Selasa, 20 April 2010

Evaluasi Kekuatan Struktur Jembatan

EVALUASI KEKUATAN STRUKTUR JEMBATAN
Referensi :
1. AASTHO Manual for Maintenance Inspection of Bridges
2. Guide Specification for Strength Evaluation of Existing Steel and Concrete Bridges, 1989
3. Standard Specification for Highways Bridges
Tipe Jembatan
Ada beberapa tipe jembatan yang sudah dibangun seperti :
a. Tipe rangka (truss). Tipe ini sudah dikenal sejak saat dipatenkan dengan tipe Howe (batang diagonal tertekan), Pratt (batang diagonal tertarik) dan Warren (batang diagonal bergantian ada yang tertekan dan tertarik). Masih ada jenis lain yaitu tipe K dan tipe Baltimore yang merupakan kombinasi dari tipe Warren. Dari cara pembebannya, maka ada dua istilah yaitu tipe dek (deck type) bila beban melalui titik-titik buhul sisi atas rangka, dan tipe “thru” atau “pony” (thru type atau pony type) bila beban melalui titik-titik buhul sisi bawah.
b. Tipe lengkung (arches). Tipe ini dikenal sejak abad ke 8 karena gaya luarnya menimbulkan gaya tekan pada strukturnya, sehingga dapat digunakan bahan alami seperti batu. Ada beberapa jenis kelengkungan, yaitu lengkung Romawi, lengkung Gothic, lengkung Elliptic, lengkung parabolic, dan lengkung lingkaran. Tipe parabolic memberikan gaya tekan lebih merata sepanjang batang lengkungnya.
c. Tipe balok susun (girder). Jembatan yang ditumpu oleh sebuah/ beberapa plat yang dihubungkan dengan keling atau las sehingga membentuk bagian badan (web dan sayap (flange) yang berfungsi sebagai penahan gaya tekan dan tarik internal disebut jembatan system girder. Termasuk di dalam klasifikasi ini adalah box girder, hollowed girder, tubular girder, concrete box. Umumnya bahan yang digunakan baja tapi kadang beton.
d. Tipe balok tunggal (beams). Jembatan yang ditumpu oleh sebuah / beberapa balok yang di atasnya terdapat dek yang dapat dihubungkan secara monolitik (komposit) atau secara bebas. Bahan yang digunakan dapat terbuat dari kayu, baja atau beton.
e. Tipe plat (slab). Tipe ini banyak digunakan untuk jembatan sederhana, terbuat dari beton atau kayu lapis. Umumnya menggunakan system prategang untuk mengurangi ketebalan plat.
2
f. Tipe gantung (suspension). Termasuk dalam tipe ini adalah jembatan kabel (cable stayed) yang lebih kaku dibandingkan dengan jembatan gantung, yang sangat bergantung pada kabel penggantungnya.
Bagian-bagian Jembatan
Bagian-bagian jembatan adalah : 1) struktur atas (super structure) yaitu semua bagian jembatan di atas tumpuan, yang terdiri dari ; tumpuannya sendiri, balok utama longitudinal atau stringer/girder, system lantai (floor system) dan pengaku (bracing/ stiffener). Bagian-bagian sekunder lain adalah : parapet, dinding railing, anti kembang-susut, bahu, alat sambung dek dsb, 2) struktur bawah (sub structure) yaitu pangkal jembatan (abutments/ piers) dan struktur fondasi di bawahnya
Kerusakan-kerusakan Jembatan
Istilah kegagalan dalam artian keteknikan adalah tidak berfungsinya jembatan seperti yang direncanakan semula (non-complience). Untuk itu harus dibedakan dari istilah ketidak sesuaian (improper functions) jembatan karena perubahan beban kendaraan. Istilah yang pertama dikaitkan dengan kesalahan pelaksanaan, sedang istilah kedua dikaitkan dengan jembatan lama yang sudah tidak sesuai lagi dengan beban kendaraan yang baru.
Super structure.
Permukaan jembatan dilihat kerataannya dengan menggunakan waterpas/ leveling kemudian dibandingkan dengan gambar pelaksanaan (as built drawing) untuk melihat kemungkinan adanya penurunan dari abutments/piers atau kerusakan tumpuan sendi/roll/ bearing pad. Dek baja perlu dilihat ketebalannya menggunakan jangka sorong (caliper), hasil las-lasan/ rivet perlu dilihat kesempurnaannya. Korosi, retakan pada sambungan dek baja perlu dicatat dan diinventarisasikan. Permukaan dek baja sering dibuat bertekstur atau dikasarkan agar memiliki skid resistance yang cukup. Sistem lantai jembatan baja rawan terhadap korosi karena air hujan atau air tumpahan dari kendaraan akan mengalir ke bagian ini. Sisi atas sayap balok utama dan balok pengikat sering korosi. Demikian pula kekencangan baut/ rivet atau las di antara bagian-bagian itu perlu dicatat. Retak sering terjadi di sekitar sambungan/ baut/ rivet karena adanya konsentrasi tegangan oleh beban dinamik/ siklik/ getaran. Lendutan yang besar pada balok utama dapat menimbulkan puntiran dan lekukan (buckle), untuk itu perlu diperhatikan
3
khususnya pada saat beban kendaraan bekerja. Tumpuan sendi dan roll dari balok utama/stringer perlu dilihat apakah masih bekerja dengan baik, tidak berfungsinya roll dapat menjadikan tumpuan itu sebagai sendi yang berakibat adanya gaya horizontal pada abutments/ piers yang mungkin tidak direncanakan. Balok utama di bagian tengah lebih banyak menahan lentur sedang pada sekitar tumpuan menahan geser. Kerusakan lentur terlihat pada sayap sisi bawah berupa retakan/ pelelehan dan di sisi atas berupa lekukan (buckle), sedang kerusakan geser terlihat pada bagian badan (web). Keruskan oleh pelelehan terlihat sebagai remak-remak baja yang mengelupas dan berbentuk garis-garis saling-silang yang lembut (spider net).
Dek beton mungkin mengalami pengelupasan (scaling), pencepolan (spalling), retak (cracking) dan aus (wearing). Kerusakan di sekitar expansion joint atau construction joint sering juga terjadi karena perubahan temperature atau gerakan tanah atau jembatan. Korosi pada baja tulangan mengindikasikan adanya pengurangan kekuatan pada dek beton dan juga hilangnya lekatan baja tulangan dengan betonnya.
Sistem lantai jembatan beton dikaitkan dengan balok utama melalui balok pengikat/ pengaku/ bracing/ diapragma. Retak pada ujung-ujung bracing mungkin saja terjadi, juga retak-retak pada sayap sisi bawah balok utama prategang khususnya yang dikarenakan adanya overstress (overload). Balok utama beton bertulang mungkin akan mengalami retak lentur oleh beban berlebihan yang ditandai oleh retak vertical/ melintang sumbu panjang balok pada jarak-jarak tertentu. Retak-retak itu dapat mengundang uap air masuk lebih dalam sehingga dapat mengakibatkan korosi pada tulangan utama. Retak dengan lebar sampai 0,15mm masih dapat diterima tetapi perlu diwaspadai. Oleh pengaruh air asam atau garam, balok utama dan plat beton, khususnya pada sisi bawah, dapat terkorosi. Warna keputih-putihan merata menunjukkan adanya serangan garam, sedang warna keputih-putihan setempat dengan pola vertical menunjukkan adanya proses pelarutan kalsium karbonat oleh air. Reaksi air (H2O) dengan semen (C2S dan C3S) dalam pembuatan beton mempunyai kelemahan karena menimbulkan kalsium hidroksida, Ca(OH)2, yang dapat berreaksi dengan asam atau garam atau carbon di udara sehingga menimbulkan kalsium karbonat, CaCO3 atau gypsum CaSO4 atau kalsium klorida (CaCl) yang semuanya mempunyai sifat melemahkan beton atau baja tulangan.
Tumpuan jembatan berfungsi meneruskan beban berat jembatan dan kendaraan ke abutments atau piers. Umumnya tumpuan terbuat dari bahan yang sangat kuat misalnya baja keras atau karet keras yang dilapis plat baja. Tumpuan roll hanya berfungsi menahan beban vertical, sedang tumpuan sendi harus pula dapat meneruskan beban horizontal karena rem kendaraan.
4
Rubber bearing / bearing pad mempunyai fungsi ganda yaitu dapat menahan beban vertical dan juga gaya horizontal. Tumpuan karet keras ini kadang menimbulkan masalah karena memiliki kekenyalan sehingga dapat mengurangi kenyamanan pemakai jembatan yang pada gilirannya dapat mengurangi kestabilan.
Oleh adanya gerakan vertical dan horizontal searah sumbu jembatan maka pada sambungan dengan jalan dipasang alat yang memungkinkan gerakan itu dapat diakomodasi (sealant/ steel finger joint/ sliding plate joint/ bumper). Oleh adanya gerakan yang besar (kembang susut/ gaya rem/ gerakan tanah setempat) sering alat ini rusak atau aus.
Untuk mengamankan pejalan kaki dan pemakai kendaraan di jembatan dipasang curb dan railing. Kondisi keduanya harus dirawat dan dicat dengan jelas agar di waktu malam dapat dijadikan sebagai penuntun pemakai jalan (night visibility) .
Sub structure.
Kerusakan kolom dan pangkal jembatan umumnya disebabkan oleh beban air secara langsung berupa banjir atau berupa scouring. Beban air sering menyebabkan kolom penahan balok utama jembatan terdorong sehingga dapat menyebabkan keruntuhan pada jembatan. Sering pula bila air di bawah jembatan mengandung sulfat (missal pada jembatan di pinggir laut) maka serangan sulfat akan merusakkan kolom beton atau pleseteran dari pasangan batu kali.
Scouring terjadi karena butiran tanah lepas terbawa oleh arus air yang umumnya arus kuat terjadi pada saat banjir. Butiran yang lepas di sekitar piers atau abutments akan membahayakan kestabilan jembatan, khususnya bila tidak digunakan tiang pancang yang menumpu di atas tanah keras yang dalam. Dengan bertambahnya tinggi piers oleh scouring dapat mengurangi kekakuan struktur  menyebabkan gangguan stabilitas dan kekuatan.
Peristiwa scouring dapat dibedakan menjadi : 1) aggradation dan degradation (menumpuk dan menghilangnya butiran dalam jangka panjang karena lingkungan yang terusik atau peristiwa alami lainnya). Penumpukan dapat menyebabkan berkurangnya kecepatan  menaikkan elevasi muka air  menambah gaya lateral, 2) general scour, yaitu berkurangnya material suplai dari hulu ke hilir sehingga material di sekitar bangunan tidak tergantikan, 3) local scour, meningkatnya kecepatan air oleh adanya penyempitan di sepanjang aliran sungai (misalnya oleh abutments atau piers jembatan)  meningkatnya kecepatan akan membawa serta butiran lepas di sekitar bangunan itu. Kedalaman scouring sulit diprediksi tetapi “rule of thumb” mengatakan
5
bahwa kedalaman itu sama dengan 4 x selisih tinggi antara kondisi banjir dan kondisi paling rendah (low level).
Tata Cara Uji Kelayakan
Tatacara evaluasi kelayakan jembatan berdasarkan kemampuan jembatan menahan beban yang dimunculkan dalam bentuk faktor ketahanan (resistance factor) dibahas dalam tulisan di bawah ini. Faktor ketahanan dibagi dalam dua jenis : a) yang mendasarkan pada beban tertinggi (operating rating, opr) dan b) yang mendasarkan pada pada beban lebih rendah (inventory rating, inv). Beban tertinggi (operating rating) bersifat sementara, tidak terlalu sering dilakukan dan mendasarkan pada tegangan 75% tegangan lelehnya, sedang beban lebih rendah (inventory rating) mendasarkan pada 55% tegangan lelehnya, sering dilakukan dan berjangka panjang. Cara di atas mudah dilakukan pada evaluasi struktur baja atau kayu, namun tidak untuk beton. Untuk beton cara serupa dilakukan melalui rumusan berikut :
1. Tingkatan inventory :
ILLDLuinvMMMRF).3/5.(3,1.3,1
2. Tingkatan operating :
ILLDLuoprMMMRF.3,1.3,1
dengan :
Mu = momen terfaktor dari tampang plat atau gelagar, Mn
MDL = momen oleh beban mati
MLL = momen oleh beban hidup kendaraan
MLL+I = momen oleh beban hidup kendaraan dikalikan faktor kejut
RFinv = faktor ketahanan (rating factor) tingkatan inventory
RFopr = faktor ketahanan (rating factor) tingkatan operating
6
Umumnya momen nominal dihitung berdasarkan tulangan tunggal, berdasarkan tegangan leleh baja dan tegangan beton rencana/temuan lapangan dengan menggunakan konsep perancangan ultimit.
Di dalam Guide Specification for Strength Evaluation of Existing Steel and Concrete Bridges menggunakan persamaan umum seperti berikut :
)1.(...ILDRRFLDn
dengan :
I = faktor kejut oleh beban dinamik
L = pengaruh beban hidup kendaraan
D = pengaruh beban mati D = faktor beban mati D = faktor beban hidup
วพ = faktor reduksi kekuatan
Rn = kekuatan nominal
Faktor reduksi kekuatan biasanya diambil 0,8 sedang AASHTO menggunakan 0,9. Faktor kejut dapat didasarkan pada keadaan permukaan jalan di atas jembatan dan bervariasi antara 0,1 s/d 0,3 (bagus sampai sedang, rusak sedang, rusak berat). Faktor beban mati biasanya diambil 1,2 s/d 1,4 (diukur langsung atau prakiraan) sedang beban hidup 1,3 s/d 1,8  dengan pengawasan beban secara ketat (LHR < 1000 = 1,3 dan LHR > 1000 = 1,45) atau tanpa pengawasan beban secara ketat (LHR < 1000 =1,65 dan LHR > 1000 = 1,8). Faktor beban mati dan hidup ini masih dikalikan dengan faktor yang dikaitkan dengan cara analisis  standar AASHTO =1 (baja/ beton), hasil investigasi lapangan = 1,03 (baja) dan 0,9 (beton). Faktor reduksi kekuatan juga bervariasi antara 0,9 s/d 0,55 (kondisi permukaan jembatan bagus sekali atau jelek sekali).
Menggunakan peraturan baru terakhir ini factor-faktor kondisi lapangan sudah diikut sertakan yang terlihat pada fleksibilitas faktor beban dan reduksi kekuatan (kondisi lingkungan, peraturan, perawatan dan cara inspeksi), sedang cara sebelumnya hanya sekedar membalik suatu prosedur perancangan.
Untuk medapatkan RF diperlukan penghitungan kemampuan momen terfaktor (Mu) atau kemampuan nominal (Rn), sedang untuk mengetahui momen rencana (D atau MDL , L atau MLL)
7
diperlukan standar bebean truk. Ada beberapa klasifikasi jenis truk misal tipe HS, tipe H, tipe 3, tipe 3S2 dan tipe 3-3. Pemilihan disesuaikan dengan peraturan yang digunakan atau tujuan yang hendak dicapai.
Mendasarkan pada tipe truk tersebut dapat diperoleh pula beban kotor (berat sendiri dan beban muatan) dari masing-masing tipe truk yang diijinkan melalui jembatan tersebut.

