Persyaratan Administratif Bangunan Gedung sesuai dengan UURI No 28 tahun 2002 dan Pembahasannya.
Permasalahan yang akan diangkat adalah mengkaji apa sajakah yang menjadi persyaratan dalam penyelenggaraan bangunan gedung termasuk persyaratan administratif bangunan gedung, persyaratan tata bangunan, persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung, persyaratan arsitektur bangunan gedung, persyaratan pengendalian dampak lingkungan, persyaratan keandalan bangunan gedung, persyaratan keselamatan dan persyaratan kesehatan.
Bab IV : PERSYARATAN BANGUNAN GEDUNG, UURI No 28 tahun 2002, tentang Bangunan Gedung
Bangunan gedung sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak, perwujudan produktivitas, dan jati diri manusia. Oleh karena itu, penyelenggaraan bangunan gedung perlu diatur dan dibina demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan serta penghidupan masyarakat, sekaligus untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, andal, berjati diri, serta seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya.
Bangunan gedung merupakan salah satu wujud fisik pemanfaatan ruang. Oleh karena itu dalam pengaturan bangunan gedung tetap mengacu pada pengaturan penataan ruang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung, setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung, serta harus diselenggarakan secara tertib.
Pengaturan persyaratan teknis dimaksudkan agar masyarakat dalam mendirikan bangunan gedung mengetahui secara jelas persyaratan-persyaratan teknis yang harus dipenuhi sehingga bangunan gedungnya dapat menjamin keselamatan pengguna dan lingkungannya, dapat ditempati secara aman, sehat, nyaman, dan aksesibel, sehingga secara keseluruhan dapat memberikan jaminan terwujudnya bangunan gedung yang fungsional, layak huni, berjati diri, dan produktif, serta serasi dan selaras dengan lingkungannya.
2
Dengan dipenuhinya persyaratan teknis bangunan gedung sesuai fungsi dan klasifikasinya, maka diharapkan kegagalan konstruksi maupun kegagalan bangunan gedung dapat dihindari, sehingga pengguna bangunan dapat hidup lebih tenang dan sehat, rohaniah dan jasmaniah yang akhirnya dapat lebih baik dalam berkeluarga, bekerja, bermasyarakat dan bernegara.
A. Persyaratan Bangunan Gedung
1. Syarat-Syarat Arsitektur Bangunan Gedung
a. Syarat penampilan bangunan gedung
1) Penampilan bangunan gedung harus dirancang dengan mempertimbangkan kaidah-kaidah estetika bentuk, karakteristik arsitektur dan lingkungan yang ada disekitarnya untuk lebih menciptakan kualitas lingkungan, seperti melalui harmonisasi nilai dan gaya arsitektur, penggunaan bahan serta warna bangunan gedung.
2) Penampilan bangunan gedung di kawasan cagar budaya harus dirancang dengan mempertimbangkan kaidah pelestarian yang menjadi dasar pertimbangan utama ditetapkannya kawasan tersebut sebagai cagar budaya, misalnya kawasan cagar budaya yang bangunan gedungnya berarsitektur cina, kolonial, atau berarsitektur melayu.
3) Penampilan bangunan gedung yang didirikan berdampingan dengan bangunan gedung yang dilestarikan, harus dirancang dengan mempertimbangkan kaidah estetika bentuk dan karakteristik dari arsitektur bangunan gedung yang dilestarikan misalnya kawasan berarsitektur melayu, atau kawasan berarsitektur modern.
4) Pemerintah daerah dapat menetapkan kaidah-kaidah arsitektur tertentu pada bangunan gedung untuk suatu kawasan setelah mendapat pertimbangan teknis tim ahli bangunan gedung misalnya pakar arsitektur, pemuka adat setempat, budayawan, dan mempertimbangkan pendapat publik khususnya masyarakat yang tinggal pada kawasan yang bersangkutan dan sekitarnya, dimaksudkan agar ikut membahas, menyampaikan pendapat, menyepakati, dan melaksanakan dengan kesadaran serta ikut memiliki. Pendapat publik diperoleh melalui proses dengan pendapat publik, atau forum dialog publik.
