di mana pada baja ini mengandung unsur karbon yang rendah sehingga menyebabkan intinya tidak bereaksi terhadap proses pengerasan yang langsung. Nikel dapat mencegah terjadinya pertumbuhan butir-butir baruselama proses karburasi, apabila peralatan yang berukuran kecil dibuat dari baja maka proses pemurnian kemungkinan diabaikan dan pendinginan baja dilakukan di dalam air.
Baja nikel yang disepuh mengandung 0,1.2% C, 5% Ni, dap 0,45% Mn, baja ini hampir sama dengan baja yang disepuh yang mengandung 3% Ni. Kandungan nikel yang sedikit lebih tinggi memungkinkan untuk didinginkan dengan minyak dap membuatnya lebih sesuai untuk dibuat roda gigi dan alat berat.
3. Penyepuhan Baja Kromium
Baja nikel kromium yang disepuh mengandung 0,15% C, 4% Ni, 0,8% Cr, dap 0,4% Mn. Penambahan sejumlah kecil unsur kromium akan menghasilkan kekerasan dan kekuatan yang tinggi sebagai hasil dari pendinginan minyak.
a. Penitritan Baja
Baja yang dinitrit mengandung unsur-unsur campuran akan menghasilkan permukaan yang keras. Kandungan kromium sekitar 3% akan menghasilkan permukaan yang mempunyai kekerasan sekitar 850 HV (kekerasan Vikers). Baja yang mengandung 1,5% aluminium dap 1,5% kromium akan menaikkan kekerasan permukaannya menjadi sekitar 1.100 HV. Kandungan karbon baja ini tergantung pada sifat inti yang diperlukan, sekitar 0,18 - 0,5% C.
b. Pengerasan Baja dengan Udara
Apabila unsur kromium cukup dalam baja maka kecepatan pendinginan kritis akan berkurang, sehingga pendinginan dapat dilakukan dalam udaraJenis baja yang dikeraskan dengan udara adalah yang mengandung 21, kromium dan 0,6% karbon membuat temperatur pengerasan dan kecepatar pendinginan kritis menjadi rendah.
Tools berbahan baja
DURABILITAS BAJA DENGAN PERLAKUAN PANAS
Bahan-bahan pada saat sekarang khususnya logam semakin baik dan rumit, digunakan pada peralatan modern yang memerlukan bahan dengan kekuatan impak dan ketahanan fatigue yang tinggi disebabkan meningkatnya kecepatan putar dan pergerakan linear serta peningkatan frekwensi pembebanan pada komponen. Untuk mendapatkan kekuatan dari bahan tersebut dapat dilakukan dengan proses perlakuan panas. Perlakuan panas adalah suatu proses pemanasan dan pendinginan logam dalam keadaan padat untuk mengubah sifat-sifat fisis logam tersebut. Melalui perlakuan panas yang tepat, tegangan dalam dapat dihilangkan, besar butiran dapat diperbesar atau diperkecil, ketangguhan dapat ditingkatkan atau dapat dihasilkan suatu permukaan yang keras disekeliling inti yang ulet.
KEKERASAN
Kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan sebuah benda (benda kerja) terhadap penetrasi/daya tembus dari bahan lain yang kebih keras penetrator). Kekerasan merupakan suatu sifat dari bahan yang sebagian besar dipengaruhi oleh un-sur-unsur paduannya dan kekerasan suatu bahan tersebut dapat berubah bila dikerjakan dengan cold worked seperti pengerolan, penarikan, pemakanan dan lain-lain serta kekerasan dapat dicapai sesuai kebutuhan dengan perlakuan panas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil kekerasan dalam perlakuan panas antara lain; Komposisi kimia, Langkah Perlakuan Panas, Cairan Pendinginan, Temperatur Pemanasan, dan lain-lain Proses hardening cukup banyak dipakai di Industri logam atau bengkel-bengkel logam lainnya.Alat-alat permesinan atau komponen mesin banyak yang harus dikeraskan supaya tahan terhadap tusukan atau tekanan dan gesekan dari logam lain, misalnya roda gigi, poros-poros dan lain-lain yang banyak dipakai pada benda bergerak. Dalam kegiatan produksi, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu produksi adalah merupakan masalah yang sangat sering dipertimbangkan dalam Industri dan selalu dicari upaya-upaya untuk mengoptimalkannya. Pengoptimalan ini dilakukan mengingat bahwa waktu (lamanya)
menyelesaikan suatu produk adalah berpengaruh besar terhadap biaya produksi.
Hardening dilakukan untuk memperoleh sifat tahan aus yang tinggi, kekuatan dan fatigue limit/ strength yang lebih baik. Kekerasan yang dapat dicapai tergantung pada kadar karbon dalam baja dan kekerasan yang terjadi akan tergantung pada temperatur pemanasan (temperatur autenitising), holding time dan laju pendinginan yang dilakukan serta seberapa tebal bagian penampang yang menjadi keras banyak tergantung pada hardenability.
1. Penahanan suhu (holding), Holding time dilakukan untuk mendapatkan kekerasan maksimum dari suatu bahan pada proses hardening dengan menahan pada temperatur pengerasan untuk memperoleh pemanasan yang homogen sehingga struktur austenitnya homogen atau terjadi kelarutan karbida ke dalam austenit dan diffusi karbon dan unsur paduannya. Pedoman untuk menentukan holding time dari berbagai jenis baja: Baja Konstruksi dari Baja Karbon dan Baja Paduan Rendah Yang mengandung karbida yang mudah larut, diperlukan holding time yang singkat, 5 - 15 menit setelah mencapai temperatur pemanasannya dianggap sudah memadai. Baja Konstruksi dari Baja Paduan Menengah Dianjurkan menggunakan holding time 15 -25 menit, tidak tergantung ukuran benda kerja. Low Alloy Tool Steel Memerlukan holding time yang tepat, agar kekerasan yang diinginkan dapat tercapai. Dianjurkan menggunakan 0,5 menit per milimeter tebal benda, atau 10 sampai 30 menit. High Alloy Chrome Steel Membutuhkan holding time yang paling panjang di antara semua baja perkakas, juga tergantung pada temperatur pema-nasannya. Juga diperlukan kom-binasi temperatur dan holding time yang tepat. Biasanya dianjurkan menggunakan 0,5 menit permilimeter tebal benda dengan minimum 10 menit, maksimum 1 jam. Hot-Work Tool Steel Mengandung karbida yang sulit larut, baru akan larut pada 10000 C. Pada temperatur ini kemungkinan terjadinya pertumbuhan butir sangat besar, karena itu holding time harus dibatasi, 15-30 menit. High Speed Steel Memerlukan temperatur pemanasan yang sangat tinggi, 1200-13000C.Untuk mencegah terjadinya pertumbuhan butir holding time diambil hanya beberapa menit saja. Misalkan kita ambil waktu holding adalah selama 15 menit pada suhu 8500 .
2. Pendinginan.
Untuk proses Hardening kita melakukan pendinginan secara cepat dengan menggunakan media air. Tujuanya adalah untuk mendapatkan struktur martensite, semakin banyak unsur karbon,maka struktur martensite yang terbentuk juga akan semakin banyak. Karena martensite terbentuk dari fase Austenite yang didinginkan secara cepat. Hal ini disebabkan karena atom karbon tidak sempat berdifusi keluar dan terjebak dalam struktur kristal dan membentuk struktur tetragonal yang ruang kosong antar atomnya kecil,sehingga kekerasanya meningkat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan proses hardening pada baja karbon tinggi akan meningkatkan kekerasanya. Dengan meningkatnya kekerasan, maka efeknya terhadap kekuatan adalah sebagai berikut : Kekuatan impact (impact strength) akan turun karena dengan meningkatnya kekerasan, maka tegangan dalamnya akan meningkat. Karena pada pengujian impact beban yang bekerja adalah beban geser dalam satu arah , maka tegangan dalam akan mengurangi kekuatan impact. Kekuatan tarik (tensile sterngth) akan meningkat. Hal ini disebabkan karena pada pengujian tarik beban yang bekerja adalah secara aksial yang berlawanan dengan arah dari tegangan dalam, sehingga dengan naiknya kekerasan akan meningkatkan kekuatan tarik dari suatu material.
UNSUR-UNSUR PADUAN LOGAM DAN PENGARUH PADA BAJA
A. UNSUR-UNSUR PADUAN LOGAM
1. Belerang (S) dan Fosfor (P)
Unsur-unsur ini lebih sebagai kotoran yang terbawa bijih besi daripada sebagai paduan. Kandungan belerang dan fosfor harus dibuat sedikit mungkin, karena mempengaruhi kualitas baja. Dalam jumlah yang banyak belerang menjadikan baja rapuh dalam keadaan pangs, sedangkan fosfor dapat menjadikan baja rapuh dalam keadaan dingin.