Persyaratan Administratif Bangunan Gedung sesuai dengan UU RI No 28 tahun 2002 dan Pembahasannya

Persyaratan Administratif Bangunan Gedung sesuai dengan UURI No 28 tahun 2002 dan Pembahasannya.
Permasalahan yang akan diangkat adalah mengkaji apa sajakah yang menjadi persyaratan dalam penyelenggaraan bangunan gedung termasuk persyaratan administratif bangunan gedung, persyaratan tata bangunan, persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung, persyaratan arsitektur bangunan gedung, persyaratan pengendalian dampak lingkungan, persyaratan keandalan bangunan gedung, persyaratan keselamatan dan persyaratan kesehatan.
Bab IV : PERSYARATAN BANGUNAN GEDUNG, UURI No 28 tahun 2002, tentang Bangunan Gedung
Bangunan gedung sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak, perwujudan produktivitas, dan jati diri manusia. Oleh karena itu, penyelenggaraan bangunan gedung perlu diatur dan dibina demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan serta penghidupan masyarakat, sekaligus untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, andal, berjati diri, serta seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya.
Bangunan gedung merupakan salah satu wujud fisik pemanfaatan ruang. Oleh karena itu dalam pengaturan bangunan gedung tetap mengacu pada pengaturan penataan ruang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung, setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung, serta harus diselenggarakan secara tertib.
Pengaturan persyaratan teknis dimaksudkan agar masyarakat dalam mendirikan bangunan gedung mengetahui secara jelas persyaratan-persyaratan teknis yang harus dipenuhi sehingga bangunan gedungnya dapat menjamin keselamatan pengguna dan lingkungannya, dapat ditempati secara aman, sehat, nyaman, dan aksesibel, sehingga secara keseluruhan dapat memberikan jaminan terwujudnya bangunan gedung yang fungsional, layak huni, berjati diri, dan produktif, serta serasi dan selaras dengan lingkungannya.
2
Dengan dipenuhinya persyaratan teknis bangunan gedung sesuai fungsi dan klasifikasinya, maka diharapkan kegagalan konstruksi maupun kegagalan bangunan gedung dapat dihindari, sehingga pengguna bangunan dapat hidup lebih tenang dan sehat, rohaniah dan jasmaniah yang akhirnya dapat lebih baik dalam berkeluarga, bekerja, bermasyarakat dan bernegara.
A. Persyaratan Bangunan Gedung
1. Syarat-Syarat Arsitektur Bangunan Gedung
a. Syarat penampilan bangunan gedung
1) Penampilan bangunan gedung harus dirancang dengan mempertimbangkan kaidah-kaidah estetika bentuk, karakteristik arsitektur dan lingkungan yang ada disekitarnya untuk lebih menciptakan kualitas lingkungan, seperti melalui harmonisasi nilai dan gaya arsitektur, penggunaan bahan serta warna bangunan gedung.
2) Penampilan bangunan gedung di kawasan cagar budaya harus dirancang dengan mempertimbangkan kaidah pelestarian yang menjadi dasar pertimbangan utama ditetapkannya kawasan tersebut sebagai cagar budaya, misalnya kawasan cagar budaya yang bangunan gedungnya berarsitektur cina, kolonial, atau berarsitektur melayu.
3) Penampilan bangunan gedung yang didirikan berdampingan dengan bangunan gedung yang dilestarikan, harus dirancang dengan mempertimbangkan kaidah estetika bentuk dan karakteristik dari arsitektur bangunan gedung yang dilestarikan misalnya kawasan berarsitektur melayu, atau kawasan berarsitektur modern.
4) Pemerintah daerah dapat menetapkan kaidah-kaidah arsitektur tertentu pada bangunan gedung untuk suatu kawasan setelah mendapat pertimbangan teknis tim ahli bangunan gedung misalnya pakar arsitektur, pemuka adat setempat, budayawan, dan mempertimbangkan pendapat publik khususnya masyarakat yang tinggal pada kawasan yang bersangkutan dan sekitarnya, dimaksudkan agar ikut membahas, menyampaikan pendapat, menyepakati, dan melaksanakan dengan kesadaran serta ikut memiliki. Pendapat publik diperoleh melalui proses dengan pendapat publik, atau forum dialog publik.
3
b. Syarat-syarat tata ruang dalam
Tata ruang dalam bangunan meliputi tata letak ruang dan tata ruang dalam bangunan gedung harus memperhatikan :
1) Fungsi ruang
Pertimbangan fungsi ruang diwujudkan dalam efisiensi dan efektivitas tata ruang dalam. Yang dimaksud dengan efisiensi adalah perbandingan antara ruang efektif dan ruang sirkulasi, tata letak perabot, dimensi ruang terhadap jumlah pengguna, dll. Sedangkan efektivitas tata ruang dalam adalah tata letak ruang yang sesuai dengan fungsinya, kegiatan yang berlangsung di dalamnya, hubungan antar ruang, dll.
2) Arsitektur bangunan gedung
Pertimbangan arsitektur bangunan gedung diwujudkan dalam pemenuhan tata ruang dalam terhadap kaidah-kaidah arsitektur bangunan gedung secara keseluruhan.
3) Keandalan bangunan gedung
Pertimbangan keandalan bangunan gedung diwujudkan dalam pemenuhan persyaratan keselamatan dalam tata ruang dalam dan interior melalui penggunaan bahan bangunan dan sarana jalan keluar, kesehatan dalam tata ruang dalam dan interior melalui tata pencahayaan alami dan/atau buatan, ventilasi udara alami dan/atau buatan, dan penggunaan bahan bangunan, kenyamanan dalam tata ruang dalam melalui besaran ruang, sirkulasi dalam ruang, dan penggunaan bahan bangunan, dan kemudahan dalam tata letak ruang dan interior melalui pemenuhan aksesibilitas antar ruang
c. Syarat keseimbangan, keserasian dan keselarasan bangunan gedung
Keseimbangan, keserasian dan keselarasan bangunan gedung harus memperhatikan :
1) Terciptanya ruang luar bangunan gedung
Ruang luar bangunan gedung diwujudkan untuk sekaligus mendukung pemenuhan persyaratan keselamatan, keehatan, kenyamanan dan kemudahan bangunan gedung, disamping mewadahi kegiatan pendukung fungsi bangunan gedung dan daerah hijau di sekitar bangunan.
2) Ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya
4
Ruang terbuka hijau diwujudkan dengan memperhatikan potensi unsur-unsur alami yang ada dalam tapak seperti danau, sungai, pohon-pohon menahun, tanah serta permukaan tanah dan dapat berfungsi untuk kepentingan ekologis, sosial, ekonomi serta estetika.
3) Pertimbangan terhadap terciptanya ruang luar bangunan gedung dan ruang terbuka hijau diwujudkan dalam pemenuhan persyaratan daerah resapan yang berkaitan dengan pemenuhan persyaratan minimal koefisien daerah hijau yang harus disediakan, akses penyelamatan untuk bangunan umum berkaitan dengan penyediaan akses kendaraan penyelamatan, seperti kendaraan pemadam kebakaran dan ambulan, untuk masuk ke dalam site bangunan gedung yang bersangkutan, sirkulasi kendaraan dan manusia, serta terpenuhinya kebutuhan prasarana dan sarana di luar bangunan gedung.
2. Syarat-Syarat Pengendalian Dampak Lingkungan
a. Syarat-syarat penampilan bangunan gedung
Penerapan persyaratan pengendalian dampak lingkungan hanya berlaku bagi bangunan gedung yang dapat menimbulkan dampak penting yaitu perubahan yang sangat mendasar pada suatu lingkungan yang diakibatkan oleh suatu kegiatan terhadap lingkungan. Bangunan gedung yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan adalah bangunan gedung yang dapat menyebabkan :
1) perubahan pada sifat-sifat fisik dan/atau hayati lingkungan, yang melampaui baku mutu lingkungan menurut peraturan perubdang-undangan;
2) perubahan mendasar pada komponen lingkungan yang melampaui criteria yang diakui berdasarkan pertimbangan ilmiah;
3) terancam dan/atau punahnya spesies-spesies yang langka dan/atau endemic, dan/atau dilindungi menurut peraturan perundang-undangan atau kerusakan habibat alaminya;
4) kerusakan atau gangguan terhadap kawasan lindung (seperti hutan lindung, cagar alam, taman nasional, dan suaka margasatwa) yang ditetapkan menurut peraturan perundang-undangan;
5) kerusakan atau punahnya benda-benda dan bangunan gedung peninggalan sejarah yang bernilai tinggi;
5
6) perubahan areal yang mempunyai nilai keindahan alami yang tinggi;
7) timbulnya konflik atau kontroversi dengan masyarakat dan/atau Pemerintah
b. Persyaratan lingkungan bangunan gedung meliputi :
1) ruang terbuka hijau pekarangan
2) ruang sempadan bangunan
3) tapak basement
4) hijau pada bangunan
5) sirkulasi dan fasilitas parkir
6) pertandaan
7) pencahayaan ruang luar bangunan gedung
c. Persyaratan terhadap dampak lingkungan berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 15.
1) Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup.
2) Analisis mengenai dampak lingkungan hidup di satu sisi merupakan bagian studi kelayakan untuk melaksanakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, di sisi lain merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan. Berdasarkan analisis ini dapat diketahui secara lebih jelas dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, baik dampak negatif maupun dampak positif yang akan timbul dari usaha dan/atau kegiatan sehingga dapat dipersiapkan langkah untuk menanggulangi dampak negatif dan mengembangkan dampak positif.
Untuk mengukur atau menentukan dampak besar dan penting tersebut di antaranya digunakan kriteria mengenai:
a) Besarnya jumlah manusia yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;
b) Luas wilayah penyebaran dampak;
c) Intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d) Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
e) Sifat kumulatif dampak;
6
f) Berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak
3) Persyaratan teknis pengelolaan dampak lingkungan meliputi :
a) Persyaratan teknis bangunan
b) Persyaratan pelaksanaan konstruksi
c) Pembuangan limbah cair dan padat
d) Pengelolaan daerah bencana
3. Syarat-syarat Keandalan Bangunan Gedung
Persyaratan keandalan bangunan gedung adalah keadaaan bangunan gedung yang memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan bangunan gedung sesuai dengan kebutuhan fungsi yang telah ditetapkan berdasarkan fungsi bangunan gedung
4. Syarat-syarat Keselamatan Bangunan Gedung
Persyaratan keselamatan bangunan gedung meliputi :
a. Persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban muatan
Persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban muatannya merupakan kemampuan struktur bangunan gedung yang stabil dan kukuh dalam mendukung beban muatan sampai dengan kondisi pembebanan maksimum, dalam mendukung beban muatan hidup dan beban muatan mati seperti beban berat sendiri, beban manusia, dan beban barang, serta untuk daerah/zona tertentu kemampuan untuk mendukung beban muatan yang timbul akibat perilaku alam, seperti gempa (tektonik/vulkanik) dan angin ribut/badai, menurunnya kekuatan material yang disebabkan oleh penyusutan, relaksasi, kelelahan, dan perbedaan panas, serta kemungkinan tanah longsor, banjir, dan bahaya kerusakan akibat serangga perusak dan jamur.
Besarnya beban muatan dihitung berdasarkan fungsi bangunan gedung pada kondisi pembebanan maksimum dan variasi pembebanan yaitu variasi beban bangunan gedung pada kondisi kosong, atau sebagian kosong dan sebagaian maksimum,agar bila terjadi keruntuhan pengguna bangunan gedung masih dapat menyelamatkan diri.
7
Setiap bangunan gedung, strukturnya harus direncanakan kuat/kokoh, dan stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability) selama umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan gedung, lokasi, keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.
1) Yang dimaksud dengan ”kuat/kokoh” adalah kondisi struktur bangunan gedung yang kemungkinan terjadinya kegagalan struktur bangunan gedung sangat kecil, yang kerusakan strukturnya masih dalam batas-batas persyaratan teknis yang masih dapat diterima selama umur bangunan yang direncanakan
2) Yang dimaksud dengan ”stabil” adalah kondisi struktur bangunan gedung yang tidak mudah terguling, miring, atau tergeser selama umur bangunan yang direncanakan
3) Yang dimaksud dengan ”persyaratan kelayakan” (serviceability) adalah kondisi struktur bangunan gedung yang selain memenuhi persyaratan keselamatan juga memberikan rasa aman, nyaman, dan selamat bagi pengguna
4) Yang dimaksud dengan ”keawetan struktur” adalah umur struktur yang panjang (lifetime) sesuai dengan rencana, tidak mudah rusak, aus, lelah (fatique) dalam memikul beban
5) Dalam hal bangunan gedung menggunakan bahan bangunan prefabrikasi, bahan bangunan prefabrikasi tersebut harus dirancang sehingga memiliki sistem sambungan yang baik dan andal, serta mampu bertahan terhadap gaya anngkat pada saat pemasangan
6) Perencanaan struktur juga harus mempertimbangkan katahanan bahan bangunan terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh cuaca, serangga perusak dan/atau jamur, dan menjamin keandalan bangunan gedung sesuai umur layanan teknis yang direncanakan
b. Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran
Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran merupakan kemampuan bangunan gedung untuk melakukan pengamanan terhadap bahaya kebakaran melalui sistem proteksi pasif yaitu suatu sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung yang berbasis
8
pada disain struktur dan arsitekur sehingga bangunan gedung itu sendiri secara structural stabil dalam waktu tertentu dan dapat menghambat penjalaran api serta panas bila terjadi kebakaran dan/atau proteksi aktif yaitu sistem deteksi dan alarm kebakaran, sedangkan sistem proteksi aktif dalam memadamkan kebakaran adalah sistemhidran, hose-reel, system sprinkler, dan pemadam api ringan.
1) Pengamanan terhadap bahaya kebakaran dilakukan dengan sistem proteksi pasif meliputi kemampuan stabilitas struktur dan elemennya, konstruksi tahan api, kompartemenisasi dan pemisahan, serta proteksi pada bukaan yang ada untuk menahan dan membatasi kecepatan menjalarnya api dan asap kebakaran yang didasarkan pada fungsi/klasifikasi risiko kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam bangunan.
a) Konstruksi tahan api adalah konstruksi yang unsur struktur pembentuknya tahan api dan mampu menahan secara structural terhadap beban mauatannya yang dinyatakan dalam tingkat ketahanan api (TKA) elemen bangunan, yang meliputi ketahanan dalam memikul beban, penjalaran api (integritas), dan penjalaran panas (isolasi)
b) Kompartemenisasi adalah penyekatan ruang dalam luasan maksmum dan/atau volume maksimum ruang sesuai dengan klasifikasi bangunan dan tipe konstruksi tahan api yang diperhitungkan. Dinding penyekat pembentuk kompartemen dimaksudkan untuk melokalisir api dan asap kebakaran, atau mencegah penjalaran panas ke ruang bersebelahan
c) Pemisahan adalah pemisahan vertical pada bukaan dinding luar, pemisahan oleh dinding tahan api, dan pemisahan pada shaft lift.
d) Bukaan adalah lubang pada dinding atau lubang utilitas (ducting AC, plumbing, dsb) yang harus dilindungi atau diberi katup penyetop api/asap untuk mencegah merambatnya api/asap ke ruang lainnya.
e) Untuk mendukung efektivitas system proteksi pasif dipertimbangkan adanya jalan lingkungan yang dapat dilalui oleh mobil pemadam kebakaran dan/atau jalan belakang (brandgang) yang dapat dipakai untuk evakuasi dan/atau pemadaman api.
9
Pengamanan terhadap bahaya kebakaran dilakukan dengan sistem proteksi aktif meliputi kemampuan peralatan dalam mendeteksi dan memadamkan kebakaran, pengendalian asap, dan sarana penyelamatan kebakaran yang didasarkan pada fungsi, klasifikasi, luas, ketinggian, volume bangunan, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam bangunan gedung. Bangunan gedung dengan fungsi, klasifikasi, luas, jumlah lantai, dan/atau dengan jumlah penghuni tertentu, antara lain :
(1) Bangunan umum dengan penghuni minimal 500 orang, atau yang memiliki luas lantai minimal 5.000 m2, dan/atau mempunyai ketinggian lebih dari 8 lantai;
(2) Bangunan industri dengan jumlah penghuni minimal 500 orang, atau yang memiliki luas lantai minimal 5.000 m2, atau luas site/areal lebih dari 5.000 m2 dan/atau terdapat bahan berbahaya yang mudah terbakar;
(3) Bangunan gedung fungsi khusus
c. Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah bahaya petir
Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah bahaya petir merupakan kemampuan bangunan gedung untuk melakukan pengamanan terhadap bahaya petir melalui sistem penangkal petir. Pengamanan terhadap bahaya petir melalui sistem penangkal petir merupakan kemampuan bangunan gedung untuk melindungi semua bagian bangunan gedung, termasuk manusia di dalamnya terhadap bahaya sambaran petir. Sistem penangkal petir merupakan instalasi penangkal petir yang harus dipasang pada setiap bangunan gedung yang karena letak, sifat geografis, bentuk, dan penggunannya mempunyai resiko terkena sambaran petir.
5. Syarat-syarat Kesehatan Bangunan Gedung
Persyaratan kesehatan bangunan gedung meliputi :
a. Persyaratan sistem penghawaan.
Sistem penghawaan merupakan kebutuhan sirkulasi dan pertukaran udara yang harus disediakan pada bangunan gedung, melalui bukaan dan/atau ventilasi alami dan/atau ventilasi buatan juga harus mempertimbangkan prinsip-prinsip
10
penghematan energi dalam bangunan gedung. Bangunan gedung tempat tinggal, bangunan gedung pelayanan kesehatan khususnya ruang perawatan, bangunan gedung pendidikan khususnya ruang kelas, bangunan pelayanan umum lainnya , seperti kantor pos, kantor polisi, kantor kelurahan, dan gedung parkir harus mempunyai bukaan permanen yaitu bagian pada dinding yang terbuka secara tetap untuk memungkinkan sirkulasi udara, kisi-kisi pada pintu dan jendela dan/atau bukaan permanen yang dapat dibuka untuk kepentingan ventilasi alami. Bangunan gedung parkir baik yang berdiri sendiri maupun yang menjadi satu dengan bangunan gedung fungsi utama, setiap lantainya harus mempunyai sistem ventilasi alami permanen yang memadai
b. Persyaratan ventilasi
Ventilasi alami harus memenuhi ketentuan bukaan permanen, kisi-kisi pada pintu dan jendela, sarana lain yang dapat dibuka dan/atau dapat berasal dari ruangan yang bersebelahan untuk memberikan sirkulasi udara yang sehat. Ventilasi mekanik/buatan harus disediakan jika ventilasi alami tidak dapat memenuhi syarat. Persyaratan ventilasi mekanik/buatan, antara lain :
1) Penempatan fan sebagai ventilasi mekanik/buatan harus memungkinkan pelepasan udara keluar dan masuknya udara segar, atau sebaliknya;
2) Bilamana digunakan ventilasi mekanikbuatan, sistem tersebut harus bekerja terus menerus selama ruang tersebut dihuni;
3) Penggunaan ventilasi mekanik/buatan harus memperhitungkan besarnya pertukaran udara yang disarankan untuk berbagai fungsi ruang dalam bangunan gedung;
4) Bangunan atau ruang parkir tertutup harus dilengkapi dengan sistem ventilasi mekanik/buatan untuk pertukaran udara, dan
5) Gas buang mobil pada setiap lantai ruang parkir bawah tanah (basemen) tidak boleh mencemari udara bersih pada lantai lainnya.
c. Persyaratan pencahayaan.
Sistem pencahayaan merupakan kebutuhan pencahayaan yang harus disediakan pada bangunan gedung melalui :
1) Sistem pencahayaan alami
11
Bangunan gedung tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan bangunan pelayanan umum harus mempunyai bukaan untuk pencahayaan alami. Pencahayaan alami dapat berupa bukaan pada bidang dinding, dinding tembus cahaya, dan/atau atap tembus cahaya.
Dinding tembus cahaya misalnya dinding yang menggunakan kaca. Atap tembus cahaya misalnya penggunaan genteng kaca atau skylight. Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan fungsi bangunan gedung dan fungsi masing-masing ruang di dalam bangunan gedung.
2) Sistem pencahayaan buatan dan pencahayaan darurat
a) Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam bangunan gedung dengan mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi yang digunakan, dan penempatannya tidak menimbulkan efek silau atau pantulan. Tingkat iluminasi atau tingkat pencahayaan pada suatu ruangan pada umumnya didefinisikan sebagai tingkat pencahayaan rata-rata pada bidang kerja. Yang dimaksud dengan bidang kerja adalah bidang horizontal imajiner yang terletak 0,75 m di atas lantai pada seluruh ruangan.Silau sebagai akibat penggunaan pencahayaan alami dari sumber sinar matahari langsung, langit yang cerah, objek luar, maupun dari pantulan kaca dan sebagainya, perlu dikendalikan agar tidak mengganggu tingkat iluminasi yang dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam bangunan gedung.
b) Pencahayaan buatan yang digunakan untuk pencahayaan darurat harus dipasang pada bangunan gedung dengan fungsi tertentu, serta dapat bekerja secara otomatis dan mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk evakuasi yang aman.
Pencahayaan darurat yang berupa lampu darurat dipasang pada :
(1) lobby dan koridor;
(2) ruangan yang mempunyai luas lebih dari 300 m2
c) Semua sistem pencahayaan buatan, kecuali yang diperlukan untuk pencahayaan darurat, harus dilengkapi dengan pengendali manual, dan/atau otomatis, serta ditempatkan pada tempat yang mudah dicapai/dibaca oleh pengguna ruang.
12
d. Persyaratan sanitasi.
Untuk memenuhi persyaratan sistem sanitasi, setiap bangunan gedung harus dilengkapi dengan :
1) Sistem air bersih
Sistem air bersih harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan sumber air bersih dan sistem distribusinya. Sumber air bersih dapat diperoleh dari sumber air berlangganan dan/atau sumber air lainnya yang memenuhi persyaratan kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Sumber air lainnya dapat berupa air tanah, air permukaan, air hujan, dll. Perencanaan sistem distribusi air bersih dalam bangunan gedung harus memenuhi debit air dan tekanan minimal yang disyaratkan.
2) Sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah.
Sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya. Sistem pengolahan air limbah dapat berupa sistem pengolahan air limbah yang berdiri sendiri seperti septictank atau sistem pengolahan air limbah terintegrasi dalam suatu lingkungan/kawasan/kota. Pertimbangan jenis air kotor dan/atau air limbah diwujudkan dalam bentuk pemilihan sistem pengaliran/pembuangan dan penggunan peralatan yang dibutuhkan. Pertimbangan tingkat bahaya air kotor dan/atau air limbah diwujudkan dalam bentuk sistem pengolahan dan pembuangannya.
3) Sistem pembuangan kotoran dan sampah.
Sistem pembuangan kotoran dan sampah harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan fasilitas penampungan dan sejenisnya. Fasilitas penampungan dan/atau pengolahan sampah disediakan pada setiap bangunan gedung dan/atau terpadu dalam suatu kawasan. Pertimbangan fasilitas penampungan diwujudkan dalam bentuk penyediaan tempat penampungan kooran dan sampah pada masing-masing bangunan gedung, yang diperhitungkan berdasarkan fungsi bangunan, jumlah penghuni, dan volume kotoran dan sampah. Penyediaan tempat penampungan kotoran dan sampah juga diperhitungkan dengan mempertimbangkan sistem pengelolaan sampah
13
kota. Pertimbangan jenis kotoran dan sampah diwujudkan dalam bentuk penempatan pewadahan dan/atau pengolahannya yang tidak mengganggu kesehatan penghuni, masyarakat dan lingkungannya.
4) Sistem penyaluran air hujan.
Sistem penyaluran air hujan harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan ketinggian, permukaan iar tanah, permeabilitas tanah, dan ketersediaan jaringan drainase lingkungan/kota. Permeabilitas tanah adalah daya serap tanah terhadap air hujan. Setiap bangunan gedung dan pekarangannya harus dilengkapi dengan sistem penyaluran air hujan. Kecuali untuk daerah tertentu, air hujan harus diresapkan ke dalam tanah pekarangan dan/atau dialirkan ke sumur resapan sebelum dialirkan ke jaringan drainase lingkungan/kota sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Yang dimaksud dengan daerah tertentu adalah daerah yang muka air tanah tinggi (diukur sekurang-kurangnya 3 m dari permukaan tanah) atau daerah-daerah lereng/pegunungan yang secara geoteknik mudah longsor. Untuk daerah yang tinggi muka air tanahnya kurang dari 3 m, atau permeabilitas tanahnya kurang dari 2 cm/jam, atau persyaratan jaraknya tidak memenuhi syarat, maka air hujan langsung dialirkan ke sistem penampungan air hujan terpusat seperti waduk, dsb, melalui sistem drainase lingkungan/kota. Bila belum tersedia jaringan drainase kota ataupun sebab lain yang dapat diterima, maka penyaluran air hujan harus dilakukan dengan cara lain yang dibenarkan oleh instansi yang berwenang. Sistem penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah terjadinya endapan dan penyumbatan pada saluran.
e. Persyaratan penggunaan bahan bangunan gedung
Untuk memenuhi persyaratan penggunaan bahan bangunan gedung, setiap bangunan gedung harus menggunakan bahan bangunan yang aman bagi kesehatan pengguna bangunan gedung dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Penggunaan bahan bangunan yang aman bagi kesehatan pengguna bangunan gedunng harus tidak mengandung bahan-bahan berbahaya/beracun bagi kesehatan, dan aman bagi pengguna bangunan gedung. Penggunaan bahan bangunan yang tidak berdampak negatif terhadap lingkungan harus :
14
1) menghindari timbulnya efek silau dan pantulan bagi pengguna bangunan gedung lain, masyarakat, dan lingkungan sekitarnya;
2) menghindari timbulnya efek peningkatan suhu lingkungan di sekitarnya;
3) mempertimbangkan prinsip-prinsip konservasi energi; dan
4) mewujudkan bangunan gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya.
Pemanfaatan dan penggunaan bahan bangunan lokal harus sesuai dengan kebutuhan dan memperhatikan kelestarian lingkungan.
B. Persyaratan Penggunaan Bahan Bangunan Gedung
Penggunaan bahan bangunan yang tidak berdampak negatif terhadap lingkungan harus :
1. Menghindari tibulnya efek silau dan pantulan bagi pengguna bangunan gedung lain, masyarakat dan lingkungan sekitarnya;
2. Menghindari timbulnya efek peningkatan suhu lingkungan di sekitarnya;
3. Mempertimbangkan prinsip-prinsip konservasi energi;
4. Mewujudkan bangunan gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya.