3
b. Syarat-syarat tata ruang dalam
Tata ruang dalam bangunan meliputi tata letak ruang dan tata ruang dalam bangunan gedung harus memperhatikan :
1) Fungsi ruang
Pertimbangan fungsi ruang diwujudkan dalam efisiensi dan efektivitas tata ruang dalam. Yang dimaksud dengan efisiensi adalah perbandingan antara ruang efektif dan ruang sirkulasi, tata letak perabot, dimensi ruang terhadap jumlah pengguna, dll. Sedangkan efektivitas tata ruang dalam adalah tata letak ruang yang sesuai dengan fungsinya, kegiatan yang berlangsung di dalamnya, hubungan antar ruang, dll.
2) Arsitektur bangunan gedung
Pertimbangan arsitektur bangunan gedung diwujudkan dalam pemenuhan tata ruang dalam terhadap kaidah-kaidah arsitektur bangunan gedung secara keseluruhan.
3) Keandalan bangunan gedung
Pertimbangan keandalan bangunan gedung diwujudkan dalam pemenuhan persyaratan keselamatan dalam tata ruang dalam dan interior melalui penggunaan bahan bangunan dan sarana jalan keluar, kesehatan dalam tata ruang dalam dan interior melalui tata pencahayaan alami dan/atau buatan, ventilasi udara alami dan/atau buatan, dan penggunaan bahan bangunan, kenyamanan dalam tata ruang dalam melalui besaran ruang, sirkulasi dalam ruang, dan penggunaan bahan bangunan, dan kemudahan dalam tata letak ruang dan interior melalui pemenuhan aksesibilitas antar ruang
c. Syarat keseimbangan, keserasian dan keselarasan bangunan gedung
Keseimbangan, keserasian dan keselarasan bangunan gedung harus memperhatikan :
1) Terciptanya ruang luar bangunan gedung
Ruang luar bangunan gedung diwujudkan untuk sekaligus mendukung pemenuhan persyaratan keselamatan, keehatan, kenyamanan dan kemudahan bangunan gedung, disamping mewadahi kegiatan pendukung fungsi bangunan gedung dan daerah hijau di sekitar bangunan.
2) Ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya
4
Ruang terbuka hijau diwujudkan dengan memperhatikan potensi unsur-unsur alami yang ada dalam tapak seperti danau, sungai, pohon-pohon menahun, tanah serta permukaan tanah dan dapat berfungsi untuk kepentingan ekologis, sosial, ekonomi serta estetika.
3) Pertimbangan terhadap terciptanya ruang luar bangunan gedung dan ruang terbuka hijau diwujudkan dalam pemenuhan persyaratan daerah resapan yang berkaitan dengan pemenuhan persyaratan minimal koefisien daerah hijau yang harus disediakan, akses penyelamatan untuk bangunan umum berkaitan dengan penyediaan akses kendaraan penyelamatan, seperti kendaraan pemadam kebakaran dan ambulan, untuk masuk ke dalam site bangunan gedung yang bersangkutan, sirkulasi kendaraan dan manusia, serta terpenuhinya kebutuhan prasarana dan sarana di luar bangunan gedung.