2. Mangan (Mn)
Semua baja mengandung mangan karma sangat diperlukan dalam proses pembuatan baja. Kandungan mangan lebih kurang 0,6% masih belum bisa sebagai paduan dan tidak mempengaruhi sifat baja. Dengan bertambahnya kandungan Mn, suhu kritis diturunkan seimbang. Baja dengan 12% Mn adalah austenit, karma itu suhu kritisnya di bawah suhu kamar, akibatnya baja tidak dapat diperkeras. Di samping itu, austenit mempunyai daya tahan yang sangat tinggi yang hanya d zpat dikerjakan mesin dengan pahat Carbide atau grinding.
Dengan sedikit kandungan Mn akan menurunkan kecepatan pendingin kritis, 1 - 1,2% Mn cukup untuk mendapatkan pengerasan dalam oli.
3. Nikel (Ni)
Nikel mempunyai pengaruh yang sama seperti mangan, yaitu menurunkan suhu kritis dan kecepatan pendinginan kritis, memperbaiki kekuatan tarik, tahan korosi, sifat tahan panas dan sifat magnetnya. Nikel tahab korosi berkat lapisan kuat oksida nikel maka nikel digunakan untuk penutup logam-logam lain. Hat ini dapat dilaksanakan dengan cara galvanisasi dan distempel.
Dari paduan nikel kita rebut monel dan nikrom. Monel adalah paduan nikel dengan tembaga yang sedikit digunakan dalam mesin.
Nikrom adalah paduan nikel dan krom yang digunakan dalam teknik listrik sebagai bahan hambatan. Nikel sebagai unsur paduan digunakan dalam banyak paduan baja sebagai unsur paduan dalam baja konstruksi dan baja mesin.
4. Silikon (Si)
Silikon merupakan unsur paduan yang ada pada setup baja dengan jumlah kandungan lebih dari 0,4% yang mempunyai pengaruh menaikkan tegangan tarik dan menurunkan kecepatan pendinginan kritis.
5. Kromium (Cr)
Kromium menambah kekuatan tarik dan keplastisan, menambah maupun keras, meningkatkan ketahanan terhadap korosi dan tahan suhu tinggi.
6. Tungsten (W), Molibden (Mo), Vanadium (V)
Unsur-unsur tersebut membentuk karbid yang sangat keras dan memberikan baja kekerasan tinggi, kemampuan potong dan daya tahan papas yang cukup tinggi pada baja yang sangat diperlukan untuk pahat potong dengan kecepatan tinggi.
B. PENGARUH UNSUR PADUAN
Sifat baja sangat tergantung pada unsur-unsur yang tergantung dalam baja. baja karbon biasanya mempunyai beberapa kekurangan. Di antaranya yaitu kekerasan baja itu tidak dapat merata atau kemampuan pengerasannya kurang baik. Di samping itu, baja ini mempunyai sifat mekanis yang rendah pada suhu tinggi dan kurang tahan korosi pada lingkungan atmosfer, lingkungan lain, atau pada suhu tinggi. Untuk mengurangi masalah di atas maka dibuat bermacam-macam baja paduan yang pada dasarnya adalah memadu baja dengan unsur paduan lain.
Unsur-unsur paduan dapat mempengaruhi dan mengubah diagram keseimbangan dan mempengaruhi kecepatan reaksi transformasi perubahan fasa. Unsur paduan dapat dibagi dalam dua bagian. Pertama: Ni dan Mn menstabilkan austenit. Kedua: Cr, Mo, W, V, Co, dan Ti menstabilkan ferit.
Jenis pertama disebut juga unsur-unsur pembentuk austenit dan macam kedua disebut juga unsur-unsur pembentuk ferit atau pembentuk karbid yaitu mudah mengikat C. Unsur Si merupakan pembentuk ferit, tetapi bukan pembentu karbid dan di lain pihak sebagai katalisator penihentuk grafit. Kedua bagian unsur tersebut merupakan penstabil fasa austenit atau fern karena mempunyai
perbedaan kelarutan dalam masing-masing fasa tersebut untuk membentuk larutan padat.
Pengaruh unsur-unsur paduan dalam baja meliputi hal berikut.
1. Pembentukan Karbid
Karbid yang terjadi merupakan ikatan kimia dengan unsur karbon, baja itu bersifat getas dan keras, karenanya sangat berguna untuk tahan aus dan goresan.
2. Kelarutan dalam Ferit dan Austenit
Unsur-unsur yang mempunyai bentuk kisi fcc larut secara baik dalam austenitdan unsur yang mempunyai bentuk kisi bcc larut secara baik dalam fern. Cr, Mo, W, V yang mempunyai kisi berbentuk bcc larut lebih baik dalam fern daripada dalam austenit. Sementara itu, Cu dan Ni yang mempunyai bentuk kisi fcc larut lebih baik dalam austenit daripada dalam Ferit.
Mn larut dalam austenit maupun fern. Unsur yang mempunyai bentuk kisi bcc dapat membentuk karbid, sedangkan yang mempunyai kisi bentuk fcc tidak dapat membentuk karbid.
Unsur-unsur yang membentuk larutan padat akan meningkatkan kekuatan dan kekerasan fern. Salah satu unsur itu selain karbon adalah fosfor. Walaupun demikian pengaruh tersebut tidak sebesar pengaruh karbon. Penambahan unsurunsur ini pada baja karbon memungkinkan penambahan kekuatan dan kekerasan fern tanpa mengurangi keliatannya.
Unsur-unsur yang larut dalam austenit mempengaruhi penurunan kecepatan transformasi dan meningkatkan mampu keras. Unsur-unsur yang meningkatkan mampu keras adalah Ni, Si, W, Mn, Cr, Mo, dan V.
KOROSI BAJA PADA STRUKTUR JEMBATAN
A. Korosi
Korosi adalah proses pembusukan suatu bahan atau proses perubahan sifat suatu bahan akibat pengaruh atau reaksinya dengan lingkungan ( Corrosion is the deterioration of substance, usually a metal, or it’s properties due to a reaction with i’ts environment ).
Korosi (Kennet dan Chamberlain,1991) adalah penurunan mutu logam akibat reaksi elektro kimia dengan lingkungannya. Korosi atau pengkaratan merupakan fenomena kimia pada bahan-bahan logam yang pada dasarnya merupakan reaksi logam menjadi ion pada permukaan logam yang kontak langsung dengan lingkungan berair dan oksigen.
B. Mekanisme Korosi Tulangan Baja pada Struktur Beton
Baja adalah bahan yang mempunyai kuat tarik yang tinggi dan koefisien pemauaian yang hampir sama dengan beton. Sedangkan beton sebagai bahan bangunan mempunyai kelemahan utama yaitu kuat tariknya kecil. Karena itu, baja dapat digunakan sebagai tulangan pada bagian beton yang menerima gaya tarik.
Pada permukaan baja terdapat lapisan pasif baja yang tipis. Lapisan pasif baja ini berguna untuk melindungi baja dari korosi.Lapisan pasif baja akan bereaksi dengan larutan asam atau akan larut dalam kondisi asam. Karena beton bersifat alkali, yaitu basa dengan pH sekitar 12-13, baja tulangan di dalam beton aman terhadap korosi. Beton secara makro terlihat sebagai material yang kuat dan massif, tetapi jika dilihat secara mikro, maka beton adalah material yang berpori dengan diameter yang kecil.
Pori-pori di dalam beton pada umumnya menerus. Pori-pori ini dinamakan pori kapiler, dan ukurannya berdiameter 3nm--pori kapiler tersebut masih memungkinkan senyawa-senyawa di sekitar beton untuk berinfiltrasi ke dalam beton dengan cara berdifusi. Proses ini dapat terjadi karena ada perbedaan konsentrasi di dalam beton dan di luar beton. Misalnya bangunan beton di sekitar pantai/laut, karena konsentrasi ion Cldi luar beton lebih tinggi daripada di dalam beton, maka akan terjadi difusi ion Clke dalam beton.