Proses Pembuatan Baja dan Paduannya

A. PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari, kita pasti sering melihat benda-benda yang terbuat dari baja, misalnya kawat, sekrup, baut, pisau, tulangan beton, jembatan rangka dan lain-lain. Baja adalah merupakan logam paduan yang terdiri dari besi, karbon dan unsur lainnya. Dan pada umumnya baja diklasifikasikan lagi berdasarkan banyaknya kadar karbon yang dikandung dan juga berdasarkan banyaknya paduan yang dikandung. Karbon merupakan salah satu unsur yang sangat penting karena dapat meningkatkan kekerasan dan kekuatan baja.
Besi berasal dari biji besi yang dilebur dalam suatu tempat pembakaran yang dinamakan tanur tinggi. Biji besi ini dicampur dengan kokas dan batu kapur yang kemudian dilebur dalam tanur tinggi. Jenis biji besi yang lazim digunakan adalah hematite, magnetik, siderit, himosit, dll. Hematite (Fe2O3) adalah biji besi yang paling banyak digunakan karena kadar besinya tinggi, sedang kadar kotorannya relatif rendah.
Diperkirakan besi telah dikenal manusia sekitar tahun 1200 SM. Pada zaman tersebut manusia berpikir ingin memiliki sebuah benda yang kokoh, bertahan lama dan ekonomis sebagai pengganti benda-benda yang selama ini dimanfaatkan dari alam sekitar seperti kayu dan bebatuan. Kemudian penemuan ini dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan manusia yang semakin meningkat terhadap benda yang lebih kuat dan kokoh. Kemudian timbulah pemikiran untuk membuat benda yang dinamakan baja sebagai hasil pengembangan dari pembuatan besi.