2. Syarat-Syarat Pengendalian Dampak Lingkungan
a. Syarat-syarat penampilan bangunan gedung
Penerapan persyaratan pengendalian dampak lingkungan hanya berlaku bagi bangunan gedung yang dapat menimbulkan dampak penting yaitu perubahan yang sangat mendasar pada suatu lingkungan yang diakibatkan oleh suatu kegiatan terhadap lingkungan. Bangunan gedung yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan adalah bangunan gedung yang dapat menyebabkan :
1) perubahan pada sifat-sifat fisik dan/atau hayati lingkungan, yang melampaui baku mutu lingkungan menurut peraturan perubdang-undangan;
2) perubahan mendasar pada komponen lingkungan yang melampaui criteria yang diakui berdasarkan pertimbangan ilmiah;
3) terancam dan/atau punahnya spesies-spesies yang langka dan/atau endemic, dan/atau dilindungi menurut peraturan perundang-undangan atau kerusakan habibat alaminya;
4) kerusakan atau gangguan terhadap kawasan lindung (seperti hutan lindung, cagar alam, taman nasional, dan suaka margasatwa) yang ditetapkan menurut peraturan perundang-undangan;
5) kerusakan atau punahnya benda-benda dan bangunan gedung peninggalan sejarah yang bernilai tinggi;
5
6) perubahan areal yang mempunyai nilai keindahan alami yang tinggi;
7) timbulnya konflik atau kontroversi dengan masyarakat dan/atau Pemerintah
b. Persyaratan lingkungan bangunan gedung meliputi :
1) ruang terbuka hijau pekarangan
2) ruang sempadan bangunan
3) tapak basement
4) hijau pada bangunan
5) sirkulasi dan fasilitas parkir
6) pertandaan
7) pencahayaan ruang luar bangunan gedung
c. Persyaratan terhadap dampak lingkungan berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 15.
1) Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup.
2) Analisis mengenai dampak lingkungan hidup di satu sisi merupakan bagian studi kelayakan untuk melaksanakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, di sisi lain merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan. Berdasarkan analisis ini dapat diketahui secara lebih jelas dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, baik dampak negatif maupun dampak positif yang akan timbul dari usaha dan/atau kegiatan sehingga dapat dipersiapkan langkah untuk menanggulangi dampak negatif dan mengembangkan dampak positif.
Untuk mengukur atau menentukan dampak besar dan penting tersebut di antaranya digunakan kriteria mengenai:
a) Besarnya jumlah manusia yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;
b) Luas wilayah penyebaran dampak;
c) Intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d) Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
e) Sifat kumulatif dampak;
6
f) Berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak
3) Persyaratan teknis pengelolaan dampak lingkungan meliputi :
a) Persyaratan teknis bangunan
b) Persyaratan pelaksanaan konstruksi
c) Pembuangan limbah cair dan padat
d) Pengelolaan daerah bencana
3. Syarat-syarat Keandalan Bangunan Gedung
Persyaratan keandalan bangunan gedung adalah keadaaan bangunan gedung yang memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan bangunan gedung sesuai dengan kebutuhan fungsi yang telah ditetapkan berdasarkan fungsi bangunan gedung
4. Syarat-syarat Keselamatan Bangunan Gedung
Persyaratan keselamatan bangunan gedung meliputi :
a. Persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban muatan
Persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban muatannya merupakan kemampuan struktur bangunan gedung yang stabil dan kukuh dalam mendukung beban muatan sampai dengan kondisi pembebanan maksimum, dalam mendukung beban muatan hidup dan beban muatan mati seperti beban berat sendiri, beban manusia, dan beban barang, serta untuk daerah/zona tertentu kemampuan untuk mendukung beban muatan yang timbul akibat perilaku alam, seperti gempa (tektonik/vulkanik) dan angin ribut/badai, menurunnya kekuatan material yang disebabkan oleh penyusutan, relaksasi, kelelahan, dan perbedaan panas, serta kemungkinan tanah longsor, banjir, dan bahaya kerusakan akibat serangga perusak dan jamur.
Besarnya beban muatan dihitung berdasarkan fungsi bangunan gedung pada kondisi pembebanan maksimum dan variasi pembebanan yaitu variasi beban bangunan gedung pada kondisi kosong, atau sebagian kosong dan sebagaian maksimum,agar bila terjadi keruntuhan pengguna bangunan gedung masih dapat menyelamatkan diri.
7
Setiap bangunan gedung, strukturnya harus direncanakan kuat/kokoh, dan stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability) selama umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan gedung, lokasi, keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.