Ion dari senyawa-senyawa yang bersifat asam, seperti ion Cl pada daerah laut, yang berdifusi ke dalam beton sampai ke permukaan baja tulangan dapat mengakibatkan lapisan pasif baja hilang. Permukaan baja yang lapisan pasifnya hilang menjadi anode dari reaksi korosi baja tulangan. Persamaan reaksi anode ini dapat dituliskan sebagai berikut :
Fe Fe2 + 2e ………………………………………( 1 )
Elektron yang dilepaskan dari reaksi anode menyebabkan gas O2 dan air yang terdapat di atas permukaan baja yang masih tertutup oleh lapisan pasif, bereaksi. Bagian baja ini menjadi katode dari reaksi korosi baja tulangan, dan reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut :
O2 + 2H2O + 2e 4OH ………………………….( 2 )
Kedua ion yang terbentu pada anode dan katode bergabung membentuk senyawa hasil korosi. Persamaan reaksi tersebut dapat dituliskan seperti di bawah ini :
2 Fe + O2 + 2H2O 2 Fe2+ + 4OH ….……………..( 3 )
2 Fe2+ + 4OH2 Fe(OH)2 …………………………( 4 )
Fe(OH)2 sebagai bentuk awal senyawa hasil korosi akan berada di permukaan baja yang mengalami korosi. Setelah itu tergantung konsentrasi O2 dalam air yang terdapat pada pori-pori beton. Jika konsentrasi O2 tinggi maka akan terbentuk Fe(OH)2 dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
4 Fe(OH)2 + O2 + 2H2O Fe(OH)3 …..…………( 5 )
Jika pada waktu pembentukan senyawa F konsentrasi e(OH)2 jumlah air tidak cukup sedangkan konsentrasi O2 cukup maka terbentuk korosi yang berwarna merah (FeOOH). Tetapi jika konsentrasi O2 juga tidak cukup maka akan terbentuk korosi berwarna hitam ( Fe2O3 ) atau berwarna hijau (2FeOFe2O3H2O)
Karena korosi adalah senyawa yang berpori, maka proses korosi akan terus berlanjut asalkan konsentrasi Cl, O2 dan H2O di dalam beton cukup. Proses infiltrasi Cl dan korosi dari baja tulangan dalam beton diilustrasikan pada Gambar 1
H2O asam
Cl Cl Cl asam H2O
Cl Cl
O2 H2O O2 Cl
basa lapisan O2 O2
pasif
baja baja
Fe(OH)2
(a) Difusi ion Cl pada beton (b) Hilangnya lapisan pasif dan korosi
Gambar 1. Proses kerusakan bangunan beton akibat korosi baja tulangan
Perbandingan volume antara senyawa hasil reaksi korosi dengan senyawa yang bereaksi kira-kira 2.5 kali. Karena itu, selimut beton dapat mengalami keretakan akibat tekanan dari pengembangan volume tersebut. Jika telah terjadi keretakan pada selimut beton, maka gas O2, H2O dan ion Cl lebih mudah berinfiltrasi ke dalam beton dan kerusakan akibat korosi pada bangunan beton akan menjadi lebih parah. Kuat tekan beton akan menurun apabila terjadi kerusakan pada beton.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita pasti sering melihat benda-benda yang terbuat dari baja, misalnya kawat, sekrup, baut, pisau, tulangan beton, jembatan rangka dan lain-lain. Baja adalah merupakan logam paduan yang terdiri dari besi, karbon dan unsur lainnya. Dan pada umumnya baja diklasifikasikan lagi berdasarkan banyaknya kadar karbon yang dikandung dan juga berdasarkan banyaknya paduan yang dikandung. Karbon merupakan salah satu unsur yang sangat penting karena dapat meningkatkan kekerasan dan kekuatan baja.
Besi berasal dari biji besi yang dilebur dalam suatu tempat pembakaran yang dinamakan tanur tinggi. Biji besi ini dicampur dengan kokas dan batu kapur yang kemudian dilebur dalam tanur tinggi. Jenis biji besi yang lazim digunakan adalah hematite, magnetik, siderit, himosit, dll. Hematite (Fe2O3) adalah biji besi yang paling banyak digunakan karena kadar besinya tinggi, sedang kadar kotorannya relatif rendah.
Diperkirakan besi telah dikenal manusia sekitar tahun 1200 SM. Pada zaman tersebut manusia berpikir ingin memiliki sebuah benda yang kokoh, bertahan lama dan ekonomis sebagai pengganti benda-benda yang selama ini dimanfaatkan dari alam sekitar seperti kayu dan bebatuan. Kemudian penemuan ini dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan manusia yang semakin meningkat terhadap benda yang lebih kuat dan kokoh. Kemudian timbulah pemikiran untuk membuat benda yang dinamakan baja sebagai hasil pengembangan dari pembuatan besi.
Kandungan karbon di dalam baja sekitar 0,1 - 1,7%, sedangkan unsur lainnya dibatasi persentasenya. Unsur paduan yang bercampur di dalam lapisan baja, untuk membuat baja bereaksi terhadap pengerjaan panas atau menghasilkan sifat-sifat yang khusus.
1. Unsur Campuran Dasar (Karbon)
Unsur karbon adalah unsur campuran yang amat penting dalam pembentukan baja, jumlah persentase dan bentuknya membawa pengaruh yang amat besar terhadap sifatnya. Unsur karbon dapat bercampur dalam besi dan baja setelah didinginkan secara perlahan-lahan pada temperatur kamar dalam bentuk sebagai berikut:
a. Larut dalam besi untuk membentuk larutan padat ferit yang mengandung
karbon di atas 0,006% pada temperatur kamar. Unsur karbon akan naik lagi
sampai 0,03% pada temperatur sekitar 725°C. Ferit bersifat lunak, tidak kuat, dan kenyal.
b. Sebagai campuran kimia dalam besi, campuran ini disebut sementit (Fe3C) yang mengandung 6,67% karbon. Sementit bersifat keras dan rapuh.
Sementit dapat larut dalam besi berupa sementit yang bebas atau tersusun lapisan-lapisan dengan fern yang menghasilkan struktur "perlit", dinamakan perlit karena ketika di dites dengan jalan goresan dan dilihat dengan mata secara bebas, perlit kelihatannya seperti karang mutiara. Perlit adalah gabungan sifat yang baik dari fern dan sementit.
Apabila baja dipanaskan kemudian didinginkan secara cepat maka keseimbangannya akan rusak dan unsur karbon akan larut dalam bentuk yang lain.
2. Unsur-Unsur Campuran Lainnya
a. Fosfor
Unsur fosfor membentuk larutan besi fosfida. Baja yang mempunyai titik cair rendah juga tetap menghasilkan sifat yang keras dap rapuh. Fosfor dianggap sebagai unsur yang tidak murni dan jumlah kehadirannya di dalam baja dikontrol dengan cepat sehingga persentase maksimum unsur fosfor di dalam baja sekitar 0,05%. Kualitas bijih besi tergantung dari kandungan fosfornya.
b. Unsur Sulfur
Unsur sulfur membahayakan larutan besi sulfida (besi belerang) yang mempunyai titik cair rendah dan rapuh. Besi sulfida terkumpul pada Batas butir-butirannya yang membuat baja hanya didinginkan secara singkat (tidak sesuai untuk pengerjaan dingin) karena kerapuhannya. Hal itu juga membuat baja dipanaskan secara singkat (tidak sesuai untuk pengerjaan panas) karena menjadi cair pada temperatur pengerjaan panas dan juga
menyebabkan baja menjadi retak-retak. Kandungan sulfur harus dijaga serendah mungkin di bawah 0,05%.
c. Unsur Silikon
Silikon membuat baja tidak stabil, tetapi unsur ini tetap menghasilkan lapisan grafit (pemecahan sernentit yang menghasilkan grafit) dan menyebabkan baja menjadi tidak kuat. Baja mengandung silikon sekitar 0,1 - 0,3%.
d. Unsur Mangan
Unsur mangan yang bercampur dengan sulfur akan membentuk mangan sulfida dan diikuti dengan pembentukan besi sulfida. Mangan sulfida tidak membahayakan baja dan mengimbangi sifat jelek dari sulfur. Kandungan mangan di dalam baja hares dikontrol untuk menjaga ketidakseragaman sifatnya dari sekumpulan baja yang lain. Baja karbon mengandung mangan lebih dari I%.
B. PROSES DASAR PEMBUATAN BAJA
1. Proses Pembuatan Baja Secara Tradisional
Pembuatan baja telah dilakukan di Asia sekitar awal abad ke-14 yang berdasarkan atas penyerapan karbon sewaktu besi dipanaskan dalam atmosfer yang kaya dengan karbon. Pada proses ini bijih besi dibakar dengan charcoal, dimana banyak mengandung carbon sehingga terjadi pengikatan oksigen, pembakaran tersebut menghasilkan karbondiokasida dan karbon monoksida yang terlepas ke udara, sehingga besi murni didapat dan dikeluarkan dari dapur, kekurangnya tidak semua besi dapat melebur sehingga terbentuk spoge, spoge berisi besi dan silica.