Kandungan karbon di dalam baja sekitar 0,1 - 1,7%, sedangkan unsur lainnya dibatasi persentasenya. Unsur paduan yang bercampur di dalam lapisan baja, untuk membuat baja bereaksi terhadap pengerjaan panas atau menghasilkan sifat-sifat yang khusus.
1. Unsur Campuran Dasar (Karbon)
Unsur karbon adalah unsur campuran yang amat penting dalam pembentukan baja, jumlah persentase dan bentuknya membawa pengaruh yang amat besar terhadap sifatnya. Unsur karbon dapat bercampur dalam besi dan baja setelah didinginkan secara perlahan-lahan pada temperatur kamar dalam bentuk sebagai berikut:
a. Larut dalam besi untuk membentuk larutan padat ferit yang mengandung
karbon di atas 0,006% pada temperatur kamar. Unsur karbon akan naik lagi
sampai 0,03% pada temperatur sekitar 725°C. Ferit bersifat lunak, tidak kuat, dan kenyal.
b. Sebagai campuran kimia dalam besi, campuran ini disebut sementit (Fe3C) yang mengandung 6,67% karbon. Sementit bersifat keras dan rapuh.
Sementit dapat larut dalam besi berupa sementit yang bebas atau tersusun lapisan-lapisan dengan fern yang menghasilkan struktur "perlit", dinamakan perlit karena ketika di dites dengan jalan goresan dan dilihat dengan mata secara bebas, perlit kelihatannya seperti karang mutiara. Perlit adalah gabungan sifat yang baik dari fern dan sementit.
Apabila baja dipanaskan kemudian didinginkan secara cepat maka keseimbangannya akan rusak dan unsur karbon akan larut dalam bentuk yang lain.
2. Unsur-Unsur Campuran Lainnya
a. Fosfor
Unsur fosfor membentuk larutan besi fosfida. Baja yang mempunyai titik cair rendah juga tetap menghasilkan sifat yang keras dap rapuh. Fosfor dianggap sebagai unsur yang tidak murni dan jumlah kehadirannya di dalam baja dikontrol dengan cepat sehingga persentase maksimum unsur fosfor di dalam baja sekitar 0,05%. Kualitas bijih besi tergantung dari kandungan fosfornya.
b. Unsur Sulfur
Unsur sulfur membahayakan larutan besi sulfida (besi belerang) yang mempunyai titik cair rendah dan rapuh. Besi sulfida terkumpul pada Batas butir-butirannya yang membuat baja hanya didinginkan secara singkat (tidak sesuai untuk pengerjaan dingin) karena kerapuhannya. Hal itu juga membuat baja dipanaskan secara singkat (tidak sesuai untuk pengerjaan panas) karena menjadi cair pada temperatur pengerjaan panas dan juga
menyebabkan baja menjadi retak-retak. Kandungan sulfur harus dijaga serendah mungkin di bawah 0,05%.
c. Unsur Silikon
Silikon membuat baja tidak stabil, tetapi unsur ini tetap menghasilkan lapisan grafit (pemecahan sernentit yang menghasilkan grafit) dan menyebabkan baja menjadi tidak kuat. Baja mengandung silikon sekitar 0,1 - 0,3%.
d. Unsur Mangan
Unsur mangan yang bercampur dengan sulfur akan membentuk mangan sulfida dan diikuti dengan pembentukan besi sulfida. Mangan sulfida tidak membahayakan baja dan mengimbangi sifat jelek dari sulfur. Kandungan mangan di dalam baja hares dikontrol untuk menjaga ketidakseragaman sifatnya dari sekumpulan baja yang lain. Baja karbon mengandung mangan lebih dari I%.
B. PROSES DASAR PEMBUATAN BAJA
1. Proses Pembuatan Baja Secara Tradisional
Pembuatan baja telah dilakukan di Asia sekitar awal abad ke-14 yang berdasarkan atas penyerapan karbon sewaktu besi dipanaskan dalam atmosfer yang kaya dengan karbon. Pada proses ini bijih besi dibakar dengan charcoal, dimana banyak mengandung carbon sehingga terjadi pengikatan oksigen, pembakaran tersebut menghasilkan karbondiokasida dan karbon monoksida yang terlepas ke udara, sehingga besi murni didapat dan dikeluarkan dari dapur, kekurangnya tidak semua besi dapat melebur sehingga terbentuk spoge, spoge berisi besi dan silica.
2. Proses Pembuatan Baja secara Modern
a. Proses Menggunakan Konvertor
Konvertor terbuat dari pelat baja dengan mulut terbuka (untuk memasukkan bahan baku dan mengeluarkan cairan logam) serta dilapisi bate tahan api. Konvertor diikatkan pada suatu tap yang dapat berputar sehingga konvertor dapat digerakkan pada posisi horizontal untuk memasukkan dan mengeluarkan bahan yang diproses dan pada posisi vertikal untuk pengembusan selama proses berlangsung. Konvertor ini dilengkapi dengan pipa yang berlubang kecil (diameterya sekitar 15 - 17 mm) dalam jumlah yang banyak (sekitar 120 - 150 buah pipa) yang terletak pada bagian bawah konvertor. Sewaktu proses berlangsung udara diembuskan ke dalam konvertor melalui pipa saluran dengan tekanan sekitar 1,4 kg/cm2 dan langsung diembuskan ke cairan untuk mengoksidasikan unsur yang tidak murni dan karbon. Kandungan karbon terakhir dioksidasi dengan penambahan besi kasar
yang kaya akan mangan, seterusnya baja cair dituangkan ke dalam panci-panci dan dipadatkan menjadi batang-batang cetakan. Kapasitas konvertor sekitar 25 - 60 ton dan setiap proses memerlukan waktu 25 menit. Proses pembuatan baja yang menggunakan konvertor adalah sebagai berikut;
1) Proses Bessemer
Proses Bessemer adalah suatu proses pembuatan baja yang dilakukan di dalam konvertor yang mempunyai lapisan batu tahan api dari kuarsa asam atau oksida asam (SiO2), sehingga proses ini disebut "Proses Asam". Besi kasar yang diolah dalam konvertor ini adalah besi kasar kelabu yang kaya akan unsur silikon dan rendah fosfor (kandungan fosfor maksimal adalah 0,1%). Besi kasar yang mengandung fosfor rendah diambil karena unsur fosfor tidak dapat direduksi dari dalanl besi kasar apabila tidak diikat dengan batu kapur. Di samping it«, fosfor dapat bereaksi dengan lapisan dapur yang terbuat dari kuarsa asam, reaksi ini membahayakan atau menghabiskan lapisan konvertor. Oleh karena itu, sangat menguntungkan apabila besi kasar yang diolah dalam proses ini adalah besi kasar kelabu yang mengandung silikon sekitar 1,5% - 2%.
Dalam proses ini bahan baku dimasukkan dan dikeluarkan sewaktu konvertor dalam posisi horizontal (kemiringannya sekitar 30°). Sementara itu, udara diembuskan dalam posisi vertikal atau disebut juga kedudukan proses.
Dalam konvertor, yang pertama terjadi adalah prows oksidasi unsur silikon yang menghasilkan oksida silikon. Kemudian diikuti oleh proses oksidasi unsur fosfor dan mangan yang menghasilkan oksida fosfor dan oksida mangan, ditandai dengan adanya bunga api yang berwarna kehijau-hijauan.
Proses oksidasi yang terakhir adalah mengoksidasi karbon. Proses ini berlangsung disertai dengan suara gemuruh dan nyala api berwarna putih dengan panjang sekitar 2 meter, kemudian nyala api mengecil. Sebelum nyala api padam, ditambahkan besi kasar yang banyak mengandung mangan, kemudian baja cair dituangkan ke dalam pancipanci tuangan dan dipadatkan dalam bentuk batang-batang baja.
2) Proses Thomas
Proses Thomas adalah suatu proses pembuatan baja yang dilakukan di dalam konvertor yang bagian dalamnya dilapisi dengan batu tahan api dari bahan karbonat kalsium dan magnesium karbonat (CaCO3 + MgC03) yang disebut "dolomit". Proses ini disebut juga proses basa karena lapisan konvertor terbuat dari dolomit dan hanya mengolah besi kasar putih yang kaya dengan fosfor (sekitar 1,7 - 2%) dan mengandung unsur silikon rendah (sekitar 0,6 - 0,8%). Proses ini makin baik hasilnya apabila besi kasar yang diolah mengandung unsur silikon yang sangat rendah.
Dalam proses ini udara diembuskan ke cairan besi kasar di dalam konvertor melalui pipa saluran udara, sehingga terjadi proses oksidasi di dalam cairan terhadap unsur-unsur campuran. Pertama kali unsur yang dioksidasi adalah silikon (Si), kemudian mangan (Mn), dan fosfor (P). Oksidasi unsur fosfor terjadi cepat sekali, sekitar 3 - 5 menit dan proses oksidasi yang terakhir adalah unsur karbon disertai suara gemuruh dan nyala api yang tinggi. Apabila nyala api sudah mengecil dan kemudian padam berarti proses oksidasi telah selesai.
Proses oksidasi yang terjadi pada unsur-unsur di dalam besi kasar menghasilkan oksida yang akan dijadikan terak dengan jalan menambahkan batu kapur ke dalam konvertor. Selanjutnya terak cair dikeluarkan dari dalam konvertor,
diikuti dengan penuangan baja cair ke dalam panci-panci tuangan kemudian dipadatkan menjadi batangan baja.
3) Proses Siemens Martin
Proses tungku terbuka disebut juga proses Siemens Martin, yang disesuaikan dengan nama ahli penemu proses tersebut. Proses ini digunakan untuk menghasilkan baja yang mengandung karbon sedang dan rendah dengan cara proses asam atau basa, sesuai dengan sitar lapisan dapurnya. Proses ini berlangsung di dalam dapur tungku terbuka atau dapur Siemen Martin yang mempunyai kapasitas 150 - 300 ton, bahan bakarnya gas yang dihasilkan dengan pembakaran kokas di ntas tungku atau bahan bakar minyak. Dapur ini menggunakan prinsip regenerator (hubungan batik) dan tungku pemanas dapat mencapai temperatur sekitar 900 -1.200°C, tungku pemanas ini bisa mencapai temperatur tinggi apabila diperlukan, dan pada waktu yang sama menghemat bahan bakar. Dalam proses ini dapur diisi dengan besi kasar dan baja bekas, kemudian dicairkan sehingga beberapa unsur campuran terbentuk menjadi terak di atas permukaan cairan besi, tambahkan bijih besi atau serbuk besi yang berguna untuk mereduksi karbon, maka lubang pengeluaran dapur dibuka dan cairan dituangkan ke dalam panci-panci tuangan. Baja cair meninggalkan dapur sebelum terak cair dan beberapa terak dapat dicegah meninggalkan dapur sampai seluruh baja cair dikeluarkan, kemungkinan terak ikut tertuang ke dalam panci yang akan mengapung di atas baja cair sehingga perlu dikeluarkan dan dituangkan ke dalam panci yang berukuran kecil.
Baja cair yang telah penuh di dalam panci dituangkan ke dalam cetakan melalui bagian bawah cetakan, sehingga terak tetap di dalam panci dan terakhir dikeluarkan. Selain itu, dapat pula dipisahkan dengan cara menuangnya ke dalam cetakan yang lebih kecil. Setiap melakukan proses pemurnian besi kasar dan bahan tambahan lainnya berlangsung selama 12 jam, kemudian diambil sejumlah baja cair sebagai contoh untuk dianalisis komposisinya. Sementara itu, terak yang dihasilkan dari proses basa digunakan sebagai pupuk buatan.
b. Proses Dapur Listrik
1) Dapur listrik busur nyala
Dapur ini mempunyai kapasitas 25 - 100 ton dan dilengkapi dengan tiga buah elektroda karbon yang dipasang pada bagian atas atau atap dapur, disetel secara otomatis untuk menghasilkan busur nyala yang secara langsung memanaskan dan mencairkan logam.
Dapur ini dapat mengolah logam dengan proses asam atau basa sesuai dengan lapisan batu tahan apinya dan bahan yang dimasukkan ke dalam dapur (besi kasar), termasuk logam bekas (baja atau besi) yang terlebih dahulu diketahui komposisinya. Apabila dilakukan proses basa maka terjadi oksidasi terak dari batu kapur atau bubuk kapur untuk mereduksi unsur-unsur campuran. Selanjutnya diperoleh pemisahan terak (mengandung bate kapur) dari baja cair. Juga dapat ditambahkan dengan logam campur sebelum cairan dikeluarkan dari dalam dapur untuk mencegah oksidasi.
2) Dapur induksi frekuensi tinggi
Dapur ini terdiri dari kumparan yang dililiti kawat mengelilingi cawan batu tahan api, ketika tenaga yang dialirkan dari listrik, akan menghasilkan arus listrik yang bersirkulasi di dalam logam yang menyebabkan terjadinya pencairan. Apabila bahan logam telah cair maka arus listrik membuat gerak mengaduk (berputar). Kapasitas dari dapur jenis ini adalah 350 kg - 6 ton pada umumnya dapur ini digunakan untuk memproduksi baja paduan yang khusus.
C. KLASIFIKASI BAJA
1. Jenis Baja Karbon
a. Baja karbon rendah ( < 0,3% C )
Sifatnya mudah ditempa dan mudah di mesin. Baja karbon rendah yang sering kita lihat pemakaiannya dalam kehidupan sehari-hari adalah seperti kawat, sekrup, ulir dan baut.
b. Baja karbon sedang (0,3%<0,7% )
Kekuatan lebih tinggi daripada baja karbon rendah. Sifatnya sulit untuk dibengkokkan, dilas, dipotong. Baja karbon sedang sering digunakan untuk rel kereta api, as, roda gigi dan suku cadang yang berkekuatan tinggi atau dengan kekerasan sedang sampai tinggi.
c. Baja karbon tinggi ( 0,7% < C < 1,4% )
Sifatnya sulit dibengkokkan, dilas dan dipotong. Baja karbon tinggi digunakan untuk perkakas potong seperti pisau, gergaji, gunting dan bagian-bagian yang harus tahan gesekan.
2. Baja Paduan
Baja paduan dihasilkan dengan biaya yang lebih mahal dari baja karbon karena bertambahnya biaya untuk penambahan pengerjaan yang khusus yang dilakukan di dalam industri atau pabrik.
Tujuan dilakukan penambahan unsur yaitu:
1. Untuk menaikkan sifat mekanik baja (kekerasan, keliatan, kekuatan tarik dan sebagainya)
2. Untuk menaikkan sifat mekanik pada temperatur rendah
3. Untuk meningkatkan daya tahan terhadap reaksi kimia (oksidasi dan reduksi)
4. Untuk membuat sifat-sifat spesial
Berdasarkan unsur-unsur campuran dan sifat-sifat dari baja maka baja paduan dapat digolongkan menjadi baja dengan kekuatan tarik yang tinggi, tahan pakai. tahan karat, dan baja tahan panas.
a. Baja dengan Kekuatan Tarik yang Tinggi
Baja ini mengandung mangan, nikel, kromium dan sering jugs mengandung, vanadium dan dapat digolongkan sebagai berikut.
1. Baja dengan Mangan Rendah
Baja ini mengandung 0,35% C dan 1,5% Mn dan baja ini termasuk baja murah tetapi kekuatannya baik. Baja ini dapat didinginkan dengan minyak karena
mengandung unsur mangan sehingga temperatur pengerasannya rendah dan menambah kekuatan struktur feritnya.
2. Baja Nikel
Baja ini mengandung 0,3% C, 3% Ni, dan 0,6% Mn serta mempunyai kekuatan dan kekerasan yang baik, dapat didinginkan dengan minyak karena mengandung unsur nikel yang membuat temperatur pengerasannya rendah. Baja ini digunakan untuk poros engkol, batang penggerak dan penggunaan lain yang hampir sama.
3. Baja Nikel Kromium
Baja ini mempunyai sifat yang keras berhubungan dengan campuran unsur kromium dan sifat yang fiat berhubungan dengan campuran unsur nikel. Baja yang mengandung 0,3% C, 3% Ni, 0,8% Cr, dan 0,6 Mn dapat didinginkan dengan minyak, hasilnya mempunyai kekuatan dan keliatan yang baik dan baja ini digunakan untuk batang penggerak dan pemakaian yang hampir sama.