1) Yang dimaksud dengan ”kuat/kokoh” adalah kondisi struktur bangunan gedung yang kemungkinan terjadinya kegagalan struktur bangunan gedung sangat kecil, yang kerusakan strukturnya masih dalam batas-batas persyaratan teknis yang masih dapat diterima selama umur bangunan yang direncanakan
2) Yang dimaksud dengan ”stabil” adalah kondisi struktur bangunan gedung yang tidak mudah terguling, miring, atau tergeser selama umur bangunan yang direncanakan
3) Yang dimaksud dengan ”persyaratan kelayakan” (serviceability) adalah kondisi struktur bangunan gedung yang selain memenuhi persyaratan keselamatan juga memberikan rasa aman, nyaman, dan selamat bagi pengguna
4) Yang dimaksud dengan ”keawetan struktur” adalah umur struktur yang panjang (lifetime) sesuai dengan rencana, tidak mudah rusak, aus, lelah (fatique) dalam memikul beban
5) Dalam hal bangunan gedung menggunakan bahan bangunan prefabrikasi, bahan bangunan prefabrikasi tersebut harus dirancang sehingga memiliki sistem sambungan yang baik dan andal, serta mampu bertahan terhadap gaya anngkat pada saat pemasangan
6) Perencanaan struktur juga harus mempertimbangkan katahanan bahan bangunan terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh cuaca, serangga perusak dan/atau jamur, dan menjamin keandalan bangunan gedung sesuai umur layanan teknis yang direncanakan
b. Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran
Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran merupakan kemampuan bangunan gedung untuk melakukan pengamanan terhadap bahaya kebakaran melalui sistem proteksi pasif yaitu suatu sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung yang berbasis
8
pada disain struktur dan arsitekur sehingga bangunan gedung itu sendiri secara structural stabil dalam waktu tertentu dan dapat menghambat penjalaran api serta panas bila terjadi kebakaran dan/atau proteksi aktif yaitu sistem deteksi dan alarm kebakaran, sedangkan sistem proteksi aktif dalam memadamkan kebakaran adalah sistemhidran, hose-reel, system sprinkler, dan pemadam api ringan.
1) Pengamanan terhadap bahaya kebakaran dilakukan dengan sistem proteksi pasif meliputi kemampuan stabilitas struktur dan elemennya, konstruksi tahan api, kompartemenisasi dan pemisahan, serta proteksi pada bukaan yang ada untuk menahan dan membatasi kecepatan menjalarnya api dan asap kebakaran yang didasarkan pada fungsi/klasifikasi risiko kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam bangunan.
a) Konstruksi tahan api adalah konstruksi yang unsur struktur pembentuknya tahan api dan mampu menahan secara structural terhadap beban mauatannya yang dinyatakan dalam tingkat ketahanan api (TKA) elemen bangunan, yang meliputi ketahanan dalam memikul beban, penjalaran api (integritas), dan penjalaran panas (isolasi)
b) Kompartemenisasi adalah penyekatan ruang dalam luasan maksmum dan/atau volume maksimum ruang sesuai dengan klasifikasi bangunan dan tipe konstruksi tahan api yang diperhitungkan. Dinding penyekat pembentuk kompartemen dimaksudkan untuk melokalisir api dan asap kebakaran, atau mencegah penjalaran panas ke ruang bersebelahan
c) Pemisahan adalah pemisahan vertical pada bukaan dinding luar, pemisahan oleh dinding tahan api, dan pemisahan pada shaft lift.
d) Bukaan adalah lubang pada dinding atau lubang utilitas (ducting AC, plumbing, dsb) yang harus dilindungi atau diberi katup penyetop api/asap untuk mencegah merambatnya api/asap ke ruang lainnya.
e) Untuk mendukung efektivitas system proteksi pasif dipertimbangkan adanya jalan lingkungan yang dapat dilalui oleh mobil pemadam kebakaran dan/atau jalan belakang (brandgang) yang dapat dipakai untuk evakuasi dan/atau pemadaman api.