2. Proses Pembuatan Baja secara Modern
a. Proses Menggunakan Konvertor
Konvertor terbuat dari pelat baja dengan mulut terbuka (untuk memasukkan bahan baku dan mengeluarkan cairan logam) serta dilapisi bate tahan api. Konvertor diikatkan pada suatu tap yang dapat berputar sehingga konvertor dapat digerakkan pada posisi horizontal untuk memasukkan dan mengeluarkan bahan yang diproses dan pada posisi vertikal untuk pengembusan selama proses berlangsung. Konvertor ini dilengkapi dengan pipa yang berlubang kecil (diameterya sekitar 15 - 17 mm) dalam jumlah yang banyak (sekitar 120 - 150 buah pipa) yang terletak pada bagian bawah konvertor. Sewaktu proses berlangsung udara diembuskan ke dalam konvertor melalui pipa saluran dengan tekanan sekitar 1,4 kg/cm2 dan langsung diembuskan ke cairan untuk mengoksidasikan unsur yang tidak murni dan karbon. Kandungan karbon terakhir dioksidasi dengan penambahan besi kasar
yang kaya akan mangan, seterusnya baja cair dituangkan ke dalam panci-panci dan dipadatkan menjadi batang-batang cetakan. Kapasitas konvertor sekitar 25 - 60 ton dan setiap proses memerlukan waktu 25 menit. Proses pembuatan baja yang menggunakan konvertor adalah sebagai berikut;
1) Proses Bessemer
Proses Bessemer adalah suatu proses pembuatan baja yang dilakukan di dalam konvertor yang mempunyai lapisan batu tahan api dari kuarsa asam atau oksida asam (SiO2), sehingga proses ini disebut "Proses Asam". Besi kasar yang diolah dalam konvertor ini adalah besi kasar kelabu yang kaya akan unsur silikon dan rendah fosfor (kandungan fosfor maksimal adalah 0,1%). Besi kasar yang mengandung fosfor rendah diambil karena unsur fosfor tidak dapat direduksi dari dalanl besi kasar apabila tidak diikat dengan batu kapur. Di samping it«, fosfor dapat bereaksi dengan lapisan dapur yang terbuat dari kuarsa asam, reaksi ini membahayakan atau menghabiskan lapisan konvertor. Oleh karena itu, sangat menguntungkan apabila besi kasar yang diolah dalam proses ini adalah besi kasar kelabu yang mengandung silikon sekitar 1,5% - 2%.
Dalam proses ini bahan baku dimasukkan dan dikeluarkan sewaktu konvertor dalam posisi horizontal (kemiringannya sekitar 30°). Sementara itu, udara diembuskan dalam posisi vertikal atau disebut juga kedudukan proses.
Dalam konvertor, yang pertama terjadi adalah prows oksidasi unsur silikon yang menghasilkan oksida silikon. Kemudian diikuti oleh proses oksidasi unsur fosfor dan mangan yang menghasilkan oksida fosfor dan oksida mangan, ditandai dengan adanya bunga api yang berwarna kehijau-hijauan.
Proses oksidasi yang terakhir adalah mengoksidasi karbon. Proses ini berlangsung disertai dengan suara gemuruh dan nyala api berwarna putih dengan panjang sekitar 2 meter, kemudian nyala api mengecil. Sebelum nyala api padam, ditambahkan besi kasar yang banyak mengandung mangan, kemudian baja cair dituangkan ke dalam pancipanci tuangan dan dipadatkan dalam bentuk batang-batang baja.
2) Proses Thomas
Proses Thomas adalah suatu proses pembuatan baja yang dilakukan di dalam konvertor yang bagian dalamnya dilapisi dengan batu tahan api dari bahan karbonat kalsium dan magnesium karbonat (CaCO3 + MgC03) yang disebut "dolomit". Proses ini disebut juga proses basa karena lapisan konvertor terbuat dari dolomit dan hanya mengolah besi kasar putih yang kaya dengan fosfor (sekitar 1,7 - 2%) dan mengandung unsur silikon rendah (sekitar 0,6 - 0,8%). Proses ini makin baik hasilnya apabila besi kasar yang diolah mengandung unsur silikon yang sangat rendah.
Dalam proses ini udara diembuskan ke cairan besi kasar di dalam konvertor melalui pipa saluran udara, sehingga terjadi proses oksidasi di dalam cairan terhadap unsur-unsur campuran. Pertama kali unsur yang dioksidasi adalah silikon (Si), kemudian mangan (Mn), dan fosfor (P). Oksidasi unsur fosfor terjadi cepat sekali, sekitar 3 - 5 menit dan proses oksidasi yang terakhir adalah unsur karbon disertai suara gemuruh dan nyala api yang tinggi. Apabila nyala api sudah mengecil dan kemudian padam berarti proses oksidasi telah selesai.
Proses oksidasi yang terjadi pada unsur-unsur di dalam besi kasar menghasilkan oksida yang akan dijadikan terak dengan jalan menambahkan batu kapur ke dalam konvertor. Selanjutnya terak cair dikeluarkan dari dalam konvertor,
diikuti dengan penuangan baja cair ke dalam panci-panci tuangan kemudian dipadatkan menjadi batangan baja.
3) Proses Siemens Martin
Proses tungku terbuka disebut juga proses Siemens Martin, yang disesuaikan dengan nama ahli penemu proses tersebut. Proses ini digunakan untuk menghasilkan baja yang mengandung karbon sedang dan rendah dengan cara proses asam atau basa, sesuai dengan sitar lapisan dapurnya. Proses ini berlangsung di dalam dapur tungku terbuka atau dapur Siemen Martin yang mempunyai kapasitas 150 - 300 ton, bahan bakarnya gas yang dihasilkan dengan pembakaran kokas di ntas tungku atau bahan bakar minyak. Dapur ini menggunakan prinsip regenerator (hubungan batik) dan tungku pemanas dapat mencapai temperatur sekitar 900 -1.200°C, tungku pemanas ini bisa mencapai temperatur tinggi apabila diperlukan, dan pada waktu yang sama menghemat bahan bakar. Dalam proses ini dapur diisi dengan besi kasar dan baja bekas, kemudian dicairkan sehingga beberapa unsur campuran terbentuk menjadi terak di atas permukaan cairan besi, tambahkan bijih besi atau serbuk besi yang berguna untuk mereduksi karbon, maka lubang pengeluaran dapur dibuka dan cairan dituangkan ke dalam panci-panci tuangan. Baja cair meninggalkan dapur sebelum terak cair dan beberapa terak dapat dicegah meninggalkan dapur sampai seluruh baja cair dikeluarkan, kemungkinan terak ikut tertuang ke dalam panci yang akan mengapung di atas baja cair sehingga perlu dikeluarkan dan dituangkan ke dalam panci yang berukuran kecil.
Baja cair yang telah penuh di dalam panci dituangkan ke dalam cetakan melalui bagian bawah cetakan, sehingga terak tetap di dalam panci dan terakhir dikeluarkan. Selain itu, dapat pula dipisahkan dengan cara menuangnya ke dalam cetakan yang lebih kecil. Setiap melakukan proses pemurnian besi kasar dan bahan tambahan lainnya berlangsung selama 12 jam, kemudian diambil sejumlah baja cair sebagai contoh untuk dianalisis komposisinya. Sementara itu, terak yang dihasilkan dari proses basa digunakan sebagai pupuk buatan.
b. Proses Dapur Listrik
1) Dapur listrik busur nyala
Dapur ini mempunyai kapasitas 25 - 100 ton dan dilengkapi dengan tiga buah elektroda karbon yang dipasang pada bagian atas atau atap dapur, disetel secara otomatis untuk menghasilkan busur nyala yang secara langsung memanaskan dan mencairkan logam.
Dapur ini dapat mengolah logam dengan proses asam atau basa sesuai dengan lapisan batu tahan apinya dan bahan yang dimasukkan ke dalam dapur (besi kasar), termasuk logam bekas (baja atau besi) yang terlebih dahulu diketahui komposisinya. Apabila dilakukan proses basa maka terjadi oksidasi terak dari batu kapur atau bubuk kapur untuk mereduksi unsur-unsur campuran. Selanjutnya diperoleh pemisahan terak (mengandung bate kapur) dari baja cair. Juga dapat ditambahkan dengan logam campur sebelum cairan dikeluarkan dari dalam dapur untuk mencegah oksidasi.
2) Dapur induksi frekuensi tinggi
Dapur ini terdiri dari kumparan yang dililiti kawat mengelilingi cawan batu tahan api, ketika tenaga yang dialirkan dari listrik, akan menghasilkan arus listrik yang bersirkulasi di dalam logam yang menyebabkan terjadinya pencairan. Apabila bahan logam telah cair maka arus listrik membuat gerak mengaduk (berputar). Kapasitas dari dapur jenis ini adalah 350 kg - 6 ton pada umumnya dapur ini digunakan untuk memproduksi baja paduan yang khusus.
C. KLASIFIKASI BAJA
1. Jenis Baja Karbon
a. Baja karbon rendah ( < 0,3% C )
Sifatnya mudah ditempa dan mudah di mesin. Baja karbon rendah yang sering kita lihat pemakaiannya dalam kehidupan sehari-hari adalah seperti kawat, sekrup, ulir dan baut.
b. Baja karbon sedang (0,3%
Kekuatan lebih tinggi daripada baja karbon rendah. Sifatnya sulit untuk dibengkokkan, dilas, dipotong. Baja karbon sedang sering digunakan untuk rel kereta api, as, roda gigi dan suku cadang yang berkekuatan tinggi atau dengan kekerasan sedang sampai tinggi.
c. Baja karbon tinggi ( 0,7% < C < 1,4% )
Sifatnya sulit dibengkokkan, dilas dan dipotong. Baja karbon tinggi digunakan untuk perkakas potong seperti pisau, gergaji, gunting dan bagian-bagian yang harus tahan gesekan.