Baja yang mengandung 0,3% C, 4,35% Ni, 1,25% Cr, dan 0,5% Mn (mengandung nikel dan kromium yang tinggi), mempunyai kecepatan pendinginan yang rendah sehingga pendinginan dapat dilakukan dalam embusan udara dan distorsi diperkecil. Apabila unsur krom dic;ampar scndiri ke dalam baja akan menyebabkan kecepatan pendinginan kritis yang amat rendah, tetapi bila dicampur bersama nikel akan diperoleh baja yang bersifat liat. Jenis baja tersebut digunakan untuk poros engkol dan batang penggerak. Baja nikel kromium menjadi rapuh apabila ditemper atau disepuh pads temperatur 250 - 400°C, jugs kerapuhannya tergantung pada komposisinya, proses ini dikenal dengan nama "menemper kerapuhan" dan baja ini dapat diperiksa dengan penyelidikan pukul takik. Penambahan sekitar 0,3% molibden akan mencegah kerapuhan karena ditemper, juga akan mengurangi pengaruh yang menyeluruh terhadap baja karena molibden adalah unsur berbentuk karbid.
4. Baja Kromium Vanadium
Jika baja ini ditambahkan sekitar 0,5% vanadium sehingga dapat memperbaiki ketahanan baja kromium terhadap guncangan atau getaran dan membuatnya dapat ditempa dan ditumbuk dengan mudah, apabila vanadium menggantikan nikel maka baja lebih cenderung mempengaruhi sifatsifatnya secara menyeluruh.
b. Baja Tahan Pakai
Berdasarkan unsur-unsur campuran yang larut di dalamnya, baja terdiri dari dua macam, yaitu baja mangan berlapis austenit dan baja kromium.
1. Baja Mangan Berlapis Austenit
Baja ini pada dasarnya mengandung 1,2% C, 12,5% Mn, dan 0,75% Si. Selain itu, juga mengandung unsur-unsur berbentuk karbid seperti kromium atau vanadium yang kekuatannya lebih baik. Temperatur transformasi menjadi rendah dengan menambahkan unsur mangan dan baja ini berlapis austenit apabila didinginkan dengan air pada temperatur 1.050°C. Dalam kondisi ini baja hanya mempunyai kekerasan sekitar 200 HB (kekerasan Brinel), tetapi mempunyai kekenyalan yang sangat baik. Baja ini tidak dapat dikeraskan dengan perlakuan panas, tetapi apabila dikerjakan dingin maka kekerasan permukaannya akan naik menjadi 550 HB tanpa mengalami kerugian terhadap kekenyalan intinya. Baja ini tidak dapat dipanaskan kembali pada temperatur yang lebih tinggi dari 250°C, kecuali kalau setelah dipanaskan baja didinginkan dalam air. Pemanasan baja pada temperatur sedang akan menyebabkan kerapuhan pada pengendapan karbid. Baja mangan berlapis austenit dapat diperoleh dengan jalan dituang, ditempa, dan digiling. Baja ini digunakan secara luas untuk peralatan pemecah bate, ember keruk, lintasan, dan penyeberangan jalan kereta api.
2. Baja Kromium
Jenis ini mengandung 1 % C, 1,4% Cr, dan 0,45% Mn. Apabila baja ini mengandung unsur karbon tinggi yang bercampur bersama-sama dengan kromium akan menghasilkan kekerasan yang tinggi sebagai basil dan pendinginan dengan minyak. Baja ini digunakan untuk peluru-peluru bulat dan peralatan penggiling padi
c. Baja Tahan Karat
Baja tahan karat (stainless steel) mempunyai seratus lebih jenis yang berbedabeda. Akan tetapi, seluruh baja itu mempunyai satu sifat karena kandungan kromium yang membuatnya tahan terhadap karat. Baja tahan karat dapat dibagi ke dalam tiga kelompok dasar, yakni baja tahan karat berlapis ferit, berlapis austenit, dan berlapis martensit.
1. Baja Tahan Karat Ferit
Baja ini mengandung unsur karbon yang rendah (sekitar 0,04% C) dan sebagian besar dilarutkan di dalam besi. Sementara itu, unsur lainnya yaitu kromium sekitar 13% - 20% dan tambahan kromium tergantung pada tingk<
2. Baja Tahan Karat Austenit
Baja tahan karat austenit mengandung nikel dan kromium yang amat tinggi, nikel akan membuat temperatur transformasinya rendah, sedangkan kromium akan membuat kecepatan pendinginan kritisnya rendah. Campuran kedua unsur itu menghasilkan struktur lapisan austenit pada temperatur kamar. Baja ini tidak dapat dikeraskan melalui perlakuan papas, tetapi dapat disepuh keras. Pengerjaan dan penyepuhan tersebut membuat baja sukar dikerjakan dengan mesin perkakas. Seperti baja austenit yang lain, baja tahan karat austenit tidak magnetis.
Baja tahan karat yang mengandung 0,15% C, 18% Cr, 8,5% Ni, dap 0,8% Mn sesuai untuk digunakan sebagai alat-alat rumah tangga dap dekoratif. Baja tahan karat yang mengandung 0,05% C, 18,5% Cr, 10% Ni, dap 0,8% Mn, baik untuk dikerjakan dengan cara penarikan dalam karena kandungan karbonnya rendah. Baja tahan karat yang mengandung 0,3% C, 21% Cr, 9% Ni, dap 0,7% Mn sesuai untuk dituang. Kebanyakan baja tahan karat austenit mengandung sekitar 18% kromium dan 8% nikel. Proporsi unsur kromium dan nikel sedikit berbeda dengan 'penambahan dalam proporsi yang kecil dari unsur molibdenum, titanium, dan tembaga untuk menghasilkan sifat-sifat yang spesial. Baja dalam kelompok ini digunakan apabila diperlukan ketahanannya terhadap panas.
3. Baja Tahan Karat Martensit
Baja tahan karat martensit mengandung sejumlah besar unsur karbon dan dapat dikeraskan melalui perlakuan panas, juga mempengaruhi sifat-sifatnya melalui pengerasan dan penyepuhan. Baja yang mengandung 0,1% C, 13% Cr, dan 0,5% Mn ini dapat didinginkan untuk memperbaiki kekuatannya, tetapi tidak menambah
kekerasan. Baja ini seringkali disebut besi tahan karat dan digunakan khususnya untuk peralatan gas turbin dan pekerjaan dekoratif. Apabila baja ini digunakan untuk alat-alat pemotong maka terlebih dahulu ditemper atau disepuh pada temperatur sekitar 180°C, dan jika digunakan untuk pegas terlebih dahulu ditemper pada temperatur sekitar 450°C.
d. Baja Tahan Panas
Problem utama yang berhubungan dengan penggunaan temperatur tinggi adalah kehilangan kekuatan, beban rangkak, serangan oksidasi, dan unsur kimia. Kekuatannya pada temperatur tinggi dapat diperbaiki dengan menaikkan temperatur transformasi dan penambahan unsur kromium atau dengan merendahkan temperatur transformasi dan penambahan unsur nikel. Kedua pengerjaan itu akan menghasilkan struktur austenit.
Sejumlah kecil tambahan unsur titanium, aluminium, dan molibdenum dengan karbon akan menaikkan kekuatan dan memperbaiki ketahanannya terhadap beban rangkak. Unsur nikel akan membantu penahanan kekuatan pada temperatur tinggi dengan memperlambat atau menahan pertumbuhan butir-butiran yang baru. Ketahanannya terhadap oksidasi dan serangan kimia dapat diperbaiki dengan menambahkan silikon atau kromium.
Baja tahan panas dapat dikelompokkan sebagai berikut.
1. Baja Tahan Panas Ferit
Baja tahan panas ferit mengandung karbon yang rendah dan hampir seluruhnya dilarutkan di dalam besi. Baja ini tidak dapat dikeraskan melalui perlakuan panas.
2. Tahan Panas Austenit
Baja tahan panas austenit mengandung kromium dan nikel yang tinggi. Struktur austenit tetap terpelihara sewaktu pendinginan, sehingga baja ini tidak dapat dikeraskan melalui perlakuan panas.
3. Baja Tahan Panas Martensit
Baja tahan panas martensit mempunyai kandungan karbon yang tinggi, sehingga dapat dikeraskan melalui perlakuan panas.
D. PENGARUH UNSUR CAMPURAN TERHADAP SIFAT-SIFAT BAJA
Sifat baja sewaktu digunakan tergantung pada besamya reaksi terhadap perlakuan panas dan pengaruh yang akan diuraikan, yaitu syarat-syarat yang berhubungan langsung dengan kondisi pemakaiannya. Pengaruhnya akan diperoleh sebagai basil dari pengerjaan panas yang sesuai. Adapun pengaruh unsur-unsur campuran terhadap sifat-sifat baja adalah sebagai berikut.
1) Baja karbon mempunyai kekuatan yang terbatas dan tegangan pada baja yang berpenampang besar harus dikurangi, apabila beratnya penting untuk dipertimbangkan maka perlu digunakan baja dengan kekuatan yang tinggi. Kekuatan baja dapat dinaikkan dengan menambahkan unsur campuran seperti nikel dan mangan dalam jumlah yang kecil ke dalam besi dan menguatkannya.
2) Kekenyalan baja dapat diperoleh dengan menambahkan sedikit nikel yang menyebabkan butiran-butirannya menjadi halus.
3) Ketahanan pemakaian baja dapat diperoleh dengan menambahkan unsur penstabil karbid, misalnya kromium dan nikel sehingga terjadi penguraian karbid, apabila penambahan unsur campuran tanpa unsur krom dengan kandungan unsur karbon di bawah 0,4% maka akan terjadi peniadaan karbid. Cara lain untuk menghasilkan ketahanan pakai adalah dengan menambahkan nikel atau mangan agar transformasii temperatur rendah, dan akan menyebabkan pembentukan austenit dengan jalan pendinginan. Baja paduan ini dilakukan pengerjaan pengerasan untuk menaikkan kekerasan dan ketahanan pakainya.
4) Kekerasan dan kekuatan baja karbon akan mulai turun apabila temperaturnya mencapai 250°C. Ketahanan panas dapat diperoleh dengan menaikkan temperatur transformasi dengan cara menambahkan krom dan wolfram atau dengan merendahkan temperatur transformasi dengan menambahkan nikel yang menghasilkan suatu struktur austenit setelah dilakukan pendinginan. Pertumbuhan butiran berhubungan dengan pemanasan pada temperatur tinggi tetapi dapat diirrXbangi dengan penambahan unsur nikel. Unsur kromium cenderung menaikkan pertumbuhan butiran dan penambahan nikel akan menyebabkan baja kromium tahan terhadap panas. Baja karbon tidak tahan menerima beban rangkak apabila dipanaskan pada temperatur tinggi, agar dapat memperbaiki ketahanan baja terhadap beban rangkak maka ditambahkan sejumlah kecil molibden.
5) Ketahanan baja terhadap karatan diperoleh dengan menambahkan unsur krom sampai 12%, sehingga membentuk lapisan tipis berupa oksida pada permukaan baja untuk mengisolasi
antara besi dengan unsur-unsur yang menyebabkan karatan. Baja tahan karat yang paling baik terutama pada temperatur tinggi, diperoleh dengan cara menggunakan nikel dan kromium bersama-sama untuk menghasilkan suatu struktur yang berlapis austenit.
E. PENGERJAAN PANAS BAJA PADUAN
Pengerjaan panas baja karbon untuk memperoleh baja paduan yang baik dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut.
1. Penyepuhan Baja
Baja karbon yang disepuh menimbulkan butir-butiran sebagai hasil pemanasan yang lama selama proses karburasi. Apabila dalam pemakaian rnendapat tekanan atau beban yang tinggi pada permukaannya maka intinya harusdimurnikan untuk mencegah lapisan pembungkus terkelupas dan memberikan kekuatan yang baik pada penampang melintang.
Penambahan nikel ternyata diperlukan untuk pemurnian dengan cara perlakuan panas dap perubahan bentuk diperkecil, apabila jumlah nikel sedikit lebih tinggi dapat dilakukan pendinginan dengan minyak.
Jika komponen yang tebal harus mempunyai inti yang kekuatannya seragam maka perlu ditambahkan kromium untuk menghilangkan pengaruh yang menyeluruh, tetapi unsur kromium tidak digunakan sendiri harus digunakan berrsama nikel untuk mencegah terjadinya pertumbuhan butir-butir baru.
2. Penyepuhan Baja Nikel
Baja nikel yang disepuh mengandung. 0,12% C, 3% Ni, dap 0,45% Mn di mana pada baja ini mengandung unsur karbon yang rendah sehingga menyebabkan intinya tidak bereaksi terhadap proses pengerasan yang langsung. Nikel dapat mencegah terjadinya pertumbuhan butir-butir baruselama proses karburasi, apabila peralatan yang berukuran kecil dibuat dari baja maka proses pemurnian kemungkinan diabaikan dan pendinginan baja dilakukan di dalam air.
Baja nikel yang disepuh mengandung 0,1.2% C, 5% Ni, dap 0,45% Mn, baja ini hampir sama dengan baja yang disepuh yang mengandung 3% Ni. Kandungan nikel yang sedikit lebih tinggi memungkinkan untuk didinginkan dengan minyak dap membuatnya lebih sesuai untuk dibuat roda gigi dan alat berat.
3. Penyepuhan Baja Kromium
Baja nikel kromium yang disepuh mengandung 0,15% C, 4% Ni, 0,8% Cr, dap 0,4% Mn. Penambahan sejumlah kecil unsur kromium akan menghasilkan kekerasan dan kekuatan yang tinggi sebagai hasil dari pendinginan minyak.
a. Penitritan Baja
Baja yang dinitrit mengandung unsur-unsur campuran akan menghasilkan permukaan yang keras. Kandungan kromium sekitar 3% akan menghasilkan permukaan yang mempunyai kekerasan sekitar 850 HV (kekerasan Vikers). Baja yang mengandung 1,5% aluminium dap 1,5% kromium akan menaikkan kekerasan permukaannya menjadi sekitar 1.100 HV. Kandungan karbon baja ini tergantung pada sifat inti yang diperlukan, sekitar 0,18 - 0,5% C.
b. Pengerasan Baja dengan Udara
Apabila unsur kromium cukup dalam baja maka kecepatan pendinginan kritis akan berkurang, sehingga pendinginan dapat dilakukan dalam udaraJenis baja yang dikeraskan dengan udara adalah yang mengandung 21, kromium dan 0,6% karbon membuat temperatur pengerasan dan kecepatar pendinginan kritis menjadi rendah.
Tools berbahan baja
DURABILITAS BAJA DENGAN PERLAKUAN PANAS
Bahan-bahan pada saat sekarang khususnya logam semakin baik dan rumit, digunakan pada peralatan modern yang memerlukan bahan dengan kekuatan impak dan ketahanan fatigue yang tinggi disebabkan meningkatnya kecepatan putar dan pergerakan linear serta peningkatan frekwensi pembebanan pada komponen. Untuk mendapatkan kekuatan dari bahan tersebut dapat dilakukan dengan proses perlakuan panas. Perlakuan panas adalah suatu proses pemanasan dan pendinginan logam dalam keadaan padat untuk mengubah sifat-sifat fisis logam tersebut. Melalui perlakuan panas yang tepat, tegangan dalam dapat dihilangkan, besar butiran dapat diperbesar atau diperkecil, ketangguhan dapat ditingkatkan atau dapat dihasilkan suatu permukaan yang keras disekeliling inti yang ulet.
KEKERASAN
Kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan sebuah benda (benda kerja) terhadap penetrasi/daya tembus dari bahan lain yang kebih keras penetrator). Kekerasan merupakan suatu sifat dari bahan yang sebagian besar dipengaruhi oleh un-sur-unsur paduannya dan kekerasan suatu bahan tersebut dapat berubah bila dikerjakan dengan cold worked seperti pengerolan, penarikan, pemakanan dan lain-lain serta kekerasan dapat dicapai sesuai kebutuhan dengan perlakuan panas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil kekerasan dalam perlakuan panas antara lain; Komposisi kimia, Langkah Perlakuan Panas, Cairan Pendinginan, Temperatur Pemanasan, dan lain-lain Proses hardening cukup banyak dipakai di Industri logam atau bengkel-bengkel logam lainnya.Alat-alat permesinan atau komponen mesin banyak yang harus dikeraskan supaya tahan terhadap tusukan atau tekanan dan gesekan dari logam lain, misalnya roda gigi, poros-poros dan lain-lain yang banyak dipakai pada benda bergerak. Dalam kegiatan produksi, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu produksi adalah merupakan masalah yang sangat sering dipertimbangkan dalam Industri dan selalu dicari upaya-upaya untuk mengoptimalkannya. Pengoptimalan ini dilakukan mengingat bahwa waktu (lamanya)
menyelesaikan suatu produk adalah berpengaruh besar terhadap biaya produksi.
Hardening dilakukan untuk memperoleh sifat tahan aus yang tinggi, kekuatan dan fatigue limit/ strength yang lebih baik. Kekerasan yang dapat dicapai tergantung pada kadar karbon dalam baja dan kekerasan yang terjadi akan tergantung pada temperatur pemanasan (temperatur autenitising), holding time dan laju pendinginan yang dilakukan serta seberapa tebal bagian penampang yang menjadi keras banyak tergantung pada hardenability.
1. Penahanan suhu (holding), Holding time dilakukan untuk mendapatkan kekerasan maksimum dari suatu bahan pada proses hardening dengan menahan pada temperatur pengerasan untuk memperoleh pemanasan yang homogen sehingga struktur austenitnya homogen atau terjadi kelarutan karbida ke dalam austenit dan diffusi karbon dan unsur paduannya. Pedoman untuk menentukan holding time dari berbagai jenis baja: Baja Konstruksi dari Baja Karbon dan Baja Paduan Rendah Yang mengandung karbida yang mudah larut, diperlukan holding time yang singkat, 5 - 15 menit setelah mencapai temperatur pemanasannya dianggap sudah memadai. Baja Konstruksi dari Baja Paduan Menengah Dianjurkan menggunakan holding time 15 -25 menit, tidak tergantung ukuran benda kerja. Low Alloy Tool Steel Memerlukan holding time yang tepat, agar kekerasan yang diinginkan dapat tercapai. Dianjurkan menggunakan 0,5 menit per milimeter tebal benda, atau 10 sampai 30 menit. High Alloy Chrome Steel Membutuhkan holding time yang paling panjang di antara semua baja perkakas, juga tergantung pada temperatur pema-nasannya. Juga diperlukan kom-binasi temperatur dan holding time yang tepat. Biasanya dianjurkan menggunakan 0,5 menit permilimeter tebal benda dengan minimum 10 menit, maksimum 1 jam. Hot-Work Tool Steel Mengandung karbida yang sulit larut, baru akan larut pada 10000 C. Pada temperatur ini kemungkinan terjadinya pertumbuhan butir sangat besar, karena itu holding time harus dibatasi, 15-30 menit. High Speed Steel Memerlukan temperatur pemanasan yang sangat tinggi, 1200-13000C.Untuk mencegah terjadinya pertumbuhan butir holding time diambil hanya beberapa menit saja. Misalkan kita ambil waktu holding adalah selama 15 menit pada suhu 8500 .
2. Pendinginan.
Untuk proses Hardening kita melakukan pendinginan secara cepat dengan menggunakan media air. Tujuanya adalah untuk mendapatkan struktur martensite, semakin banyak unsur karbon,maka struktur martensite yang terbentuk juga akan semakin banyak. Karena martensite terbentuk dari fase Austenite yang didinginkan secara cepat. Hal ini disebabkan karena atom karbon tidak sempat berdifusi keluar dan terjebak dalam struktur kristal dan membentuk struktur tetragonal yang ruang kosong antar atomnya kecil,sehingga kekerasanya meningkat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan proses hardening pada baja karbon tinggi akan meningkatkan kekerasanya. Dengan meningkatnya kekerasan, maka efeknya terhadap kekuatan adalah sebagai berikut : Kekuatan impact (impact strength) akan turun karena dengan meningkatnya kekerasan, maka tegangan dalamnya akan meningkat. Karena pada pengujian impact beban yang bekerja adalah beban geser dalam satu arah , maka tegangan dalam akan mengurangi kekuatan impact. Kekuatan tarik (tensile sterngth) akan meningkat. Hal ini disebabkan karena pada pengujian tarik beban yang bekerja adalah secara aksial yang berlawanan dengan arah dari tegangan dalam, sehingga dengan naiknya kekerasan akan meningkatkan kekuatan tarik dari suatu material.
UNSUR-UNSUR PADUAN LOGAM DAN PENGARUH PADA BAJA
A. UNSUR-UNSUR PADUAN LOGAM
1. Belerang (S) dan Fosfor (P)
Unsur-unsur ini lebih sebagai kotoran yang terbawa bijih besi daripada sebagai paduan. Kandungan belerang dan fosfor harus dibuat sedikit mungkin, karena mempengaruhi kualitas baja. Dalam jumlah yang banyak belerang menjadikan baja rapuh dalam keadaan pangs, sedangkan fosfor dapat menjadikan baja rapuh dalam keadaan dingin.
2. Mangan (Mn)
Semua baja mengandung mangan karma sangat diperlukan dalam proses pembuatan baja. Kandungan mangan lebih kurang 0,6% masih belum bisa sebagai paduan dan tidak mempengaruhi sifat baja. Dengan bertambahnya kandungan Mn, suhu kritis diturunkan seimbang. Baja dengan 12% Mn adalah austenit, karma itu suhu kritisnya di bawah suhu kamar, akibatnya baja tidak dapat diperkeras. Di samping itu, austenit mempunyai daya tahan yang sangat tinggi yang hanya d zpat dikerjakan mesin dengan pahat Carbide atau grinding.
Dengan sedikit kandungan Mn akan menurunkan kecepatan pendingin kritis, 1 - 1,2% Mn cukup untuk mendapatkan pengerasan dalam oli.
3. Nikel (Ni)
Nikel mempunyai pengaruh yang sama seperti mangan, yaitu menurunkan suhu kritis dan kecepatan pendinginan kritis, memperbaiki kekuatan tarik, tahan korosi, sifat tahan panas dan sifat magnetnya. Nikel tahab korosi berkat lapisan kuat oksida nikel maka nikel digunakan untuk penutup logam-logam lain. Hat ini dapat dilaksanakan dengan cara galvanisasi dan distempel.
Dari paduan nikel kita rebut monel dan nikrom. Monel adalah paduan nikel dengan tembaga yang sedikit digunakan dalam mesin.
Nikrom adalah paduan nikel dan krom yang digunakan dalam teknik listrik sebagai bahan hambatan. Nikel sebagai unsur paduan digunakan dalam banyak paduan baja sebagai unsur paduan dalam baja konstruksi dan baja mesin.
4. Silikon (Si)
Silikon merupakan unsur paduan yang ada pada setup baja dengan jumlah kandungan lebih dari 0,4% yang mempunyai pengaruh menaikkan tegangan tarik dan menurunkan kecepatan pendinginan kritis.
5. Kromium (Cr)
Kromium menambah kekuatan tarik dan keplastisan, menambah maupun keras, meningkatkan ketahanan terhadap korosi dan tahan suhu tinggi.
6. Tungsten (W), Molibden (Mo), Vanadium (V)
Unsur-unsur tersebut membentuk karbid yang sangat keras dan memberikan baja kekerasan tinggi, kemampuan potong dan daya tahan papas yang cukup tinggi pada baja yang sangat diperlukan untuk pahat potong dengan kecepatan tinggi.
B. PENGARUH UNSUR PADUAN
Sifat baja sangat tergantung pada unsur-unsur yang tergantung dalam baja. baja karbon biasanya mempunyai beberapa kekurangan. Di antaranya yaitu kekerasan baja itu tidak dapat merata atau kemampuan pengerasannya kurang baik. Di samping itu, baja ini mempunyai sifat mekanis yang rendah pada suhu tinggi dan kurang tahan korosi pada lingkungan atmosfer, lingkungan lain, atau pada suhu tinggi. Untuk mengurangi masalah di atas maka dibuat bermacam-macam baja paduan yang pada dasarnya adalah memadu baja dengan unsur paduan lain.
Unsur-unsur paduan dapat mempengaruhi dan mengubah diagram keseimbangan dan mempengaruhi kecepatan reaksi transformasi perubahan fasa. Unsur paduan dapat dibagi dalam dua bagian. Pertama: Ni dan Mn menstabilkan austenit. Kedua: Cr, Mo, W, V, Co, dan Ti menstabilkan ferit.
Jenis pertama disebut juga unsur-unsur pembentuk austenit dan macam kedua disebut juga unsur-unsur pembentuk ferit atau pembentuk karbid yaitu mudah mengikat C. Unsur Si merupakan pembentuk ferit, tetapi bukan pembentu karbid dan di lain pihak sebagai katalisator penihentuk grafit. Kedua bagian unsur tersebut merupakan penstabil fasa austenit atau fern karena mempunyai
perbedaan kelarutan dalam masing-masing fasa tersebut untuk membentuk larutan padat.
Pengaruh unsur-unsur paduan dalam baja meliputi hal berikut.
1. Pembentukan Karbid
Karbid yang terjadi merupakan ikatan kimia dengan unsur karbon, baja itu bersifat getas dan keras, karenanya sangat berguna untuk tahan aus dan goresan.
2. Kelarutan dalam Ferit dan Austenit
Unsur-unsur yang mempunyai bentuk kisi fcc larut secara baik dalam austenitdan unsur yang mempunyai bentuk kisi bcc larut secara baik dalam fern. Cr, Mo, W, V yang mempunyai kisi berbentuk bcc larut lebih baik dalam fern daripada dalam austenit. Sementara itu, Cu dan Ni yang mempunyai bentuk kisi fcc larut lebih baik dalam austenit daripada dalam Ferit.
Mn larut dalam austenit maupun fern. Unsur yang mempunyai bentuk kisi bcc dapat membentuk karbid, sedangkan yang mempunyai kisi bentuk fcc tidak dapat membentuk karbid.
Unsur-unsur yang membentuk larutan padat akan meningkatkan kekuatan dan kekerasan fern. Salah satu unsur itu selain karbon adalah fosfor. Walaupun demikian pengaruh tersebut tidak sebesar pengaruh karbon. Penambahan unsurunsur ini pada baja karbon memungkinkan penambahan kekuatan dan kekerasan fern tanpa mengurangi keliatannya.
Unsur-unsur yang larut dalam austenit mempengaruhi penurunan kecepatan transformasi dan meningkatkan mampu keras. Unsur-unsur yang meningkatkan mampu keras adalah Ni, Si, W, Mn, Cr, Mo, dan V.
KOROSI BAJA PADA STRUKTUR JEMBATAN
A. Korosi
Korosi adalah proses pembusukan suatu bahan atau proses perubahan sifat suatu bahan akibat pengaruh atau reaksinya dengan lingkungan ( Corrosion is the deterioration of substance, usually a metal, or it’s properties due to a reaction with i’ts environment ).
Korosi (Kennet dan Chamberlain,1991) adalah penurunan mutu logam akibat reaksi elektro kimia dengan lingkungannya. Korosi atau pengkaratan merupakan fenomena kimia pada bahan-bahan logam yang pada dasarnya merupakan reaksi logam menjadi ion pada permukaan logam yang kontak langsung dengan lingkungan berair dan oksigen.
B. Mekanisme Korosi Tulangan Baja pada Struktur Beton
Baja adalah bahan yang mempunyai kuat tarik yang tinggi dan koefisien pemauaian yang hampir sama dengan beton. Sedangkan beton sebagai bahan bangunan mempunyai kelemahan utama yaitu kuat tariknya kecil. Karena itu, baja dapat digunakan sebagai tulangan pada bagian beton yang menerima gaya tarik.
Pada permukaan baja terdapat lapisan pasif baja yang tipis. Lapisan pasif baja ini berguna untuk melindungi baja dari korosi.Lapisan pasif baja akan bereaksi dengan larutan asam atau akan larut dalam kondisi asam. Karena beton bersifat alkali, yaitu basa dengan pH sekitar 12-13, baja tulangan di dalam beton aman terhadap korosi. Beton secara makro terlihat sebagai material yang kuat dan massif, tetapi jika dilihat secara mikro, maka beton adalah material yang berpori dengan diameter yang kecil.
Pori-pori di dalam beton pada umumnya menerus. Pori-pori ini dinamakan pori kapiler, dan ukurannya berdiameter 3nm--pori kapiler tersebut masih memungkinkan senyawa-senyawa di sekitar beton untuk berinfiltrasi ke dalam beton dengan cara berdifusi. Proses ini dapat terjadi karena ada perbedaan konsentrasi di dalam beton dan di luar beton. Misalnya bangunan beton di sekitar pantai/laut, karena konsentrasi ion Cldi luar beton lebih tinggi daripada di dalam beton, maka akan terjadi difusi ion Clke dalam beton.
Ion dari senyawa-senyawa yang bersifat asam, seperti ion Cl pada daerah laut, yang berdifusi ke dalam beton sampai ke permukaan baja tulangan dapat mengakibatkan lapisan pasif baja hilang. Permukaan baja yang lapisan pasifnya hilang menjadi anode dari reaksi korosi baja tulangan. Persamaan reaksi anode ini dapat dituliskan sebagai berikut :
Fe Fe2 + 2e ………………………………………( 1 )
Elektron yang dilepaskan dari reaksi anode menyebabkan gas O2 dan air yang terdapat di atas permukaan baja yang masih tertutup oleh lapisan pasif, bereaksi. Bagian baja ini menjadi katode dari reaksi korosi baja tulangan, dan reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut :
O2 + 2H2O + 2e 4OH ………………………….( 2 )
Kedua ion yang terbentu pada anode dan katode bergabung membentuk senyawa hasil korosi. Persamaan reaksi tersebut dapat dituliskan seperti di bawah ini :
2 Fe + O2 + 2H2O 2 Fe2+ + 4OH ….……………..( 3 )
2 Fe2+ + 4OH2 Fe(OH)2 …………………………( 4 )
Fe(OH)2 sebagai bentuk awal senyawa hasil korosi akan berada di permukaan baja yang mengalami korosi. Setelah itu tergantung konsentrasi O2 dalam air yang terdapat pada pori-pori beton. Jika konsentrasi O2 tinggi maka akan terbentuk Fe(OH)2 dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
4 Fe(OH)2 + O2 + 2H2O Fe(OH)3 …..…………( 5 )
Jika pada waktu pembentukan senyawa F konsentrasi e(OH)2 jumlah air tidak cukup sedangkan konsentrasi O2 cukup maka terbentuk korosi yang berwarna merah (FeOOH). Tetapi jika konsentrasi O2 juga tidak cukup maka akan terbentuk korosi berwarna hitam ( Fe2O3 ) atau berwarna hijau (2FeOFe2O3H2O)
Karena korosi adalah senyawa yang berpori, maka proses korosi akan terus berlanjut asalkan konsentrasi Cl, O2 dan H2O di dalam beton cukup. Proses infiltrasi Cl dan korosi dari baja tulangan dalam beton diilustrasikan pada Gambar 1
H2O asam
Cl Cl Cl asam H2O
Cl Cl
O2 H2O O2 Cl
basa lapisan O2 O2
pasif
baja baja
Fe(OH)2
(a) Difusi ion Cl pada beton (b) Hilangnya lapisan pasif dan korosi
Gambar 1. Proses kerusakan bangunan beton akibat korosi baja tulangan
Perbandingan volume antara senyawa hasil reaksi korosi dengan senyawa yang bereaksi kira-kira 2.5 kali. Karena itu, selimut beton dapat mengalami keretakan akibat tekanan dari pengembangan volume tersebut. Jika telah terjadi keretakan pada selimut beton, maka gas O2, H2O dan ion Cl lebih mudah berinfiltrasi ke dalam beton dan kerusakan akibat korosi pada bangunan beton akan menjadi lebih parah. Kuat tekan beton akan menurun apabila terjadi kerusakan pada beton.

Gempa Bumi dan Transfer Beban Gempa pada Dinding Bangunan

Gempa Bumi dan
Transfer Beban Gempa pada Dinding Rumah

A. Terjadinya Gempa

Pada awalnya, kumpulan material saling berbenturan dan membentuk bumi. Sejumlah besar panas dihasilkan melalui proses tersebut dan secara perlahan bumi menjadi dingin. Pada bagian inti, suhu mencapai -2500o C, dengan tekanan 0-4 juta atmosfir dan kerapatan -13.5 gr/cc. Sangat berbeda dengan di permukaan bumi yang suhu reratanya -25o C, dengan tekanan 1 atmosfir dan kerapatan 1.5 gr/cc.
Batuan terdiri dari bahan elastic sehingga energy regangan elastic tersimpan di dalamnya selama terjadi deformasi yang terjadi saat gerakan lempeng tektonik raksasa berlangsung di dalam bumi.


Arus konveksi terjadi pada mantel bumi yang kental, karena perbedaan suhu dan tekanan yang tinggi antara kerak dan inti.







B. Transfer Beban Gempa pada Dinding Rumah












C. Jika Dinding Saling Terpisah




D. Filosofi Bangunan Tahan Gempa
1. Pada waktu gempa ringan yang lebih sering terjadi, bagian- bagian utama struktur yang menopang gaya horizontal dan vertical harus utuh, tetapi bagian struktur yang tak menopang beban boleh mengalami kerusakan yang bisa diperbaiki.
2. Pada waktu gempa sedang, bagian utama struktur boleh mengalami kerusakan yang bisa diperbaiki sementara bagian lainnya boleh mengalami kerusakan berat yang mungkin memerlukan penggantian.
3. Pada waktu kondisi gempa besar yang jarang terjadi, bagian utama struktur boleh mengalami kerusakan berat/ tidak dapat diperbaiki, namun bangunan harus tetap berdiri (tidak roboh).

Senin, 19 April 2010

Evaluasi Teknis Terhadap Bangunan Gedung (Secara Visual untuk komponen Arsitektural)

Evaluasi Teknis Terhadap Bangunan Gedung
(Secara Visual untuk komponen Arsitektural)


A. Sistem Pemeliharaan Bangunan Gedung
Evaluasi teknis terhadap bangunan gedung harus mengacu pada persyaratan atau pedoman teknis terkait yang mengatur dan mengendalikan penyelenggaraan bangunan gedung. Pemeriksaan kelaikan fungsi/ keandalan bangunan gedung, baik menyangkut struktural maupun non struktural, instalasi dan sarana bangunan gedung. Persyaratan teknis untuk bangunan gedung diatur dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No: 29/ PRT/ M/ 2006, tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung.
Secara umum, jika suatu bangunan telah berdiri, diperlukan suatu tindakan pemeriksaan/ evaluasi secara rutin/ periodik. Jangka waktu evaluasi tergantung dari jenis bangunan, bahan bangunan, lokasi dan kondisi lingkungan dan tingkat keutamaan bangunan. Evaluasi bertujuan untuk mengetahui kondisi bangunan, sehingga dapat dilakukan tindakan- tindakan yang berkaitan dengan pemeliharaan, sehingga kerusakan dapat dicegah.
Pengamatan terhadap kondisi arsitektur bangunan perpustakaan dilakukan terhadap kondisi dinding, kondisi cat dinding, kondisi plafond, kondisi lantai, kondisi kelengkapan pintu. Sementara untuk kondisi struktur bawah (pondasi) dan struktur atas (rangka atap) tidak dilakukan pengamatan, karena tidak dapat terlihat secara langsung.


Sistem dapat diartikan interaksi atau ketergantungan yang sudah biasa dari kelompok- kelompok kerja yang menuju kesebuah tujuan (Mardiana, 2004).
Pemeliharaan bangunan sampai saat ini merupakan suatu bidang teknologi yang diabaikan, dianggap tidak produktif walaupun banyak dari permasalahan teknis dan managerial lebih menuntut kecerdikan dan ketrampilan untuk menyelesaikan masalah yang ada dibandingkan pembangunan baru. Pengabaian pemeliharaan mempunyai hasil secara akumulatif dengan cepat menambah kemerosotan dari suatu bangunan gedung.
Pemeliharaan bangunan gedung adalah kegiatan menjaga keandalan bangunan gedung beserta prasarana dan sarananya agar bangunan gedung selalu laik fungsi (preventive maintenance). Perawatan bangunan gedung adalah kegiatan memperbaiki dan/ atau mengganti bagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/ atau prasarana dan sarana agar bangunan gedung tetap laik fungsi (curative maintenance), (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 24/PRT/M/2008, tentang Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung).
Bangunan gedung maupun infrastruktur lainnya, setelah selesai dibangun diharapkan dapat berfungsi dengan baik sampai umur rencananya. Kinerja dari bangunan dapat mengalami penurunan dengan bertambahnya umur bangunan tersebut. Penurunan kinerja bangunan umumnya disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang mengakibatkan kerusakan pada bahan bangunan. Karena itu pengelolaan bangunan setelah selesai dibangun sampai umur rencananya sangat diperlukan.
Menurut Burgess dan White dalam Mardiana (2004), jenis- jenis pekerjaan pemeliharaan dapat dibedakan atas lima golongan besar yaitu :
1. Pemeliharaan preventif, adalah suatu pekerjaan yang dilakukan untuk mencegah kerusakan.
2. Perbaikan sehari- hari, biasanya diminta oleh penghuni, terdiri dari pekerjaan- pekerjaan kecil yang dianggap mendesak sehingga apabila segera dilaksanakan akan menghindari kerusakan yang lebih luas.
3. Perbaikan darurat yaitu kerusakan apabila tidak ada perbaikan akan menyebabkan ketidak lancaran pemakaian dan resiko yang serius.
4. Kemudian pekerjaan- pekerjaan service yang biasanya dilaksanakan oleh ahli melalui suatu kontrak yang secara langsung menanganinya.
5. Terakhir adalah pekerjaan- pekerjaan kecil yang baru meliputi jenis- jenis pekerjaan penyempurnaan atau modifikasi untuk memenuhi persyaratan dalam suatu peraturan baru.
Permasalahan yang timbul dalam manajemen infrastruktur adalah: penurunan umur/penuaan usia infrastruktur, adanya perencanaan yang tidak rasional terhadap perawatan, langkanya sumber dana dan pelaporan dana yang tidak sesuai.
Menurut Joyowiyono ( 1995 ) bahwa semua lingkup kegiatan perawatan bangunan gedung yang paling penting adalah kegiatan perawatan terencana atau perawatan pencegahan.
Adapun tujuan dari pada kegiatan perawatan atau pencegahan ini, antara lain :
1. Tetap mampu melayani dan memenuhi kebutuhan fungsi organisasi pemakai/ pengelola gedung sesuai rencana pelayanan semula.
2. Menjaga kualitas pada tingkat tertentu untuk memenuhi apa yang dibutuhkan oleh bangunan itu sendiri dengan kegiatan pelayanan yang tidak terganggu.
3. Untuk membantu mengurangi pemakaian dan penyimpangan yang diluar batas rencana, dan sekaligus menjaga modal yang diinvestasikan ke dalam perusahaan selama waktu yang ditentukan sesuai dengan kebijaksanaan perusahaan.
4. Untuk mencapai tingkat biaya perawatan seoptimal mungkin, dengan melaksanakan kegiatan- kegiatan perawatan secara efektif dan efisien.
Semakin dini perbaikan dilakukan, semakin kecil biaya perbaikan tersebut atau semakin kecil biaya investasi total bangunan. Agar bangunan dapat berfungsi selama masa layan, perlu dilakukan perbaikan- perbaikan :

1. Pemeliharaan Terhadap Dinding Bangunan
Dinding pada bangunan berfungsi sebagai partisi atau dapat juga sebagai penahan beban/ wall bearing. Ada beberapa jenis dinding dan cara pemeliharaannya menurut Pedoman Pemeliharaan Bangunan Gedung Pd-T-09-2004-C serta Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 24/ PRT/ M/ 2008, tentang Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung.
1.2. Dinding bata merah
Biasanya kerusakan pada dinding bata merah adalah terjadinya retak yang disebabkan karena bata merah tidak kuat dan mudah patah, mortar yang digunakan tidak memenuhi standar, baik mutu maupun komposisi campuran. Retak dapat juga terjadi pada pertemuan antara pasangan bata merah dengan kolom maupun balok yang disebabkan karena tidak ada atau kurangnya stek yang digunakan untuk menghubungkannya sebagai pengaku. Untuk perbaikannya dapat dengan menggunakan saus semen atau gunakan semen grouting khusus untuk retakan dinding.

1.3. Dinding beton ekpose
Beton ekpose biasanya digunakan pada dinding luar bangunan, lapisan luar kolom. Dan pemeliharaan yang dilakukan adalah membersihkan permukaan dinding dengan menggunakan sabun, bilas sampai bersih dan dilakukan sekurang- kurangnya 6 bulan sekali. Dapat juga dengan pemberian cat transparan pada permukaan yang ada sebayak 2 lapis.

1.4. Dinding lapis kayu
Dinding lapis kayu biasanya dipergunakan hanya pada komponen arsitektur/ interior. Bagian ini perlu dipelihara agar tidak terlihat kusam, pemeliharaan yang dilakukan adalah dengan membersihkan bagian permukaan kayu dari debu secara periodik 1 kali dalam sebulan. Dan bila warna kusam karena usia pemakaian yang lama, permukaan yang telah dibersihkan kemudian diberi politer atau teakoil yang sesuai. Lakukan dengan menggunakan kuas dan atau kain kaos secara merata beberapa kali berlapis.

1.5. Dinding kaca/ tempered glass
Perkembangan arsitektur bangunan gedung banyak menggunakan kaca dibagian luarnya sehingga bangunan terlihat lebih bersih dan indah. Dinding kaca memerlukan pemeliharaan paling kurang 1 kali dalam setahun. Pemeliharaan yang dilakukan adalah dengan membersihkan kaca dengan bahan deterjen dan bersihkan dengan sikat karet. Jangan menggunakan bahan pembersih yang mengandung tinner atau benzene karena akan merusak elastisitas karet atau sealent. Pemeriksaan juga dilakukan pada semua karet/ sealent perekat kaca yang bersangkutan, bila terdapat kerusakan sealent atau karet perekat kaca perbaiki dengan sealent baru dengan tipe yang sesuai.

1.6. Dinding keramik/ mozaik
Dinding keramik biasanya dipasang pada dinding kamar mandi, wc, tempat cuci, atau tempat wudhu dan pemeliharaannya adalah dengan membersihkannya setiap hari sebanyak minimal 2 kali, gunakan bahan pembersih yang tidak merusak semen pengikat keramik. Kemudian sikat permukaan keramik dengan sikat plastik halus dan bilas dengan air bersih. Dan gunakan disinfectant untuk membunuh bakteri yang ada dilantai atau dinding yang bersangkutan minimal 2 bulan sekali, kemudian keringkan permukaan dengan kain pel kering.

2. Pemeliharaan Terhadap Cat Luar Bangunan
Cat dinding luar bangunan penting untuk penampilan bangunan. Sebaiknya pengecatan ulang dilakukan pada tembok bangunan setiap 2 atau 3 tahun sekali. Pengecatan bagian luar bangunan dapat menggunakan cat wheatercoat atau elastomeric wall coating. Ada beberapa jenis kerusakan cat pada dinding bangunan dan cara perbaikannya menurut Pedoman Pemeliharaan Bangunan Gedung Pd-T-09-2004-C serta Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 24/ PRT/ M/ 2008, tentang Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung.

2.1. Cat yang menggelembung (blestering)
Disebabkan karena pengecatan pada permukaan yang belum kering, pengecatan terkena terik matahari langsung, pengecatan diatas permukaan yang lama sudah terjadi pengapuran, pengecatan diatas permukaan yang kotor dan berminyak, bahan yang dicat menyusut/ memuai karena permukaan mengandung air atau menyerap air.
Cara perbaikannya adalah dengan membuka lapisan cat yang menggelembung dan haluskan permukaannya dengan kertas amplas. Memberi lapisan cat baru hingga seluruh permukaan tertutup rata.




2.2. Cat yang berbintik (bittiness)
Disebabkan karena adanya debu, kotoran dari udara atau kwas/ alat penyemprot yang tidak kering sempurna. Adanya bagian- bagian cairan cat yang sudah mengering ikut tercampur/ teraduk kembali.
Cara perbaikannya adalah dengan menunggu lapisan cat sampai kering sempurna, gosok permukaan yang akan dicat dengan kertas amplas halus dan bersihkan, beri lapisan cat baru sampai permukaan cukup rata.

2.3. Cat yang mengalami perubahan warna (discoloration)
Disebabkan karena pigmen yang dipakai tidak tahan terhadap cuaca dan terik matahari, adanya bahan pengikat (binder) bereaksi dengan garam- garam alkali.
Cara perbaikannya adalah dengan memilih cat lain yang tahan terhadap cuaca dan terik matahari, lakukan persiapan permukaan dan lapisi dengan cat dasar (tahan alkali).

2.4. Cat yang sukar mengering (drying troubles)
Disebabkan pengecatan yang dilakukan pada cuaca yang tidak baik/ kurangnya sinar matahari misalnya udara lembab, pengecatan pada permukaan yang mengandung lemak (wax polish), minyak atau berdebu.
Cara perbaikannya adalah dengan menghilangkan seluruh lapisan cat, bersihkan dan biarkan permukaan mengering dan baru dicat ulang dalam keadaan cuaca baik. Bersihkan seluruh lapisan cat dan beri lapisan cat yang tahan alkali.
2.5. Cat yang daya tutupnya berkurang (poor opacity)
Disebabkan karena cat yang terlalu encer, pengadukan kurang baik, permukaan bahan yang akan dicat terlampau berpori- pori.
Cara perbaikannya adalah dengan mengencerkan cat sesuai anjuran, aduk cat sehingga merata, ulangi pengecatan sampai cukup rata.

2.6. Cat yang kurang meng kilap dari pada seharusnya (loss of gloss)
Disebabkan waktu pengecatan dilakukan pada permukaan yang mengandung minyak atau lilin, pengecatan pada saat cuaca kurang baik/ lembab, pengecatan dilakukan pada cat yang sudah tua atau mulai mengapur.
Cara perbaikannya adalah dengan menggosok permukaan dengan amplas dan mengulang pengecatan kembali, bersihkan seluruh lapisan cat sebelum melakukan pengecatan baru dan untuk pengecatan dinding dalam bangunan dapat digunakan cat dengan vinyl silk.

3. Pemeliharaan plafond/ langit- langit
Pemeliharaan plafond dilakukan pada plafond bagian dalam dan plafond bagian luar dari bangunan. Ada beberapa jenis kerusakan plafond dan cara perbaikan menurut Pedoman Pemeliharaan Bangunan Gedung Pd-T-09-2004-C serta Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 24/ PRT/ M/ 2008, tentang Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung.