9
Pengamanan terhadap bahaya kebakaran dilakukan dengan sistem proteksi aktif meliputi kemampuan peralatan dalam mendeteksi dan memadamkan kebakaran, pengendalian asap, dan sarana penyelamatan kebakaran yang didasarkan pada fungsi, klasifikasi, luas, ketinggian, volume bangunan, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam bangunan gedung. Bangunan gedung dengan fungsi, klasifikasi, luas, jumlah lantai, dan/atau dengan jumlah penghuni tertentu, antara lain :
(1) Bangunan umum dengan penghuni minimal 500 orang, atau yang memiliki luas lantai minimal 5.000 m2, dan/atau mempunyai ketinggian lebih dari 8 lantai;
(2) Bangunan industri dengan jumlah penghuni minimal 500 orang, atau yang memiliki luas lantai minimal 5.000 m2, atau luas site/areal lebih dari 5.000 m2 dan/atau terdapat bahan berbahaya yang mudah terbakar;
(3) Bangunan gedung fungsi khusus
c. Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah bahaya petir
Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah bahaya petir merupakan kemampuan bangunan gedung untuk melakukan pengamanan terhadap bahaya petir melalui sistem penangkal petir. Pengamanan terhadap bahaya petir melalui sistem penangkal petir merupakan kemampuan bangunan gedung untuk melindungi semua bagian bangunan gedung, termasuk manusia di dalamnya terhadap bahaya sambaran petir. Sistem penangkal petir merupakan instalasi penangkal petir yang harus dipasang pada setiap bangunan gedung yang karena letak, sifat geografis, bentuk, dan penggunannya mempunyai resiko terkena sambaran petir.
5. Syarat-syarat Kesehatan Bangunan Gedung
Persyaratan kesehatan bangunan gedung meliputi :
a. Persyaratan sistem penghawaan.
Sistem penghawaan merupakan kebutuhan sirkulasi dan pertukaran udara yang harus disediakan pada bangunan gedung, melalui bukaan dan/atau ventilasi alami dan/atau ventilasi buatan juga harus mempertimbangkan prinsip-prinsip
10
penghematan energi dalam bangunan gedung. Bangunan gedung tempat tinggal, bangunan gedung pelayanan kesehatan khususnya ruang perawatan, bangunan gedung pendidikan khususnya ruang kelas, bangunan pelayanan umum lainnya , seperti kantor pos, kantor polisi, kantor kelurahan, dan gedung parkir harus mempunyai bukaan permanen yaitu bagian pada dinding yang terbuka secara tetap untuk memungkinkan sirkulasi udara, kisi-kisi pada pintu dan jendela dan/atau bukaan permanen yang dapat dibuka untuk kepentingan ventilasi alami. Bangunan gedung parkir baik yang berdiri sendiri maupun yang menjadi satu dengan bangunan gedung fungsi utama, setiap lantainya harus mempunyai sistem ventilasi alami permanen yang memadai
b. Persyaratan ventilasi
Ventilasi alami harus memenuhi ketentuan bukaan permanen, kisi-kisi pada pintu dan jendela, sarana lain yang dapat dibuka dan/atau dapat berasal dari ruangan yang bersebelahan untuk memberikan sirkulasi udara yang sehat. Ventilasi mekanik/buatan harus disediakan jika ventilasi alami tidak dapat memenuhi syarat. Persyaratan ventilasi mekanik/buatan, antara lain :
1) Penempatan fan sebagai ventilasi mekanik/buatan harus memungkinkan pelepasan udara keluar dan masuknya udara segar, atau sebaliknya;
2) Bilamana digunakan ventilasi mekanikbuatan, sistem tersebut harus bekerja terus menerus selama ruang tersebut dihuni;
3) Penggunaan ventilasi mekanik/buatan harus memperhitungkan besarnya pertukaran udara yang disarankan untuk berbagai fungsi ruang dalam bangunan gedung;
4) Bangunan atau ruang parkir tertutup harus dilengkapi dengan sistem ventilasi mekanik/buatan untuk pertukaran udara, dan
5) Gas buang mobil pada setiap lantai ruang parkir bawah tanah (basemen) tidak boleh mencemari udara bersih pada lantai lainnya.
c. Persyaratan pencahayaan.