2. Baja Paduan
Baja paduan dihasilkan dengan biaya yang lebih mahal dari baja karbon karena bertambahnya biaya untuk penambahan pengerjaan yang khusus yang dilakukan di dalam industri atau pabrik.
Tujuan dilakukan penambahan unsur yaitu:
1. Untuk menaikkan sifat mekanik baja (kekerasan, keliatan, kekuatan tarik dan sebagainya)
2. Untuk menaikkan sifat mekanik pada temperatur rendah
3. Untuk meningkatkan daya tahan terhadap reaksi kimia (oksidasi dan reduksi)
4. Untuk membuat sifat-sifat spesial
Berdasarkan unsur-unsur campuran dan sifat-sifat dari baja maka baja paduan dapat digolongkan menjadi baja dengan kekuatan tarik yang tinggi, tahan pakai. tahan karat, dan baja tahan panas.
a. Baja dengan Kekuatan Tarik yang Tinggi
Baja ini mengandung mangan, nikel, kromium dan sering jugs mengandung, vanadium dan dapat digolongkan sebagai berikut.
1. Baja dengan Mangan Rendah
Baja ini mengandung 0,35% C dan 1,5% Mn dan baja ini termasuk baja murah tetapi kekuatannya baik. Baja ini dapat didinginkan dengan minyak karena
mengandung unsur mangan sehingga temperatur pengerasannya rendah dan menambah kekuatan struktur feritnya.
2. Baja Nikel
Baja ini mengandung 0,3% C, 3% Ni, dan 0,6% Mn serta mempunyai kekuatan dan kekerasan yang baik, dapat didinginkan dengan minyak karena mengandung unsur nikel yang membuat temperatur pengerasannya rendah. Baja ini digunakan untuk poros engkol, batang penggerak dan penggunaan lain yang hampir sama.
3. Baja Nikel Kromium
Baja ini mempunyai sifat yang keras berhubungan dengan campuran unsur kromium dan sifat yang fiat berhubungan dengan campuran unsur nikel. Baja yang mengandung 0,3% C, 3% Ni, 0,8% Cr, dan 0,6 Mn dapat didinginkan dengan minyak, hasilnya mempunyai kekuatan dan keliatan yang baik dan baja ini digunakan untuk batang penggerak dan pemakaian yang hampir sama.
Baja yang mengandung 0,3% C, 4,35% Ni, 1,25% Cr, dan 0,5% Mn (mengandung nikel dan kromium yang tinggi), mempunyai kecepatan pendinginan yang rendah sehingga pendinginan dapat dilakukan dalam embusan udara dan distorsi diperkecil. Apabila unsur krom dic;ampar scndiri ke dalam baja akan menyebabkan kecepatan pendinginan kritis yang amat rendah, tetapi bila dicampur bersama nikel akan diperoleh baja yang bersifat liat. Jenis baja tersebut digunakan untuk poros engkol dan batang penggerak. Baja nikel kromium menjadi rapuh apabila ditemper atau disepuh pads temperatur 250 - 400°C, jugs kerapuhannya tergantung pada komposisinya, proses ini dikenal dengan nama "menemper kerapuhan" dan baja ini dapat diperiksa dengan penyelidikan pukul takik. Penambahan sekitar 0,3% molibden akan mencegah kerapuhan karena ditemper, juga akan mengurangi pengaruh yang menyeluruh terhadap baja karena molibden adalah unsur berbentuk karbid.
4. Baja Kromium Vanadium
Jika baja ini ditambahkan sekitar 0,5% vanadium sehingga dapat memperbaiki ketahanan baja kromium terhadap guncangan atau getaran dan membuatnya dapat ditempa dan ditumbuk dengan mudah, apabila vanadium menggantikan nikel maka baja lebih cenderung mempengaruhi sifatsifatnya secara menyeluruh.
b. Baja Tahan Pakai
Berdasarkan unsur-unsur campuran yang larut di dalamnya, baja terdiri dari dua macam, yaitu baja mangan berlapis austenit dan baja kromium.
1. Baja Mangan Berlapis Austenit
Baja ini pada dasarnya mengandung 1,2% C, 12,5% Mn, dan 0,75% Si. Selain itu, juga mengandung unsur-unsur berbentuk karbid seperti kromium atau vanadium yang kekuatannya lebih baik. Temperatur transformasi menjadi rendah dengan menambahkan unsur mangan dan baja ini berlapis austenit apabila didinginkan dengan air pada temperatur 1.050°C. Dalam kondisi ini baja hanya mempunyai kekerasan sekitar 200 HB (kekerasan Brinel), tetapi mempunyai kekenyalan yang sangat baik. Baja ini tidak dapat dikeraskan dengan perlakuan panas, tetapi apabila dikerjakan dingin maka kekerasan permukaannya akan naik menjadi 550 HB tanpa mengalami kerugian terhadap kekenyalan intinya. Baja ini tidak dapat dipanaskan kembali pada temperatur yang lebih tinggi dari 250°C, kecuali kalau setelah dipanaskan baja didinginkan dalam air. Pemanasan baja pada temperatur sedang akan menyebabkan kerapuhan pada pengendapan karbid. Baja mangan berlapis austenit dapat diperoleh dengan jalan dituang, ditempa, dan digiling. Baja ini digunakan secara luas untuk peralatan pemecah bate, ember keruk, lintasan, dan penyeberangan jalan kereta api.
2. Baja Kromium
Jenis ini mengandung 1 % C, 1,4% Cr, dan 0,45% Mn. Apabila baja ini mengandung unsur karbon tinggi yang bercampur bersama-sama dengan kromium akan menghasilkan kekerasan yang tinggi sebagai basil dan pendinginan dengan minyak. Baja ini digunakan untuk peluru-peluru bulat dan peralatan penggiling padi
c. Baja Tahan Karat
Baja tahan karat (stainless steel) mempunyai seratus lebih jenis yang berbedabeda. Akan tetapi, seluruh baja itu mempunyai satu sifat karena kandungan kromium yang membuatnya tahan terhadap karat. Baja tahan karat dapat dibagi ke dalam tiga kelompok dasar, yakni baja tahan karat berlapis ferit, berlapis austenit, dan berlapis martensit.
1. Baja Tahan Karat Ferit
Baja ini mengandung unsur karbon yang rendah (sekitar 0,04% C) dan sebagian besar dilarutkan di dalam besi. Sementara itu, unsur lainnya yaitu kromium sekitar 13% - 20% dan tambahan kromium tergantung pada tingk<
2. Baja Tahan Karat Austenit
Baja tahan karat austenit mengandung nikel dan kromium yang amat tinggi, nikel akan membuat temperatur transformasinya rendah, sedangkan kromium akan membuat kecepatan pendinginan kritisnya rendah. Campuran kedua unsur itu menghasilkan struktur lapisan austenit pada temperatur kamar. Baja ini tidak dapat dikeraskan melalui perlakuan papas, tetapi dapat disepuh keras. Pengerjaan dan penyepuhan tersebut membuat baja sukar dikerjakan dengan mesin perkakas. Seperti baja austenit yang lain, baja tahan karat austenit tidak magnetis.
Baja tahan karat yang mengandung 0,15% C, 18% Cr, 8,5% Ni, dap 0,8% Mn sesuai untuk digunakan sebagai alat-alat rumah tangga dap dekoratif. Baja tahan karat yang mengandung 0,05% C, 18,5% Cr, 10% Ni, dap 0,8% Mn, baik untuk dikerjakan dengan cara penarikan dalam karena kandungan karbonnya rendah. Baja tahan karat yang mengandung 0,3% C, 21% Cr, 9% Ni, dap 0,7% Mn sesuai untuk dituang. Kebanyakan baja tahan karat austenit mengandung sekitar 18% kromium dan 8% nikel. Proporsi unsur kromium dan nikel sedikit berbeda dengan 'penambahan dalam proporsi yang kecil dari unsur molibdenum, titanium, dan tembaga untuk menghasilkan sifat-sifat yang spesial. Baja dalam kelompok ini digunakan apabila diperlukan ketahanannya terhadap panas.