3.1. Plafond gypsum
Plafond gypsum tidak tahan bila terkena air, dan cara perbaikannya adalah dengan mengorek bagian yang telah rusak oleh air, tutup dengan bahan gypsum powder yang telah diaduk dengan air, ratakan dengan menggunakan penggaris sampai rata dengan permukaan sekitarnya, tunggu hingga kering kemudian amplas dengan amplas halus, tutup dengan plamur tembok dan cat kembali sesuai dengan warna yang dikehendaki.

3.2. Plafond lambresiring kayu
Cara pemeliharaan plafond lambresiring kayu dengan membersihkan permukaan lambresiring kayu dari kotoran yang melekat dengan menggunakan kuas atau sapu, pembersihan ini dilakukan setiap 2 bulan sekali. Cat kembali dengan menggunakan teakoil atau bila perlu dipolitur.

4. Pemeliharaan Lantai
Pemeliharaan terhadap bahan pelapis lantai dilakukan terhadap lantai bagian dalam dan lantai bagian luar. Ada beberapa cara pembersihan lantai menurut Pedoman Pemeliharaan Bangunan Gedung Pd-T-09-2004-C serta Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 24/ PRT/ M/ 2008, tentang Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung.



4.1. Lantai keramik
Cara pemeliharaan terhadap lantai dengan bahan keramik adalah dengan membersihkan permukaan lantai keramik dari kotoran setiap hari, goresan ringan dapat dibersihkan dengan menggunakan amplas halus dengan sedikit air diatas lantai, keringkan kembali permukaan, pembersihan permukaan tidak disarankan menggunakan air keras sehingga permukaan tidak menjadi kusam. Basahilah lantai keramik merata, gunakan bahan kimia chemical cleaner atau yang setara dicampur air (1:20) tunggu ± 5 menit, lakukan brushing dengan pad halus. Gunakan wet vacuum cleaner untuk menghisap cairan kotoran lantai keramik yang terangkat. Pel berulang kali, minimal 3 kali bilas dengan air bersih gunakan stick mop katun.

4.2. Lantai karpet
Cara pemeliharaan terhadap lantai dengan bahan pelapis karpet adalah dengan membersihkan permukaan lantai karpet dari kotoran setiap hari dengan mesin penyedot debu, bila terdapat noda kotoran bersihkan dengan air deterjen dan keringkan kembali permukaan. Bersihkan secara rutin untuk daily maintenance, lakukanlah penghisap debu/ mengangkat kotoran lepas, gunakan dry vacuum cleaner untuk mendapatkan hasil yang bersih dan merata. Vacuum cleaner yang telah dipakai harus segera dibersihkan, dicabut selangnya, baru simpan di tempat aman yang tersedia yaitu gudang peralatan kerja.
Harus diperhatikan, jangan terlalu banyak menggunakan air selama melakukan shampoo carpet, vacuum sisa air semaksimal mungkin, dengan menggunakan stick mesin spray extraction, hindari floor electric outlet terendam air.

5. Pemeliharaan Kelengkapan Pintu
Pemeliharaan kelengkapan pintu menurut Pedoman Pemeliharaan Bangunan Gedung Pd-T-09-2004-C serta Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 24/ PRT/ M/ 2008, tentang Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung.

5.1. Kunci, grendel, engsel
Cara pemeliharaan adalah dengan memeriksa keadaan kunci, grendel dan engsel pada setiap pintu, lumasi bagian yang bergerak dengan pelumas sekaligus menghilangkan karat yang terbentuk karena kotoran dan debu. Lakukan pelumasan sekurang- kurangnya 2 bulan sekali, gunakan pelumas yang sesuai yaitu pelumas pasta atau pelumas cair.

5.2. Pintu geser/ sliding door, pintu gulung/ rolling door, pintu lipat/ falding door
Cara pemeliharaan adalah dengan membersihkan pintu geser, pintu gulung, pintu lipat dengan alat yang lembut untuk menghilangkan debu yang melekat, gunakan kuas untuk permukaan dan bagian lekuk yang ada pada permukaan agar bersih, cuci dengan sabun dan bilas dengan air bersih serta keringkan. Lakukan setiap 2 bulan sekali agar tampilan warna bahan tetap baik dan terpelihara, lumasi bagian yang bergerak dengan pelumas yang berkualitas baik pada setiap bagian yang bergerak dan pertemuan antar komponen pintu.

5.3. Kusen aluminium
Kusen aluminium harus dipelihara pada bagian karet penjepit kaca (sealant), kusen aluminium dengan finishing powder coating harus dibersihkan setiap bulan sekali atau setiap hari untuk tempat- tempat yang menghasilkan debu. Jangan menggunakan bahan pembersih yang korosif kecuali dengan sabun cair atau pembersih kaca, dan keringkan dengan kain yang bersih.

5.4. Kusen kayu
Pemeliharaan pada kusen kayu adalah dengan membersihkan kusen kayu dari debu yang menempel setiap hari. Bila kusen dipolitur, usahakan secara periodik dilakukan polituran kembali setiap 6 bulan sebagai pemeliharaan permukaan. Bila kusen dicat dengan cat kayu maka usahakan pembersihan dengan deterjen atau cairan sabun dan gunakan spon untuk membersihkannya.

5.5. Kusen plastik dan kusen besi
Pemeliharaan kusen plastik dan kusen besi adalah dengan membersihkan kusen dari debu atau kotoran yang menempel setiap hari, lakukan secara periodic terutama dibagian bawah yang dekat dengan lantai. Gunakan deterjen dengan bantuan spon serta bilas dengan air bersih. Untuk kusen besi sebaiknya dilakukan pengecatan secara periodik sekurang- kurangnya setahun sekali, dengan cara membersihkan bagian bawah terutama bagian yang kena kotoran dan air, amplas hingga bersih, lapisi dengan cat meni yang sesuai dan berkualitas, cat kembali pakai cat besi dengan warna yang sesuai.

5.6. Door closer
Pemeliharaan terhadap door closer adalah dengan cara membuka tutup door closer, isi kembali minyak yang ada didalamnya. Bila bocor ganti dengan seal karet yang berukuran sama dengan yang telah ada. Pasang kembali ke pintu dan kencangkan baut pengikat secara baik.

6. Pemeliharaan atap
Pemeliharaan terhadap atap bangunan menurut Pedoman Pemeliharaan Bangunan Gedung Pd-T-09-2004-C serta Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 24/ PRT/ M/ 2008, tentang Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung.

6.1. Atap seng dan cement fiber gelombang
Penutup atap dari bahan seng, sebaiknya dilakukan dengan pengecatan dengan meni sekurang- kurangnya setiap 4 tahun sekali. Periksa paku atau anker pengikat terutama pada karet seal untuk mencegah bocor, ganti karet bila rusak. Cat kembali permukaan seng dengan meni secara rata.

6.2. Atap beton
Pemeliharaan terhadap atap beton dilakukan dengan cara membersihkan setiap bulan sekali permukaan atap dari kotoran yang melekat. Beri lapisan anti bocor dengan kuas atau cara semprot secara rata. Bila menggunakan lapisan aspal-pasir sebagai lapis atas permukaan, periksa aspal yang mengelupas karena perubahan cuaca dan berikan lapisan aspal cair baru setebal 5 mm. Atau gunakan bahan penutup yang kedap air/ waterproofing layers dari bahan aspal, roofingpaper, atau menggunakan bahan polimer buatan lainnya.

6.3. Atap polycarbonate
Pemeliharaan terhadap atap polycarbonate adalah dengan memeriksa setiap 6 bulan terutama pada sambungan antar komponen. Bersihkan dengan menggunakan sikat yang lembut dan sabun atau deterjen. Bila terdapat retak, tutup dengan cat anti bocor.

6.4. Listplank kayu
Pemeriksaan listplank dari bahan kayu di lakukan setiap 6 bulan, bersihkan dari kotoran yang melekat dengan menggunakan sikat yang lembut dan air sabun atau deterjen. Bila terdapat retak- retak, tutup dengan plamur kayu dan cat kembali. Perbaikan yang sempurna dapat dilakukan dengan mengorek sampai habis cat lama yang melekat, amplas dan cat kembali dengan cat dasar serta cat penutup khusus untuk kayu.

6.5. Talang air tegak dan talang air datar
Talang air datar pada atap bangunan harus diperiksa setiap 1 tahun sekali, bersihkan dari kotoran yang terdapat pada talang datar, bersihkan dari bahan yang dapat menimbulkan korosif pada seng talang datar. Berikan lapisan meni setiap 2 tahun sekali agar seng talang tetap dapat bertahan dan berfungsi baik. Talang tegak yang terbuat dari pipa besi atau PVC sebaiknya dicat kembali sekurang- kurangnya 4 tahun sekali. Bila talang tegak PVC pecah atau retak karena sesuatu benturan, perbaiki dengan melapisi dengan bahan yang sama dengan menggunakan perekat atau lem dengan bahan yang sama.

7. Pemeliharaan Kamar Mandi
Pemeliharaan terhadap kamar mandi menurut Pedoman Pemeliharaan Bangunan Gedung Pd-T-09-2004-C serta Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 24/ PRT/ M/ 2008, tentang Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung.

7.1. Saringan air lantai
Pemeliharaan terhadap saringan air lantai/ floor drain dilakukan dengan memeriksa setiap hari saringan air yang terdapat pada lantai kamar mandi atau wc. Usahakan selalu terdapat air pada saringan yang bersangkutan untuk mencegah masuknya hawa yang tidak sedap dalam ruangan (kamar mandi). Perbaiki atau ganti tutup saringan bila telah rusak.

7.2. Kran air
Pemeliharaan terhadap kran air dilakukan dengan memeriksa sekurangnya setiap 2 bulan, kencangkan baut putaran kran. Ganti bila perlu seal/ karet pada batang putar ulir kran.

7.3. Tempat cuci tangan, kloset, urinal
Pemeliharaan dilakukan dengan membersihkan setiap hari dengan sabun atau bahan pembersih lain yang tidak korosif. Gosok dengan spon plastik atau gunakan sikat yang lembut, bilas dengan air bersih.
Berdasarkan uraian pemeliharaan gedung diatas, sesuai dengan Pedoman Pemeliharaan Bangunan Gedung Pd-T-09-2004-C serta Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 24/ PRT/ M/ 2008, tentang Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung. ditunjukkan pada Tabel 3.1.


















Tabel 3.1. Jadwal pemeliharaan dan pembersihan
No Item Pemeliharaan Standard
1. Dinding
Pembersihan dinding beton ekpose
Pembersihan dinding kayu
Pemeliharaan dinding kaca
Pembersihan dinding keramik
6 bulan
1 bulan
1 tahun
setiap hari
2. Pengecatan dinding tembok 2 – 3 tahun
3. Pembersihan plafond 2 bulan
4. Pembersihan lantai keramik
Pembersihan lantai karpet setiap hari
setiap hari
5. Kelengkapan pintu
Pelumasan kunci, grendel, engsel, door closer
Pembersihan pintu geser, pintu gulung, pintu lipat
Pembersihan pintu dan kusen
Pengecatan secara periodik kusen dari bahan besi
2 bulan
2 bulan
setiap hari
1 tahun
6. Atap
Pengecatan dengan meni untuk atap seng
Pembersihan kotoran pada atap beton
Pemeriksaaan atap fiberglass
Pemeriksaan listplank dari bahan kayu
4 tahun
1 bulan
6 bulan
6 bulan
7. Pemeriksaan listplank dari bahan kayu 6 bulan
8. Pemeriksaan talang air datar
Pengecatan talang air tegak dari pipa besi, PVC 1 tahun
4 tahun
9. Kamar mandi/ wc
Pemeriksaan saringan air lantai
Pemeriksaan kran air
Pembersihan tempat cuci tangan, kloset, urinal
Penggunaan disinfectant pada lantai kamar mandi
setiap hari
2 bulan
setiap hari
2 bulan
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 24/ PRT/ M/ 2008








B. Peraturan Pemerintah Tentang Pemeliharaan Bangunan Gedung
Sebelum adanya pemeliharaan gedung, tentu perlu ditinjau terlebih dahulu apakah bangunan gedung tersebut telah memenuhi persyaratan teknis. Persyaratan teknis bangunan gedung meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 29/PRT/M/2006, tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung. Dalam tesis ini akan dilakukan evaluasi teknis secara visual terhadap bangunan perpustakaan dengan mengacu pada peraturan tersebut, namun hanya akan meninjau dari segi arsitektur bangunan saja.
Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No : 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara dijelaskan bahwa perawatan bangunan adalah :
1. Usaha memperbaiki kerusakan yang terjadi agar bangunan dapat berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya.
Perawatan bangunan dapat digolongkan sesuai dengan tingkat kerusakan pada bangunan yaitu :
a. Perawatan untuk tingkat kerusakan ringan
b. Perawatan untuk tingkat kerusakan sedang
c. Perawatan untuk tingkat kerusakan berat
2. Besarnya biaya perawatan disesuaikan dengan tingkat kerusakannya, yang ditentukan sebagai berikut :
a. Perawatan tingkat kerusakan ringan, biayanya maksimum adalah sebesar 30 % dari harga satuan tertinggi pembangunan bangunan gedung baru yang berlaku, untuk tipe/ klas dan lokasi yang sama.
b. Perawatan tingkat kerusakan sedang, biayanya maksimum adalah sebesar 45 % dari harga satuan tertinggi pembangunan bangunan gedung baru yang berlaku, untuk tipe/ klas dan lokasi yang sama.
c. Perawatan tingkat kerusakan berat, biayanya maksimum adalah sebesar 65 % dari harga satuan tertinggi pembangunan bangunan gedung baru yang berlaku, untuk tipe/ klas dan lokasi yang sama.
3. Untuk perawatan yang memerlukan penanganan khusus atau dalam usaha meningkatkan wujud bangunan, seperti melalui kegiatan renovasi atau restorasi (missal yang berkaitan dengan perawatan bangunan gedung bersejarah), besarnya biaya perawatan dihitung sesuai dengan kebutuhan nyata dan dikonsultasikan terlebih dahulu kepada Instansi Teknis setempat.
Kerusakan bangunan adalah tidak berfungsinya bangunan atau komponen bangunan akibat penyusutan/ berakhirnya umur bangunan, atau akibat ulah manusia atau perilaku alam seperti beban fungis yang berlebih, kebakaran, gempa bumi, atau sebab lain yang sejenis.
Intensitas kerusakan bangunan dapat digolongkan atas tiga tingkat kerusakan, yaitu :
1. Kerusakan ringan, kerusakan terutama pada komponen non struktural, seperti penutup atap, langit- langit, penutup lantai dan dinding pengisi.
2. Kerusakan sedang, kerusakan pada sebagian komponen non structural, dan atau komponen structural seperti struktur atap, lantai.
3. Kerusakan berat, kerusakan pada sebagian besar komponen bangunan, baik structural maupun non structural yang apabila setelah diperbaiki masih dapat berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya.
Untuk perawatan yang memerlukan penanganan khusus atau dalam usaha meningkatkan wujud bangunan, seperti melalui kegiatan renovasi atau restorasi (misalnya yang berkaitan dengan perawatan bangunan gedung bersejarah), besarnya biaya perawatan dihitung sesuai dengan kebutuhan nyata dan dikonsultasiakn terlebih dahulu kepada Instansi Teknis setempat. Acuan yang dipergunakan di dalam pemeliharaan bangunan gedung adalah Pedoman Pemeliharaan Bangunan Gedung (Pd-T-09-2004-C) yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Departemen Pekerjaan Umum.