Sistem pencahayaan merupakan kebutuhan pencahayaan yang harus disediakan pada bangunan gedung melalui :
1) Sistem pencahayaan alami
11
Bangunan gedung tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan bangunan pelayanan umum harus mempunyai bukaan untuk pencahayaan alami. Pencahayaan alami dapat berupa bukaan pada bidang dinding, dinding tembus cahaya, dan/atau atap tembus cahaya.
Dinding tembus cahaya misalnya dinding yang menggunakan kaca. Atap tembus cahaya misalnya penggunaan genteng kaca atau skylight. Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan fungsi bangunan gedung dan fungsi masing-masing ruang di dalam bangunan gedung.
2) Sistem pencahayaan buatan dan pencahayaan darurat
a) Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam bangunan gedung dengan mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi yang digunakan, dan penempatannya tidak menimbulkan efek silau atau pantulan. Tingkat iluminasi atau tingkat pencahayaan pada suatu ruangan pada umumnya didefinisikan sebagai tingkat pencahayaan rata-rata pada bidang kerja. Yang dimaksud dengan bidang kerja adalah bidang horizontal imajiner yang terletak 0,75 m di atas lantai pada seluruh ruangan.Silau sebagai akibat penggunaan pencahayaan alami dari sumber sinar matahari langsung, langit yang cerah, objek luar, maupun dari pantulan kaca dan sebagainya, perlu dikendalikan agar tidak mengganggu tingkat iluminasi yang dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam bangunan gedung.
b) Pencahayaan buatan yang digunakan untuk pencahayaan darurat harus dipasang pada bangunan gedung dengan fungsi tertentu, serta dapat bekerja secara otomatis dan mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk evakuasi yang aman.
Pencahayaan darurat yang berupa lampu darurat dipasang pada :
(1) lobby dan koridor;
(2) ruangan yang mempunyai luas lebih dari 300 m2
c) Semua sistem pencahayaan buatan, kecuali yang diperlukan untuk pencahayaan darurat, harus dilengkapi dengan pengendali manual, dan/atau otomatis, serta ditempatkan pada tempat yang mudah dicapai/dibaca oleh pengguna ruang.
12
d. Persyaratan sanitasi.
Untuk memenuhi persyaratan sistem sanitasi, setiap bangunan gedung harus dilengkapi dengan :
1) Sistem air bersih
Sistem air bersih harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan sumber air bersih dan sistem distribusinya. Sumber air bersih dapat diperoleh dari sumber air berlangganan dan/atau sumber air lainnya yang memenuhi persyaratan kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Sumber air lainnya dapat berupa air tanah, air permukaan, air hujan, dll. Perencanaan sistem distribusi air bersih dalam bangunan gedung harus memenuhi debit air dan tekanan minimal yang disyaratkan.
2) Sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah.
Sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya. Sistem pengolahan air limbah dapat berupa sistem pengolahan air limbah yang berdiri sendiri seperti septictank atau sistem pengolahan air limbah terintegrasi dalam suatu lingkungan/kawasan/kota. Pertimbangan jenis air kotor dan/atau air limbah diwujudkan dalam bentuk pemilihan sistem pengaliran/pembuangan dan penggunan peralatan yang dibutuhkan. Pertimbangan tingkat bahaya air kotor dan/atau air limbah diwujudkan dalam bentuk sistem pengolahan dan pembuangannya.
3) Sistem pembuangan kotoran dan sampah.