3. Baja Tahan Karat Martensit
Baja tahan karat martensit mengandung sejumlah besar unsur karbon dan dapat dikeraskan melalui perlakuan panas, juga mempengaruhi sifat-sifatnya melalui pengerasan dan penyepuhan. Baja yang mengandung 0,1% C, 13% Cr, dan 0,5% Mn ini dapat didinginkan untuk memperbaiki kekuatannya, tetapi tidak menambah
kekerasan. Baja ini seringkali disebut besi tahan karat dan digunakan khususnya untuk peralatan gas turbin dan pekerjaan dekoratif. Apabila baja ini digunakan untuk alat-alat pemotong maka terlebih dahulu ditemper atau disepuh pada temperatur sekitar 180°C, dan jika digunakan untuk pegas terlebih dahulu ditemper pada temperatur sekitar 450°C.
d. Baja Tahan Panas
Problem utama yang berhubungan dengan penggunaan temperatur tinggi adalah kehilangan kekuatan, beban rangkak, serangan oksidasi, dan unsur kimia. Kekuatannya pada temperatur tinggi dapat diperbaiki dengan menaikkan temperatur transformasi dan penambahan unsur kromium atau dengan merendahkan temperatur transformasi dan penambahan unsur nikel. Kedua pengerjaan itu akan menghasilkan struktur austenit.
Sejumlah kecil tambahan unsur titanium, aluminium, dan molibdenum dengan karbon akan menaikkan kekuatan dan memperbaiki ketahanannya terhadap beban rangkak. Unsur nikel akan membantu penahanan kekuatan pada temperatur tinggi dengan memperlambat atau menahan pertumbuhan butir-butiran yang baru. Ketahanannya terhadap oksidasi dan serangan kimia dapat diperbaiki dengan menambahkan silikon atau kromium.
Baja tahan panas dapat dikelompokkan sebagai berikut.
1. Baja Tahan Panas Ferit
Baja tahan panas ferit mengandung karbon yang rendah dan hampir seluruhnya dilarutkan di dalam besi. Baja ini tidak dapat dikeraskan melalui perlakuan panas.
2. Tahan Panas Austenit
Baja tahan panas austenit mengandung kromium dan nikel yang tinggi. Struktur austenit tetap terpelihara sewaktu pendinginan, sehingga baja ini tidak dapat dikeraskan melalui perlakuan panas.
3. Baja Tahan Panas Martensit
Baja tahan panas martensit mempunyai kandungan karbon yang tinggi, sehingga dapat dikeraskan melalui perlakuan panas.
D. PENGARUH UNSUR CAMPURAN TERHADAP SIFAT-SIFAT BAJA
Sifat baja sewaktu digunakan tergantung pada besamya reaksi terhadap perlakuan panas dan pengaruh yang akan diuraikan, yaitu syarat-syarat yang berhubungan langsung dengan kondisi pemakaiannya. Pengaruhnya akan diperoleh sebagai basil dari pengerjaan panas yang sesuai. Adapun pengaruh unsur-unsur campuran terhadap sifat-sifat baja adalah sebagai berikut.
1) Baja karbon mempunyai kekuatan yang terbatas dan tegangan pada baja yang berpenampang besar harus dikurangi, apabila beratnya penting untuk dipertimbangkan maka perlu digunakan baja dengan kekuatan yang tinggi. Kekuatan baja dapat dinaikkan dengan menambahkan unsur campuran seperti nikel dan mangan dalam jumlah yang kecil ke dalam besi dan menguatkannya.
2) Kekenyalan baja dapat diperoleh dengan menambahkan sedikit nikel yang menyebabkan butiran-butirannya menjadi halus.
3) Ketahanan pemakaian baja dapat diperoleh dengan menambahkan unsur penstabil karbid, misalnya kromium dan nikel sehingga terjadi penguraian karbid, apabila penambahan unsur campuran tanpa unsur krom dengan kandungan unsur karbon di bawah 0,4% maka akan terjadi peniadaan karbid. Cara lain untuk menghasilkan ketahanan pakai adalah dengan menambahkan nikel atau mangan agar transformasii temperatur rendah, dan akan menyebabkan pembentukan austenit dengan jalan pendinginan. Baja paduan ini dilakukan pengerjaan pengerasan untuk menaikkan kekerasan dan ketahanan pakainya.
4) Kekerasan dan kekuatan baja karbon akan mulai turun apabila temperaturnya mencapai 250°C. Ketahanan panas dapat diperoleh dengan menaikkan temperatur transformasi dengan cara menambahkan krom dan wolfram atau dengan merendahkan temperatur transformasi dengan menambahkan nikel yang menghasilkan suatu struktur austenit setelah dilakukan pendinginan. Pertumbuhan butiran berhubungan dengan pemanasan pada temperatur tinggi tetapi dapat diirrXbangi dengan penambahan unsur nikel. Unsur kromium cenderung menaikkan pertumbuhan butiran dan penambahan nikel akan menyebabkan baja kromium tahan terhadap panas. Baja karbon tidak tahan menerima beban rangkak apabila dipanaskan pada temperatur tinggi, agar dapat memperbaiki ketahanan baja terhadap beban rangkak maka ditambahkan sejumlah kecil molibden.
5) Ketahanan baja terhadap karatan diperoleh dengan menambahkan unsur krom sampai 12%, sehingga membentuk lapisan tipis berupa oksida pada permukaan baja untuk mengisolasi
antara besi dengan unsur-unsur yang menyebabkan karatan. Baja tahan karat yang paling baik terutama pada temperatur tinggi, diperoleh dengan cara menggunakan nikel dan kromium bersama-sama untuk menghasilkan suatu struktur yang berlapis austenit.
E. PENGERJAAN PANAS BAJA PADUAN
Pengerjaan panas baja karbon untuk memperoleh baja paduan yang baik dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut.
1. Penyepuhan Baja
Baja karbon yang disepuh menimbulkan butir-butiran sebagai hasil pemanasan yang lama selama proses karburasi. Apabila dalam pemakaian rnendapat tekanan atau beban yang tinggi pada permukaannya maka intinya harusdimurnikan untuk mencegah lapisan pembungkus terkelupas dan memberikan kekuatan yang baik pada penampang melintang.
Penambahan nikel ternyata diperlukan untuk pemurnian dengan cara perlakuan panas dap perubahan bentuk diperkecil, apabila jumlah nikel sedikit lebih tinggi dapat dilakukan pendinginan dengan minyak.
Jika komponen yang tebal harus mempunyai inti yang kekuatannya seragam maka perlu ditambahkan kromium untuk menghilangkan pengaruh yang menyeluruh, tetapi unsur kromium tidak digunakan sendiri harus digunakan berrsama nikel untuk mencegah terjadinya pertumbuhan butir-butir baru.
2. Penyepuhan Baja Nikel
Baja nikel yang disepuh mengandung. 0,12% C, 3% Ni, dap 0,45% Mn di mana pada baja ini mengandung unsur karbon yang rendah sehingga menyebabkan intinya tidak bereaksi terhadap proses pengerasan yang langsung. Nikel dapat mencegah terjadinya pertumbuhan butir-butir baruselama proses karburasi, apabila peralatan yang berukuran kecil dibuat dari baja maka proses pemurnian kemungkinan diabaikan dan pendinginan baja dilakukan di dalam air.
Baja nikel yang disepuh mengandung 0,1.2% C, 5% Ni, dap 0,45% Mn, baja ini hampir sama dengan baja yang disepuh yang mengandung 3% Ni. Kandungan nikel yang sedikit lebih tinggi memungkinkan untuk didinginkan dengan minyak dap membuatnya lebih sesuai untuk dibuat roda gigi dan alat berat.
3. Penyepuhan Baja Kromium
Baja nikel kromium yang disepuh mengandung 0,15% C, 4% Ni, 0,8% Cr, dap 0,4% Mn. Penambahan sejumlah kecil unsur kromium akan menghasilkan kekerasan dan kekuatan yang tinggi sebagai hasil dari pendinginan minyak.
a. Penitritan Baja
Baja yang dinitrit mengandung unsur-unsur campuran akan menghasilkan permukaan yang keras. Kandungan kromium sekitar 3% akan menghasilkan permukaan yang mempunyai kekerasan sekitar 850 HV (kekerasan Vikers). Baja yang mengandung 1,5% aluminium dap 1,5% kromium akan menaikkan kekerasan permukaannya menjadi sekitar 1.100 HV. Kandungan karbon baja ini tergantung pada sifat inti yang diperlukan, sekitar 0,18 - 0,5% C.
b. Pengerasan Baja dengan Udara
Apabila unsur kromium cukup dalam baja maka kecepatan pendinginan kritis akan berkurang, sehingga pendinginan dapat dilakukan dalam udaraJenis baja yang dikeraskan dengan udara adalah yang mengandung 21, kromium dan 0,6% karbon membuat temperatur pengerasan dan kecepatar pendinginan kritis menjadi rendah.
Tools berbahan baja
DURABILITAS BAJA DENGAN PERLAKUAN PANAS
Bahan-bahan pada saat sekarang khususnya logam semakin baik dan rumit, digunakan pada peralatan modern yang memerlukan bahan dengan kekuatan impak dan ketahanan fatigue yang tinggi disebabkan meningkatnya kecepatan putar dan pergerakan linear serta peningkatan frekwensi pembebanan pada komponen. Untuk mendapatkan kekuatan dari bahan tersebut dapat dilakukan dengan proses perlakuan panas. Perlakuan panas adalah suatu proses pemanasan dan pendinginan logam dalam keadaan padat untuk mengubah sifat-sifat fisis logam tersebut. Melalui perlakuan panas yang tepat, tegangan dalam dapat dihilangkan, besar butiran dapat diperbesar atau diperkecil, ketangguhan dapat ditingkatkan atau dapat dihasilkan suatu permukaan yang keras disekeliling inti yang ulet.
KEKERASAN
Kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan sebuah benda (benda kerja) terhadap penetrasi/daya tembus dari bahan lain yang kebih keras penetrator). Kekerasan merupakan suatu sifat dari bahan yang sebagian besar dipengaruhi oleh un-sur-unsur paduannya dan kekerasan suatu bahan tersebut dapat berubah bila dikerjakan dengan cold worked seperti pengerolan, penarikan, pemakanan dan lain-lain serta kekerasan dapat dicapai sesuai kebutuhan dengan perlakuan panas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil kekerasan dalam perlakuan panas antara lain; Komposisi kimia, Langkah Perlakuan Panas, Cairan Pendinginan, Temperatur Pemanasan, dan lain-lain Proses hardening cukup banyak dipakai di Industri logam atau bengkel-bengkel logam lainnya.Alat-alat permesinan atau komponen mesin banyak yang harus dikeraskan supaya tahan terhadap tusukan atau tekanan dan gesekan dari logam lain, misalnya roda gigi, poros-poros dan lain-lain yang banyak dipakai pada benda bergerak. Dalam kegiatan produksi, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu produksi adalah merupakan masalah yang sangat sering dipertimbangkan dalam Industri dan selalu dicari upaya-upaya untuk mengoptimalkannya. Pengoptimalan ini dilakukan mengingat bahwa waktu (lamanya)
menyelesaikan suatu produk adalah berpengaruh besar terhadap biaya produksi.
Hardening dilakukan untuk memperoleh sifat tahan aus yang tinggi, kekuatan dan fatigue limit/ strength yang lebih baik. Kekerasan yang dapat dicapai tergantung pada kadar karbon dalam baja dan kekerasan yang terjadi akan tergantung pada temperatur pemanasan (temperatur autenitising), holding time dan laju pendinginan yang dilakukan serta seberapa tebal bagian penampang yang menjadi keras banyak tergantung pada hardenability.
1. Penahanan suhu (holding), Holding time dilakukan untuk mendapatkan kekerasan maksimum dari suatu bahan pada proses hardening dengan menahan pada temperatur pengerasan untuk memperoleh pemanasan yang homogen sehingga struktur austenitnya homogen atau terjadi kelarutan karbida ke dalam austenit dan diffusi karbon dan unsur paduannya. Pedoman untuk menentukan holding time dari berbagai jenis baja: Baja Konstruksi dari Baja Karbon dan Baja Paduan Rendah Yang mengandung karbida yang mudah larut, diperlukan holding time yang singkat, 5 - 15 menit setelah mencapai temperatur pemanasannya dianggap sudah memadai. Baja Konstruksi dari Baja Paduan Menengah Dianjurkan menggunakan holding time 15 -25 menit, tidak tergantung ukuran benda kerja. Low Alloy Tool Steel Memerlukan holding time yang tepat, agar kekerasan yang diinginkan dapat tercapai. Dianjurkan menggunakan 0,5 menit per milimeter tebal benda, atau 10 sampai 30 menit. High Alloy Chrome Steel Membutuhkan holding time yang paling panjang di antara semua baja perkakas, juga tergantung pada temperatur pema-nasannya. Juga diperlukan kom-binasi temperatur dan holding time yang tepat. Biasanya dianjurkan menggunakan 0,5 menit permilimeter tebal benda dengan minimum 10 menit, maksimum 1 jam. Hot-Work Tool Steel Mengandung karbida yang sulit larut, baru akan larut pada 10000 C. Pada temperatur ini kemungkinan terjadinya pertumbuhan butir sangat besar, karena itu holding time harus dibatasi, 15-30 menit. High Speed Steel Memerlukan temperatur pemanasan yang sangat tinggi, 1200-13000C.Untuk mencegah terjadinya pertumbuhan butir holding time diambil hanya beberapa menit saja. Misalkan kita ambil waktu holding adalah selama 15 menit pada suhu 8500 .
2. Pendinginan.
Untuk proses Hardening kita melakukan pendinginan secara cepat dengan menggunakan media air. Tujuanya adalah untuk mendapatkan struktur martensite, semakin banyak unsur karbon,maka struktur martensite yang terbentuk juga akan semakin banyak. Karena martensite terbentuk dari fase Austenite yang didinginkan secara cepat. Hal ini disebabkan karena atom karbon tidak sempat berdifusi keluar dan terjebak dalam struktur kristal dan membentuk struktur tetragonal yang ruang kosong antar atomnya kecil,sehingga kekerasanya meningkat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan proses hardening pada baja karbon tinggi akan meningkatkan kekerasanya. Dengan meningkatnya kekerasan, maka efeknya terhadap kekuatan adalah sebagai berikut : Kekuatan impact (impact strength) akan turun karena dengan meningkatnya kekerasan, maka tegangan dalamnya akan meningkat. Karena pada pengujian impact beban yang bekerja adalah beban geser dalam satu arah , maka tegangan dalam akan mengurangi kekuatan impact. Kekuatan tarik (tensile sterngth) akan meningkat. Hal ini disebabkan karena pada pengujian tarik beban yang bekerja adalah secara aksial yang berlawanan dengan arah dari tegangan dalam, sehingga dengan naiknya kekerasan akan meningkatkan kekuatan tarik dari suatu material.
UNSUR-UNSUR PADUAN LOGAM DAN PENGARUH PADA BAJA
A. UNSUR-UNSUR PADUAN LOGAM
1. Belerang (S) dan Fosfor (P)
Unsur-unsur ini lebih sebagai kotoran yang terbawa bijih besi daripada sebagai paduan. Kandungan belerang dan fosfor harus dibuat sedikit mungkin, karena mempengaruhi kualitas baja. Dalam jumlah yang banyak belerang menjadikan baja rapuh dalam keadaan pangs, sedangkan fosfor dapat menjadikan baja rapuh dalam keadaan dingin.
2. Mangan (Mn)
Semua baja mengandung mangan karma sangat diperlukan dalam proses pembuatan baja. Kandungan mangan lebih kurang 0,6% masih belum bisa sebagai paduan dan tidak mempengaruhi sifat baja. Dengan bertambahnya kandungan Mn, suhu kritis diturunkan seimbang. Baja dengan 12% Mn adalah austenit, karma itu suhu kritisnya di bawah suhu kamar, akibatnya baja tidak dapat diperkeras. Di samping itu, austenit mempunyai daya tahan yang sangat tinggi yang hanya d zpat dikerjakan mesin dengan pahat Carbide atau grinding.
Dengan sedikit kandungan Mn akan menurunkan kecepatan pendingin kritis, 1 - 1,2% Mn cukup untuk mendapatkan pengerasan dalam oli.
3. Nikel (Ni)
Nikel mempunyai pengaruh yang sama seperti mangan, yaitu menurunkan suhu kritis dan kecepatan pendinginan kritis, memperbaiki kekuatan tarik, tahan korosi, sifat tahan panas dan sifat magnetnya. Nikel tahab korosi berkat lapisan kuat oksida nikel maka nikel digunakan untuk penutup logam-logam lain. Hat ini dapat dilaksanakan dengan cara galvanisasi dan distempel.
Dari paduan nikel kita rebut monel dan nikrom. Monel adalah paduan nikel dengan tembaga yang sedikit digunakan dalam mesin.
Nikrom adalah paduan nikel dan krom yang digunakan dalam teknik listrik sebagai bahan hambatan. Nikel sebagai unsur paduan digunakan dalam banyak paduan baja sebagai unsur paduan dalam baja konstruksi dan baja mesin.
4. Silikon (Si)
Silikon merupakan unsur paduan yang ada pada setup baja dengan jumlah kandungan lebih dari 0,4% yang mempunyai pengaruh menaikkan tegangan tarik dan menurunkan kecepatan pendinginan kritis.
5. Kromium (Cr)
Kromium menambah kekuatan tarik dan keplastisan, menambah maupun keras, meningkatkan ketahanan terhadap korosi dan tahan suhu tinggi.
6. Tungsten (W), Molibden (Mo), Vanadium (V)
Unsur-unsur tersebut membentuk karbid yang sangat keras dan memberikan baja kekerasan tinggi, kemampuan potong dan daya tahan papas yang cukup tinggi pada baja yang sangat diperlukan untuk pahat potong dengan kecepatan tinggi.
B. PENGARUH UNSUR PADUAN
Sifat baja sangat tergantung pada unsur-unsur yang tergantung dalam baja. baja karbon biasanya mempunyai beberapa kekurangan. Di antaranya yaitu kekerasan baja itu tidak dapat merata atau kemampuan pengerasannya kurang baik. Di samping itu, baja ini mempunyai sifat mekanis yang rendah pada suhu tinggi dan kurang tahan korosi pada lingkungan atmosfer, lingkungan lain, atau pada suhu tinggi. Untuk mengurangi masalah di atas maka dibuat bermacam-macam baja paduan yang pada dasarnya adalah memadu baja dengan unsur paduan lain.
Unsur-unsur paduan dapat mempengaruhi dan mengubah diagram keseimbangan dan mempengaruhi kecepatan reaksi transformasi perubahan fasa. Unsur paduan dapat dibagi dalam dua bagian. Pertama: Ni dan Mn menstabilkan austenit. Kedua: Cr, Mo, W, V, Co, dan Ti menstabilkan ferit.
Jenis pertama disebut juga unsur-unsur pembentuk austenit dan macam kedua disebut juga unsur-unsur pembentuk ferit atau pembentuk karbid yaitu mudah mengikat C. Unsur Si merupakan pembentuk ferit, tetapi bukan pembentu karbid dan di lain pihak sebagai katalisator penihentuk grafit. Kedua bagian unsur tersebut merupakan penstabil fasa austenit atau fern karena mempunyai
perbedaan kelarutan dalam masing-masing fasa tersebut untuk membentuk larutan padat.
Pengaruh unsur-unsur paduan dalam baja meliputi hal berikut.
1. Pembentukan Karbid
Karbid yang terjadi merupakan ikatan kimia dengan unsur karbon, baja itu bersifat getas dan keras, karenanya sangat berguna untuk tahan aus dan goresan.
2. Kelarutan dalam Ferit dan Austenit
Unsur-unsur yang mempunyai bentuk kisi fcc larut secara baik dalam austenitdan unsur yang mempunyai bentuk kisi bcc larut secara baik dalam fern. Cr, Mo, W, V yang mempunyai kisi berbentuk bcc larut lebih baik dalam fern daripada dalam austenit. Sementara itu, Cu dan Ni yang mempunyai bentuk kisi fcc larut lebih baik dalam austenit daripada dalam Ferit.
Mn larut dalam austenit maupun fern. Unsur yang mempunyai bentuk kisi bcc dapat membentuk karbid, sedangkan yang mempunyai kisi bentuk fcc tidak dapat membentuk karbid.
Unsur-unsur yang membentuk larutan padat akan meningkatkan kekuatan dan kekerasan fern. Salah satu unsur itu selain karbon adalah fosfor. Walaupun demikian pengaruh tersebut tidak sebesar pengaruh karbon. Penambahan unsurunsur ini pada baja karbon memungkinkan penambahan kekuatan dan kekerasan fern tanpa mengurangi keliatannya.
Unsur-unsur yang larut dalam austenit mempengaruhi penurunan kecepatan transformasi dan meningkatkan mampu keras. Unsur-unsur yang meningkatkan mampu keras adalah Ni, Si, W, Mn, Cr, Mo, dan V.
KOROSI BAJA PADA STRUKTUR JEMBATAN
A. Korosi
Korosi adalah proses pembusukan suatu bahan atau proses perubahan sifat suatu bahan akibat pengaruh atau reaksinya dengan lingkungan ( Corrosion is the deterioration of substance, usually a metal, or it’s properties due to a reaction with i’ts environment ).
Korosi (Kennet dan Chamberlain,1991) adalah penurunan mutu logam akibat reaksi elektro kimia dengan lingkungannya. Korosi atau pengkaratan merupakan fenomena kimia pada bahan-bahan logam yang pada dasarnya merupakan reaksi logam menjadi ion pada permukaan logam yang kontak langsung dengan lingkungan berair dan oksigen.
B. Mekanisme Korosi Tulangan Baja pada Struktur Beton
Baja adalah bahan yang mempunyai kuat tarik yang tinggi dan koefisien pemauaian yang hampir sama dengan beton. Sedangkan beton sebagai bahan bangunan mempunyai kelemahan utama yaitu kuat tariknya kecil. Karena itu, baja dapat digunakan sebagai tulangan pada bagian beton yang menerima gaya tarik.
Pada permukaan baja terdapat lapisan pasif baja yang tipis. Lapisan pasif baja ini berguna untuk melindungi baja dari korosi.Lapisan pasif baja akan bereaksi dengan larutan asam atau akan larut dalam kondisi asam. Karena beton bersifat alkali, yaitu basa dengan pH sekitar 12-13, baja tulangan di dalam beton aman terhadap korosi. Beton secara makro terlihat sebagai material yang kuat dan massif, tetapi jika dilihat secara mikro, maka beton adalah material yang berpori dengan diameter yang kecil.
Pori-pori di dalam beton pada umumnya menerus. Pori-pori ini dinamakan pori kapiler, dan ukurannya berdiameter 3nm--pori kapiler tersebut masih memungkinkan senyawa-senyawa di sekitar beton untuk berinfiltrasi ke dalam beton dengan cara berdifusi. Proses ini dapat terjadi karena ada perbedaan konsentrasi di dalam beton dan di luar beton. Misalnya bangunan beton di sekitar pantai/laut, karena konsentrasi ion Cldi luar beton lebih tinggi daripada di dalam beton, maka akan terjadi difusi ion Clke dalam beton.
Ion dari senyawa-senyawa yang bersifat asam, seperti ion Cl pada daerah laut, yang berdifusi ke dalam beton sampai ke permukaan baja tulangan dapat mengakibatkan lapisan pasif baja hilang. Permukaan baja yang lapisan pasifnya hilang menjadi anode dari reaksi korosi baja tulangan. Persamaan reaksi anode ini dapat dituliskan sebagai berikut :
Fe Fe2 + 2e ………………………………………( 1 )
Elektron yang dilepaskan dari reaksi anode menyebabkan gas O2 dan air yang terdapat di atas permukaan baja yang masih tertutup oleh lapisan pasif, bereaksi. Bagian baja ini menjadi katode dari reaksi korosi baja tulangan, dan reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut :
O2 + 2H2O + 2e 4OH ………………………….( 2 )
Kedua ion yang terbentu pada anode dan katode bergabung membentuk senyawa hasil korosi. Persamaan reaksi tersebut dapat dituliskan seperti di bawah ini :
2 Fe + O2 + 2H2O 2 Fe2+ + 4OH ….……………..( 3 )
2 Fe2+ + 4OH2 Fe(OH)2 …………………………( 4 )
Fe(OH)2 sebagai bentuk awal senyawa hasil korosi akan berada di permukaan baja yang mengalami korosi. Setelah itu tergantung konsentrasi O2 dalam air yang terdapat pada pori-pori beton. Jika konsentrasi O2 tinggi maka akan terbentuk Fe(OH)2 dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
4 Fe(OH)2 + O2 + 2H2O Fe(OH)3 …..…………( 5 )
Jika pada waktu pembentukan senyawa F konsentrasi e(OH)2 jumlah air tidak cukup sedangkan konsentrasi O2 cukup maka terbentuk korosi yang berwarna merah (FeOOH). Tetapi jika konsentrasi O2 juga tidak cukup maka akan terbentuk korosi berwarna hitam ( Fe2O3 ) atau berwarna hijau (2FeOFe2O3H2O)
Karena korosi adalah senyawa yang berpori, maka proses korosi akan terus berlanjut asalkan konsentrasi Cl, O2 dan H2O di dalam beton cukup. Proses infiltrasi Cl dan korosi dari baja tulangan dalam beton diilustrasikan pada Gambar 1
H2O asam
Cl Cl Cl asam H2O
Cl Cl
O2 H2O O2 Cl
basa lapisan O2 O2
pasif
baja baja
Fe(OH)2
(a) Difusi ion Cl pada beton (b) Hilangnya lapisan pasif dan korosi
Gambar 1. Proses kerusakan bangunan beton akibat korosi baja tulangan
Perbandingan volume antara senyawa hasil reaksi korosi dengan senyawa yang bereaksi kira-kira 2.5 kali. Karena itu, selimut beton dapat mengalami keretakan akibat tekanan dari pengembangan volume tersebut. Jika telah terjadi keretakan pada selimut beton, maka gas O2, H2O dan ion Cl lebih mudah berinfiltrasi ke dalam beton dan kerusakan akibat korosi pada bangunan beton akan menjadi lebih parah. Kuat tekan beton akan menurun apabila terjadi kerusakan pada beton.
Langganan:
Postingan (Atom)