Sistem pembuangan kotoran dan sampah harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan fasilitas penampungan dan sejenisnya. Fasilitas penampungan dan/atau pengolahan sampah disediakan pada setiap bangunan gedung dan/atau terpadu dalam suatu kawasan. Pertimbangan fasilitas penampungan diwujudkan dalam bentuk penyediaan tempat penampungan kooran dan sampah pada masing-masing bangunan gedung, yang diperhitungkan berdasarkan fungsi bangunan, jumlah penghuni, dan volume kotoran dan sampah. Penyediaan tempat penampungan kotoran dan sampah juga diperhitungkan dengan mempertimbangkan sistem pengelolaan sampah
13
kota. Pertimbangan jenis kotoran dan sampah diwujudkan dalam bentuk penempatan pewadahan dan/atau pengolahannya yang tidak mengganggu kesehatan penghuni, masyarakat dan lingkungannya.
4) Sistem penyaluran air hujan.
Sistem penyaluran air hujan harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan ketinggian, permukaan iar tanah, permeabilitas tanah, dan ketersediaan jaringan drainase lingkungan/kota. Permeabilitas tanah adalah daya serap tanah terhadap air hujan. Setiap bangunan gedung dan pekarangannya harus dilengkapi dengan sistem penyaluran air hujan. Kecuali untuk daerah tertentu, air hujan harus diresapkan ke dalam tanah pekarangan dan/atau dialirkan ke sumur resapan sebelum dialirkan ke jaringan drainase lingkungan/kota sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Yang dimaksud dengan daerah tertentu adalah daerah yang muka air tanah tinggi (diukur sekurang-kurangnya 3 m dari permukaan tanah) atau daerah-daerah lereng/pegunungan yang secara geoteknik mudah longsor. Untuk daerah yang tinggi muka air tanahnya kurang dari 3 m, atau permeabilitas tanahnya kurang dari 2 cm/jam, atau persyaratan jaraknya tidak memenuhi syarat, maka air hujan langsung dialirkan ke sistem penampungan air hujan terpusat seperti waduk, dsb, melalui sistem drainase lingkungan/kota. Bila belum tersedia jaringan drainase kota ataupun sebab lain yang dapat diterima, maka penyaluran air hujan harus dilakukan dengan cara lain yang dibenarkan oleh instansi yang berwenang. Sistem penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah terjadinya endapan dan penyumbatan pada saluran.
e. Persyaratan penggunaan bahan bangunan gedung
Untuk memenuhi persyaratan penggunaan bahan bangunan gedung, setiap bangunan gedung harus menggunakan bahan bangunan yang aman bagi kesehatan pengguna bangunan gedung dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Penggunaan bahan bangunan yang aman bagi kesehatan pengguna bangunan gedunng harus tidak mengandung bahan-bahan berbahaya/beracun bagi kesehatan, dan aman bagi pengguna bangunan gedung. Penggunaan bahan bangunan yang tidak berdampak negatif terhadap lingkungan harus :
14
1) menghindari timbulnya efek silau dan pantulan bagi pengguna bangunan gedung lain, masyarakat, dan lingkungan sekitarnya;
2) menghindari timbulnya efek peningkatan suhu lingkungan di sekitarnya;
3) mempertimbangkan prinsip-prinsip konservasi energi; dan
4) mewujudkan bangunan gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya.
Pemanfaatan dan penggunaan bahan bangunan lokal harus sesuai dengan kebutuhan dan memperhatikan kelestarian lingkungan.
B. Persyaratan Penggunaan Bahan Bangunan Gedung
Penggunaan bahan bangunan yang tidak berdampak negatif terhadap lingkungan harus :
1. Menghindari tibulnya efek silau dan pantulan bagi pengguna bangunan gedung lain, masyarakat dan lingkungan sekitarnya;
2. Menghindari timbulnya efek peningkatan suhu lingkungan di sekitarnya;
3. Mempertimbangkan prinsip-prinsip konservasi energi;
4. Mewujudkan bangunan gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar